Saat itu aku sedang ada permasalahan antara pacarku dimana aku sudah putusin dia karena tingkahnya yang menjengkelkan, dan waktu pacaranku hanya bertahan 2 tahun, waktu di masa mahasiswa aku ikut ngekos bersama kakakku yang mana disini aku cowok sendiri, aku berniatan untuk mencari tempat lain yang bisa menenangkanku, tapi kakaku tidak menginjinkanku untuk pindah tempat.
Ada satu di antara mereka telah jadi dosen namun di Kampus lain, Ibu Indah namanya. Kita semuanya memanggilnya Ibu maklum telah usia 40 th. namun belum juga menikah. Ibu Indah ajukan pertanyaan, “Eh, anda belakangan ini kok kerap ngelamun sih, ngelamunin apa yok? Jangan-jangan ngelamunin yang itu.. ”
“Itu apanya Bu? ” tanyaku. Memanglah dalam kesehari-harianku, ibu Indah tahu lantaran saya kerap juga sharing sama dia lantaran dia telah kuanggap lebih tua serta tahu beberapa hal. Saya mulai narasi, “Tahu tidak permasalahan yang kuhadapi? Saat ini saya baru putus sama pacarku”, kataku.
“Oh.. gitu ceritanya, pantesan saja dari minggu tempo hari murung saja serta kerap ngalamun sendiri”, kata Ibu Indah. Demikian dekatnya saya sama Ibu Indah hingga satu saat saya alami peristiwa ini. Tak tahu mengapa saya tak berniat telah mulai ada perhatian sama Ibu Indah. Saat itu tepatnya siang-siang semua pada kuliah, saya tengah sakit kepala jadinya saya bolos dari kuliah.
Siang itu pas jam 11 : 00 siang waktu saya bangun, eh agak sedikit heran kok masihlah ada orang dirumah, umumnya bila siang-siang bolong begini telah pada tidak ada orang dirumah namun kok hari ini sepertinya ada rekan dirumah nih. Saya pergi ke arah dapur.
“Eh Ibu Indah, tidak ngajar Bu? ” tanyaku.
“Kamu kok tidak kuliah? ” bertanya dia.
“Habis sakit Bu”, kataku.
“Sakit apa sakit? ” goda Ibu Indah.
“Ah.. Ibu Indah dapat aja”, kataku. “Sudah makan belum? ” tanyanya. “Belum Bu”, kataku. “Sudah Ibu Masakin saja sekalian sama anda ya”, tuturnya. filmbokepjepang.net Dengan cekatan Ibu Indah memasak, kita juga segera makan berdua sembari bercakap ngalor ngