Cerita Seks Bergambar Nikmatnya Bercinta Dengan Sepupu Ku Yang Ganteng

Video Rate:
0 / 5 ( 0votes )
1846 views

Berawal dari sepupuku yang bernama Monic sedang maen kerumahku. Kita sepupu tapi seperti
teman akrab, kita sering ngobrol bebas tentang apa saja bahkan sering juga Monic
menceritakan persetubuhannya denga kekasihnya dan begitu juga sebaliknya aku. Aku dan
Monic mempunyai kesamaan yaitu suka dengan yang namanya Sex
Monic memiliki bodi yang sangat indah, setiap lelaki yang meihatnya pasti akan langsung
melongo. Gimana tidak, dengan tingginya yang semampai, wajah yang cantik, kulit yang putih
bersih dan juga buah dada yang sangat montok dan bongkahan pantatnya yang sangat montok
sehingga menjulang kebelakang. Aku sendiri kalah seksi dengan sepupuku Monic tersebut.

 

Namun aku juga gak kalah cantik dan payudaraku juga gak kalah besar dibandingkan Monic.
Begitulah sekilas tentang diriku dan sepupuku Monic. Dan pengalaman ini ketika suatu siang
Monic sedang maen kerumahku, setelah kita ngobrolpanjang lebar,ngalor ngidul lama-lama
kita merasa bosan, lalu akhirnya kita memutuskan untuk untuk pergi kesebuah mall sekalian
mencari makan disebuah resto. Dan tak lama akhirnya kita sudah sampai disebuah resto yang
berada didalam mall yang kami kunjungi.

Deket mejaku ada seorang laki-laki, yang pasti bukan abg dan belum om-om, kutaksir usianya
30an, ganteng, kumisan dan atletis badannya, tipeku bangetz. Sodaraku berbisik,
“Ris tu ada cowok keren banget”.
“Mana”, tanyaku.
“Sebelah kanan rada kedepan, dia lagi ngliatin kita”. Aku menatap kearah yang ditunjukkan
Monic, sodaraku itu.
Si abang, sebut aja demikian, juga lagi menatap kearah kami, tatapanku amprokan dengan
tatapan matanya, dia ngangguk, akupun ngangguk dan senyum.
“Ganteng banget San”.
“Iya, aku suka banget ngeliat dia”, Monicpun menatap wajah si abang dan senyum, dibales
senyum juga.

Waktu Monic ke toliet, si abang nyamperin mejaku dan kenalan, dia nanya siapa yang bareng
aku, aku bilang Monic, dia minta nomer hp Monic, wah rupanya matanya dah kelilipan bodinya
Monic. aku kasi ja no hapeku, dan dia pamit duluan karena dah beres makannya. Ketika Monic
balik dia kecewa karena si abang dah pergi. Aku bilang.

“Di mal kan banyak lelaki ganteng yang bakalan kelilipan bodi kamu kan, satu pergi dateng
seribu”.
“Bisa ja kamu Ris”. Peristiwa itu berlalu begitu aja.
Sampe satu waktu d hapeku ada message,
“San, ini aku yang ketemu di mal waktu itu, yang di foodcourt itu”.
“Wah dari si abang rupanya”.
“Wah abang, pa kabar, Monic tunggu-tunggu kok gak da kabarnya, baru sekarang ada kabar,
sibuk banget ya bang”. Aku nyaru jadi Monic aja.
“Ketemuan lagi yuk San, berdua aja”.
“Dimana bang”.
“Di mal, di foodcourt ja, sore jam 5 bisa kan”.
“Bisa bang”.

 

“aku pake kemeja merah”. Sampe di foodcourt, dia belon dateng, aku duduk di meja yang
strategis yang pandangannya bisa kemana-mana, tak lama datenglah lelaki dengan pakean yang
disebutkan tadi. aku bangun dan menyambutnya. “Monicnya mana”, tampak da kekecewaan
diwajahnya, kok aku yang nongol.

“Monic dadakan sakit perut bang, diare kayanya, makanya dia nyuru aku nemuin abang, takut
abang kecewa”.
“O gitu ya, gak apa deh, kamu bisa nemenin aku”.
“Kalo gak bisa, Risma ya gak kemari lah bang”.
“Kita makan dulu yuk”.
“ayuk”, jawabku. kita brosing makanan, pesen kesukaan masing-masing, ketika aku mo bayar
makananku, si abang yang bayarin duluan.
“Lama juga ya cap cay-nya. Hhh!” keluhnya karena pesanannya gak dateng2 sedang pesananku
udah.
“Sabar saja bang, maklum malming gini pengunjungnya banyak”. Tidak berapa lama pesanannya
datang.

Dia menambahkan lada putih ke dalam capcaynya. Setelah itu dia masih minta cabe rawit
beberapa butir pada pelayan. aku tersenyum kecil.
“Biasanya orang yang kuat makan pedas nafsunya gede,” komentarku.
dia hampir tersedak mendengar candaanku. Namun kemudian dia menguasai diri, dia minum air
putih dan menjawab,
“Kalau ada sambal atau cabe memang nafsu makan jadi kuat”. aku tertawa tertahan.
Dia tersenyum sambil memandang deretan gigiku yang rapi dan gingsulku kelihatan. Dia
membalas godaanku tadi,
”Orang yang giginya gingsul kudengar juga gede nafsunya”. Gingsul itu gigi tarning yang
letaknya lebi kedepan dari deretan gigi laennya, kaya bintang sinetron jepang banyakan
juga gingsul.

Aku gak mo kalah,
“Kalo gitu abang pasti cewek dan ttm nya banyak”.
“Napa gitu”.
“Kan napsu makan dan napsu laennya gede”. Dia tertawa.
“sama dong, kamu pasti gak pernah puas cuma ma 1 lelaki kan”. Guyonan vulgar gitu
mencairkan suasana, kami jadi lebih akrab, gak nampak kekecewaan diwajahnya karena yang
dateng bukan Monic.
“Kok skarang malming Risma gak ma cowoknya, malah becanda ma aku”.
“Kan demi abang biar abang gak kecewa”.
“Gak tersalurkan ma cowoknya dong malem ini”.
“Panya yang disalurkan bang, sembako?”
“he he, kura2 dalam perahu”.
“Mana ada kura2 disimpen di perahu bang”, aku belaga pilon ja.
“kan gingsul”.
“kok?”
“iya kan kalo prempuan gingsul napsunya gede, trus malming gak ketemu cowoknya, jadi gak
tersalurkan dong napsunya”. “Kan ada abang”, sengaja aku to the point ja menyatakan kalo
aku suka ma dia,
“cocok kan penggemar cabe ketemu ma gigi gingsul, sama2 napsu gede”. tertawanya berderai.
“Bisa aja kamu, mangnya kamu mau ma aku”.
“Bangetz, sejak pertama kali ketemu Risma dah suka liat abang, tipe Risma bangetz”.
“Masak si”.
“iya, Risma tu sukanya lelaki dewasa kaya abang, macho”. Aku makin to the point aja,
“Palagi kalo napsunya gede, he he”. Dia tertawa juga.
“abang suka gak ma prempuan kaya Risma”, aku uber dia terus.
“Suka juga, kamu cantik, proporsional lagi bodinya”.
“Tapi kan gak semok kaya Monic bang”.
“iya Monic napsuin, kamu juga kok, imut tapi napsuin juga”. Wah dia dah to the point juga.
“Mau dong abang gantiin cowok Risma”.
“Hm gimana ya, gak enak lah nyrobot cewek orang laen”.
“Gak apa kok bang, cowok Risma juga klayapan tau kemana, makanya bisa ktemuan ma abang,
semua ada hikmahnya”.
“Tadi bilangnya demi aku”.
“iya demi abang dan demikian”, candaku. Dia tertawa lagi.
“Kamu asik juga ya Ris orangnya”.
“asik apanya bang”.
“Ya asik diajak bertemen, gak tau asik gak diajak bercinta”.
“Wah, gawat”.
“Kok gawat si”. “abang to the point jadi pengen neh Risma, hayo abang tanggung jawab lo”.
“Pengen paan”.
“pengen nonton”, aku tertawa.
“Yuk kita nonton, kamu beneran kan gak da cowoknya malem ini”. aku menggangguk.

Dia menggandengku menuju ke cinema yang ada di mal, kami milih filmnya,
“Risma ikut abang ja deh nonton yang mana”. Dia milih film percintaan.
“biar jadi mood bercinta ya Ris”.
“abang mo bercinta ma Risma ya”.
“Kalo kamu mau”. “Mau bang”. Kami masuk ke gedung, bole milih tempat duduk bebas, dia
milih yang agak disudut seblah atas, ternyata setelah filmnya maen, yang nonton gak
banyak, jadi kami terpisah dari pnonton yang laen.
“Risma sering ya bercinta ma cowoknya”. Aku cuma ngangguk.
“Dimana maennya”.
“ditempat kok Risma, kadan dirumah dia kalo sepi, kadang di motel kalo pengen all nite”.
“Mangnya kalo allnite maennya brapa kali”.
“Kalo dah lama gak maen, dia bisa 4 kali bang”.
“wah lemes dong”.
“bangetz bang, tapi nikmatnya juga bangetz. abang kuat brapa kali maennya bang”.
“ya segitu itu”.
“Wah asik dong, bisa abis2an tu maennya ampe lemes”. Dia memeluk pundaku, mukaku diarahkan
kemukanya dan dengan lembut dia mencium bibirku.
Lidahnya segera menerobos mulutku dan membelit lidahku. Sementara lidah kami saling
bergelut, tangannya milai mengelus2 toketku.
“Kecil ya bang”, kataku setelah bibirnya melepas bibirku, dia meremes toketku sambil
mencium telingaku, sampe aku menggelinjang.
“Segini mah gak kecil, proporsioanl, jadi gemes ni”.
“Kalo gemes ya ditemes2 trus ja bang”.
“Kamu enak ya diremes gini”.
“Suka ja bang”. Dia mencium bibirku lagi.

Dia memegang tanganku dan meletakkannya diselangkangannya. terasa ada sesuatu yang keras
banget dibalik clananya.
“Bang ngacengnya keras banget, cabenya dah kerja ya”. Dia gak menjawab malah meremas2
toketku lagi.
aku elus2 tonjolan keras diselangkangannya.
“diremes dong Ris”. Aku meremes sebisanya, terasa besar tonjolan itu.
“Abang punya besar ya”.
“besaran mana ma punya cowok kamu”.
“besaran abang punya deh”.
“Mo ngrasain?”
“Bangetz bang”.

 

Dia mengelus selangkanganku, aku mengangkangkan pahaku, gak bisa lebar2
karena terhalang kursi, aku duduk rada selonjor, biar pahaku bisa lebi lebar ngangkangnya.
Memekku jadi gatel dielus kasar dari luar clanaku gitu.
“dah basah ya Ris”. Aku ngangguk,
“Risma dah pengen bang”.
“Bener kan prempuan gingsul napsunya gede”.
“Abang…” lenguhku manja sambil merems tonjolan di slangakngannya dengan keras.
Gak lama kemudian film usai, lampu menyala. Segera kami memisahkan diri, bangkit dari
tempat duduk dan kluar beriringan dengan penonton laen.
“aku anterin pulang ya, ujan lagi”. Saat itu ujan deres.
“Kamu tinggal dimana”.
“Di kos bang”.
“Gak bebas dong”.
“bebas kok, Risma tinggal sendiri”.
“Mahal tu”.
“Kan dibayarin cowok Risma bang”. Kami berlari-lari di pelataran parkir menuju ke
mobilnya.
Dia membuka pintu depan sebelah kiri setelah mematikan alarm mobilnya, aku masuk dan
diapun segera masuk, baju kami basah karena hujan yang deres gitu.
“Dingin ya Ris, gak usah pasang Ac deh ya”.
“ya bang”.
“Ntar pilek lagi”. Tempat kos ku kebetluan gak jauh dari mal, sehingga kami gak lama di
mobilnya.
Mobilnya parkir persis didepan kamar kosku, segera aku membuka pintu mobil dan berlari
menembus ujan ke depan kamarku, diapun menyusul.
“Basah semuanya bang, ntar dikeringin deh pake hair dryer”.
“Kamar kamu gede banget Ris, ada ruang tamunya lagi”. Memang kamar kosku lumayan gede,
furnitur lengkap, pake Ac lagi, bayarannya juga lumayan mahal, gak peduli aku toh cowokku
yang bayarin semuanya.
Ada ruang tamu merangkap ruang makan dan pantri, dan kamar tidur + kamar mandinya. Aku
segera mengambil handuk dan hair dryer untu si abang, aku pun masuk ke kamar mandi,
melepaskan semua yang menempel dibadanku dan menggantinya dengan kaus dan celana pendek
longgar. aku melap rambutku yang basah dan kukeringkan dengan hiar dryer satu lagi biar
gak pusing.

Aku keluar dari kamar sambil membawa kaosku yang paling gede ukurannya, dia duduk di sofa
sambil melap rambutnya yang basah,
“Kok gak di hairdryer bang”.
“Gak usah, pake anduk ja cukup kok”.
“Bajunya basah semuanya tu bang. Ganti ma kaos Risma ja ya, iar gak masuk angin, gak tau
cukup gak. Kalo celena pendek gak da yang ukuran abang”. Dia melepas bajunya didepanku,
aku suka banget melihat dadana yang bidang, samar keliatan muali terbentuk sixpack
diperutnya.
“Wah abang sering fitness ya, ada sixpacknya gitu, sexy banget deh bang”. Baeknya bajuku
muat walaupun rada ketat untuknya.
“celananya basah bang, dilepas ja, pake daleman kan”. Dia senyum dan beneran melepas
celananya.
Tampak tonjolan besar di selangkangannya yang sekarang cuma tertutup celana dalam. Dia
memperhatikan toketku yang tetap terlihat membusung di balik kaus longgarku.
“Minumannya sebentar lagi ya. Airnya lagi dimasak. Termosnya pas kosong. Mau minum apa
bang?” Dia terkejut, kelamaan memperhatikan toketku.

“Ahh.. E.. E. Eeh. Susu.. Eh.. Teh susu,” sambil tergagap kata-katanya keluar begitu saja.
Namun disaat terakhir dia masih tetap bisa menguasai dirinya.
“Teh saja atau kopi. Susunya habis. Sorry,” aku tersenyum melihatnya terbata-bata kemudian
menuju ke pantri menyiapkan segelas teh panas.
Aku duduk di depannya. Dia menyeruput tehnya yang masi panas.
“Manis gak bang”.
“manis, kaya yang buat”. Aku mencibirkan bibirku.
“Jadi gak kita mau adu kekuatan cabe dengan gingsul?” tanyanya dengan bergurau.
Aku segera pindah kesebelahnya di sofa dan merapatkan kepalaku di dadanya. Diciumnya
pipiku dan aku mulai membuka kancing bajunya.
“Di kamar Risma aja yuk bang”.
“Dah gak nahan ya gingsulnya”. Aku memejamkan mata.

Bibirnya kembali memagut bibirku yang merekah. Lidahnya menerobos lagi ke mulutku dan
menggelitik lidahku. Aku menggeliat dan membalas ciumannya dengan meliukkan lidahku yang
langsung dihisapnya. Tangannya mulai menari di atas dadaku. Diremasnya toketku yang sudah
mengeras. Jarinya terus menjalar mulai dari dada, perut terus ke bawah hingga pangkal
pahanya, masi dari luar pakeanku. Aku makin menggeliat kegelian. Lidahnya sudah beraksi di
lubang telingaku dan giginya menggigit daun telingaku. Pelukan dilepas dan dia bergerak
berputar ke belakangku. Tangannya mendekap dadaku. Rambutku diciumnya. Mulutnya menggigit
tengkukku. Badanku mulai menghangat. Bibir dan hidungnya makin lancar menyelusuri kepala
dan leherku.

Aku makin menggelinjang apalagi waktu tangannya meremas toketku yang masih tertutup baju
kaus itu dari belakang. Diletakkannya mukanya dibahuku dan disapukan napasnya di
telingaku. Aku menjerit kecil menahan geli tapi malah menikmati.
Aku dipeluknya dari belakang, kami berdiri sambil pelukan dan berjalan beriringan ke arah
kamarku. Tanganku ke belakang dan meremas isi celana dalamnya yang mulai memberontak.
Setelah masuk ke dalam kamar dilepaskannya pelukannya. Aku mematikan lampu besar dan
mengantinya dengan lampu tidur. ranjang yang besar telah menanti kami. Dia merendahkan
badan dan mulai mencium dan menggigit pinggulku. Aku mendongakkan kepala dan berdesis
lirih. Dia dibelakangku berlutut dengan meneruskan aksi tangannya ke betisku, sementara
bibirnya masih bergerilya di lipatan lutut belakangku. Aku merentangkan kedua kakiku dan
bergetar meliuk-liuk. Diciumnya pahaku dan diberikan gigitan kecil.

Aku makin meliukkan badannya, napasku mulai memburu. Pada saat aku sedang menggeliat,
dihentikannya ciumannya di lututku dan dia berdiri di hadapanku. Diusapnya pantat dan
pinggulku. Kembali aku berdesis pelan. Dengan cepat langsung disapukannya bibirnya ke
leherku dan ditarik pelan-pelan ke bawah sambil menciumi dan menjilati leher mulusku. Aku
semakin merepatkan tubuhku ke dadanya. Dengan sebuah tarikan pelan aku melepas kaosnya.
Kuusap-usapnya dadanya dan kemudian Putingnya kumainkan dengan jari. Diciumnya bibirku,
aku membalas dengan lembut. Lumatannya mulai berubah menjadi lumatan ganas. Ia melepaskan
ciumannya.

Dia menyingkapkan kausku. Aku mengangkat kedua tanganku. Dengan mudah dibukanya kaosku.
Kini tangannya membuka celana pendekku. Kini kami tinggal mengenalan pakaian dalam saja.
Bra dan celana dalamku berwarna krem berpadu dengan kulitnya yang sawo matang. Braku
memang tidak penuh menutupi toketku sehingga dapat terlihat lingkaran kemerahan di sekitar
Putingku. Celana dalamku dari bahan sutra transparan sehingga padang rumput di bawah
perutku terihat membayang.

“Eehhngng, ..” aku mendesah ketika leherku dijilatinya.

Kulihat ia melirik bayangan kami di cermin dilemari yang besar. Dia mendorongku ke ranjang
dan menindih tubuhku. Tangannya bergerak punggungku membuka pengait braku. Disusurinya
bahuku dan dilepasnya tali braku bergantian. Toketku yang imut dan kencang dihiasi Puting
berwarna coklat kemerahan dan sangat keras. Digesek-gesekkannya dadanya ke Putingku.
Bibirnya yang agak tebal dengan lincah menyusuri wajah, bibir dan leherku. Dia mendorong
lidahnya jauh ke dalam rongga mulutku kemudian memainkan lidahku dengan menggelitik dan
memilinnya. Aku hanya sekedar mengimbangi. Sesekali gantian lidahku yang mendorong
lidahnya. Tangan kanannya memilin Putingku serta meremas toketku.
Aku menggeserkan tubuhku ke arah bagian atas tubuhnyasehingga toketku tepat berada di
depan mukanya. Segera dilumat nya toketku dengan mulutnya. Putingku diisap pelan dan
dijilati.

 

“Aaacchh, Ayo bang.. Lagi.. Teruskan”. aku mulai melenguh keenakan. Penisnya terasa
semakin mengeras.

Disedotnya toketku sehingga semuanya masuk ke dalam mulutnya, dihisap pelan namun dalam,
Putingku dijilat dan dimainkan dengan lidahnya. Dadaku bergerak kembang kempis dengan
cepat, detak jantungku juga meningkat, pertanda nafsuku mulai naik. Tanganku menyusup di
balik celana dalamnya, kemudian mengelus, meremas dan mengocoknya dengan lembut. Pantatnya
dinaikkan dan dengan sekali tarikan, maka celana dalamnya sudah terlepas. Kini dia sudah
dalam keadaan polos tanpa selembar benang. Bibirnya mengarah ke leherku, mengecup,
menjilatinya kemudian menggigit daun telingaku. Napasnya dihembuskannya ke dalam lubang
telingaku. Kini dia mulai menjilati Putingku. Aku semakin terbuai. Kugigit bibir bawahku
untuk menahan rangsangan ini. Kupegang pinggangnya erat-erat.

Tangannya kemudian bergerak membuka celana dalamku dan melemparkannya begitu saja.
Jembutku tidaklah lebat dan kupotong pendek. Sementara ibu jarinya mengusap dan membuka
bibir memekku, maka jari tengahnya masuk sekitar satu ruas ke dalam lubang memekku .
Diuusap dan ditekannya bagian depan dinding memekku dan jarinya sudah menemukan sebuah
tonjolan daging seperti kacang. Setiapkali dia memberikan tekanan dan kemudian mengusapnya
aku mendesis,

“Huuhh.. Aaauhh.. Engngnggnghhk”. Ia melepaskan tangannya dari selangkanganku.
Tanganku kembali diarahkan ke penisnya, bibirku terus menyusuri perutnya, semakin ke
bawah. Aku memandang sebentar kepala penisnya yang lebih besar dari batangnya dan kemudian
kukecup. Belum kukulum, hanya mengecup dan menggesekkan hidungku pada batang penisnya dan
dua buah bola yang menggantung di bawahnya. Dia hanya menahan napas setiap aku
mengecupnya.

Aku kembali bergerak ke atas, tanganku masih memegang dan mengusap penisnya yang telah
berdiri tegak. Dia menggulingkan badannya sehingga berada di atasku. Kembali kami
berciuman. toketku diremas dan Putingnya dipilin dengan jarinya sehingga aku mendesis
perlahan dengan suara di dalam hidungnya. “SShh.. Ssshh.. Ngghh..” Perlahan lahan dia
menurunkan pantatnya sambil memutar-mutarkannya. Kepala penisnya kupegang, ,kemudian
kugesek-gesekkan di mulut memekku. Terasa basah banget.

Aku mengarahkan penisnya untuk masuk ke dalam memekku. Ketika sudah menyentuh lubang
memekku, dia menekan pantatnya perlahan. tapi belum bisa masuk. Aku merenggangkan kedua
pahaku dan pantat kuangkat sedikit. Kepala penisnya sudah mulai menyusup di bibir memekku.
Digesek-gesekkannya di bibir luarnya sampai terasa keras sekali dan ditekan lagi. Aku
merintih dan memohon agar dia segera memasukkannya sampai amblas.
“Ayolah bang tekan.. Dorong sekarang. Ayo”. Dia mencoba untuk memasukkannya lagi, masih
dengan bantuan tangannya, dan Blleessh.

setengah batang penisnya sudah tertelan dalam memekku.
“Ouhh.. bang,” desahku setengah berteriak. Dia bergerak naik turun. Kadang gerakan
pantatnya dibuat naik turun dan memutar sambil menunggu posisi dan waktu yang tepat. Aku
mengimbangi dengan gerakan memutar pada pinggulku. Ketika dirasakan gerakannya sudah
lancar, maka dipercepat gerakannya. aku menggeleng dan menahan pantatnya, kemudian
mengatur gerakan pantatnya dalam tempo sangat pelan. Untuk meningkatkan kenikmatan maka
meskipun pelan namun setiap gerakan pantatnya selalu penuh dan bertenaga. Akibatnya maka
keringatpun mulai menitik di pori-porinya.

“Bang. Ouhh.. Nikmat.. Ooouuhh. Abang memang betul-betul perkasa” desisku sambil menciumi
lehernya.

Kini kedua kaki kurapatkan dan dijepit dengan kedua kakinya. Penisnya hampir-hampir tidak
bisa bergerak dalam posisi ini. Tidak ada kontraksi otot memekku namun dia merasa memekku
sangat sempit menjepit penisnya. Dia menggulingkan badan lagi sampai aku menindihnya.
Kakiku keluar dari jepitan kakinya dan kembali aku yang menjepit pahanya. Dalam posisi ini
gerakan naik turunku menjadi bebas.
Kembali dia dalam posisi pasif, hanya mengimbangi dengan gerakan melawan gerakan pinggul
dan pantatku. Tanganku menekan dadanya. Dicium dan diremasnya toketku yang menggantung.
Kepalaku terangkat dan tangannya menarik rambutku kebelakang sehingga kepalaku semakin
terangkat. Setelah dia menjilat dan mengecup leherku, maka kepalaku turun kembali dan
bibirku mencari-cari bibirnya. Dia menyambut mulutku dengan satu ciuman yang dalam dan
lama.

Aku mengatur gerakanku dengan tempo pelan namun sangat intens. Pantat kuturunkan sampai
menekan pahanya sehingga penisnya terbenam dalam-dalam sampai kurasakan menyentuh dinding
rahimku. Ketika penisnya menyentuh rahimku, aku semakin menekan pantatku sehingga tubuh
kamipun semakin merapat. Aku menegakkan tubuh sehingga dalam posisi duduk setengah jongkok
di atas selangkangannya.
Aku kemudian menggerakkan pantatku maju mundur sambil menekan kebawah sehingga penisnya
tertelan dan bergerak ke arah perutnya. Semakin lama-semakin cepat aku mengerakkan
pantatku.

“Ouhh.. Ssshh.. Akhh!” Desisankupun semakin sering.
Aku dah hampir nyampe rasanya. Penisnya dikeraskan dengan menahan napas dan mengencangkan
otot antara biji peler dan anusnya seolah-olah menahan kencing. Aku kembali merebahkan
tubuhku ke atas tubuhnya, mataku berkejap-kejap dan bola mataku memutih.
Gigiku menggigit bibir bawahku kuat-kuat. Akupun merasa tak tahan lagi dan,
“Bang .. Sekarang say.. Hhhuuaahh!” aku memekik kecil.

Pantatku menekan kuat sekali di atas pahanya. Dinding memekku berdenyut kuat menghisap
penisnya. Dia menahan tekanan pantatku dengan menaikkan pinggulnya. Bibirku menciuminya
dengan pagutan-pagutan ganas dan diakhiri dengan gigitan pada dadanya. Dia memeluk tubuhku
erat-erat dan ditekannya kepalaku di dadanya. Napasku yang bergemuruh kemudian disusul
napas putus-putus dan setelah tarikan napas panjang aku terkulai lemas di atas tubuhnya.
aku dah nyampe. Denyutan demi denyutan dari memekku kemudian melemah. Pejunya yang muncrat
bebrarengan dengan klimaxku masuk dalam memekku sebagian tertumpah keluar lagi di atas
pahanya. Aku berguling kesampingnya sambil tangan dan mukaku tetap berada di lehernya. Dia
memberikan kecupan ringan pada bibirku, dan usapan pada pipiku.

“Terima kasih bang. Abang sungguh luar biasa. Perkasa dan romantis”. Kami masih berpelukan
sampai keringat kami mengering.
Setelah mandi dan hendak mengenakan pakaian, aku menahan tangannya yang sudah memegang
celana dalam.
“Abang tidur disini saja malam ini. Risma.. masih..”, aku tersipu-sipu dan tidak
melanjutkan perkataanku.
Malam itu kami tidur dengan telanjang dan berpelukan ditutup selimut ditemani dengan suara
rintikan hujan.
Aku tidak tahu sudah tidur berapa lama ketika kurasakan sebuah lengan melingkar di
pinggangku. Aku membuka mata mengambil arloji di atas kepalaku dan melihat sebentar.
“Hmm.. Baru jam satu, tidur lagi yuk!” kataku sambil memejamkan mata dan tangannya
memelukku kembali.

Diciumnya ketiakku dan digelitikin pinggangku. Aku menguap dan meregangkan badan.
“Ooahh, abang emang..!” Tangannya menangkap tanganku.
Didaratkan sebuah ciuman pada bibirku. Aku mengelak dan berdiri berjalan ke arah kulkas di
dalam kamarku. Mengambil air putih, meminum dan mengangsurkannya kepadanya. Dia duduk,
menyambut dan menghabiskan sisa air dalam gelas tadi. Aku masih berdiri dalam keadaan
telanjang. Dia mengamat-amati tubuhku, “kamu sexy sekali nes kalo bugil gitu”.
“semua prempuan juga sexy kalo telbul bang”. Aku duduk dipinggir ranjang, dia bangun dan
memelukku.

Bibirnya mendarat di bibirku. Kali ini ia menciumiku dengan ganasnya. Akupun membalas
dengan tak kalah ganasnya. Dia meremas toketku dengan keras. Ia mendorongku dan beberapa
saat kemudian kami sudah bergulingan di atas ranjang besar yang empuk. Dia menindih danmenjelajahi sekujur tubuhku. Aku menggeliat-geliat hebat dan mengerang. Dari dada,
lidahnya pindah ke samping menyusuri pinggul dan pinggangku, ke arah perut dan pahaku. Aku
meronta hebat penuh kenikmatan sewaktu tangannya memainkan Putingku. Tangannya ditempelkan
di bibir memekku.

 

“Baaang.. nikmat bangetz!” pekikku.
Bibirku naik ke leherku lagi dan menjilatinya. Elusan tangannya pada pinggang membuat aku
ia meronta kegelian. Dia menghentikan elusannya dan tangannya meremas lembut toketku dari
pangkal kemudian ke arah Puting. Dimainkan jemarinya dari bagian bawah, melingkari
gundukannya dengan usapan ringan kemudian menuju ke arah Putingku. Sampai batas Puting
sebelum menyentuhnya, dia menghentikannya dan kembali mulai lagi dari bagian bawah.
Dia menggantikan jari dengan bibirnya, tetap dengan cara yang sama disusuri toketku tanpa
berusaha mengenai Putingku. Kini aku bergerak tidak karuan. Semakin bergerak semakin
bergoyang toketku dan membuat jilatannya makin ganas mengitari gundukan mulus itu. Setelah
sebuah gigitan dia berikan di belahan toketku, bibirnya diarahkan ke Putingku, tapi
dijilatnya dulu daerah sekitarnya yang berwarna merah sehingga membikin aku penasaran dan
gemas.

“Bang.. Jangan dimaenkan gitu dong.. Isep cepetan yang,” pintaku.
Dia masih ingin mempermainkan gairahku dengan sekali jilatan halus di Putingku yang makin
mengeras itu. Aku mendorong toketku ke mulutnya, sehingga Putingnya langsung masuk, dan
mulailah dia kulum, digigit kecil serta dijilat bergantian. Tangannya berpindah dari
pinggang ke memekku yang kini menjadi basah.
Jari tengah kirinya dimasukkan ke dalam memekku dan tidak lama sudah menekan apa yang
dicarinya. Lumatan bibirnya di Putingku makin ganas. Aku berusaha mengulingkan badannya
tetapi ditahannya.

“Aaagh..”, aku memekik-mekik.
Diciuminya lagi bibir dan leherku. Penisnya makin membesar dan mengganjal di atas perutku.
Diangkatnya pantatnya sedikit dan akupun mengerti apa yang harus kulakukan. Kukocok
penisnya sampai keras sekali dan kukangkangkan pahaku lebar-lebar. Diarahkannya penisnya
ke memekku dan
“Masukin bang…Cepaat!,” pintaku sambil semakin melebarkan pahaku.

Didorongnya penisnya memasuki memekku, digerakkannya penisnya pelan-pelan dan semakin lama
semakin cepat. Memekku makin lembab, namun tidak sampai becek. Akulangsung mengerang hebat
merasakan hunjaman penisnya yang keras dan bertubi-tubi. Tanganku mencengkeram pinggulnya.
Gerakan maju-mundurnya kuimbangi dengan memutar-mutarkan pinggulku, semakin lama gerakan
kami semakin cepat. Aku semakin sering memekik dan mengerang. Tanganku kadang memukul-
mukul punggungnya. Kepalaku mendongak ketika dia menarik rambutku dengan kasar dan
kemudian dikecupnya leherku dan digigitnya bahuku.

Setelah beberapa lama aku minta untuk di atas. Dengan cepat kami berguling. Tak berapa
lama kemudian penisnya sudah terbenam di liang memekku. aku menaikturunkan pantatku dengan
posisi jongkok. Aku seperti penunggang kuda yang sedang memacu kudanya dalam lembah
kenikmatan mendaki menuju puncak. Tubuhku naik turun dengan cepat dan dia mengimbangi
dengan putaran pinggulnya, sementara toketku yang tegak menantang diremas-remas dengan
tangannya. Gerakan kami makin cepat, eranganku makin hebat. Dia duduk dan memeluk
pinggangku. Kami berciuman dalam posisi aku duduk berhadapan di pangkuannya. Dia bebas
mengeksplorasi tubuhku dengan tangan dan bibirnya.

“Aaagghh.. bang..,” teriakku.
Dia membalikkan tubuhku kebawah dan langsung digenjot dengan tempo tinggi dan menghentak-
hentak. Nafas kami semakin memburu. Dia mengganti pola gerakan. Dia cabut penisnya trus
dimasukkan kembali setengahnya. Demikianlah dia lakukan berulang-ulang sampai beberapa
hitungan dan kemudian dihempaskannya pantatnya dalam-dalam. Aku setengah terpejam sambil
mulutku tidak henti-hentinya mengeluarkan desahan seperti orang yang kepedasan. Pinggulku
tidak berhenti bergoyang dan berputar semakin menambah kenikmatan. Lubang memekku yang
memang sempit ditambah dengan gerakan memutar dari pinggulku membuat dia semakin bernafsu.

Ketika dihunjamkannya seluruh penisnya ke dalam memekku, aku pun menjerit tertahan dan
wajahku mendongak. Dia menurunkan tempo dengan membiarkan penisnya tertanam di dalam
memekku tanpa menggerakkannya. Dia mencoba memainkan otot penisnya. Terasa penisnya
mendesak dinding memekku dan sedetik kemudian ketika dia melepaskan kontraksinya,
kurasakan memekku meremas penisnya. Demikian saling berganti-ganti. Permainan kami sudah
berlangsung beberapa saat. Kedua kakiku diangkat dan ditumpangkan di pundaknya. Dengan
setengah berdiri di atas lutut dia menggenjotku. Kakiku diusap dan diciumnya lipatan
lututku. Aku mengerang dan merintih-rintih. Dia memberi isyarat kepadanya untuk menutup
permainan ini. Akupun mengangguk.

Kamipun berpelukan dan bergerak liar tanpa menghiraukan keringat kami yang bercucuran.
Gerakan demi gerakan, pekikan demi pekikan telah kami lalui. Dia semakin cepat
menggerakkan pantatnya. Aku menjambak rambutnya dan membenamkan kepalaku ke dadanya,
betisku segera menjepit erat pahanya. Badanku menggelepar-gelepar, kepalaku menggeleng ke
kiri dan ke kanan, tanganku semakin kuat menjambak rambutnya dan menekan kepalanya lebih
keras lagi. Dia pun semakin agresif memberikan kenikmatan kepada aku yang tidak henti-
hentinya menggelinjang sambil mengerang.

“Aaahh.. Ssshh.. Ssshh” Gerakan tubuhku semakin liar.
“Ouoohh nikmatnyaa.. Risma ingin segera sampai..” Dia juga merasa ada sesuatu yang
mendesak-desak di dalam penisnya ingin keluar.
“Ouuwww..!” Dia mengangkat pantatnya, berhenti sejenak mengencangkan ototnya dan segera
menghunjamkan penisnya keras-keras ke dalam memekku.
Tubuhku mengejang dan jepitan kaki kuperketat, pinggulku naik menjambut penisnya. Sejenak
kemudian memancarlah pejunya di dalam memekku, diiringi oleh jeritan tertahan dari mulut
kami berdua.

“Awww.. Aduuh.. Hggkk” Kami pun terkulai lemas dan tidak berapa lama sudah tidak ada suara
apapun di dalam kamar. Tangannya memeluk erat tubuhku dengan mesra. lemes banget badanku
setelah melalui percumbuan yang sangat panjang, tapi nikmatnya bangetz.

Category: SEDARAH Tags: , , , , ,
VIP579 SLOT258 SLOT161 FASTBET99 STARBET99 HOKIBET99 NEXIABET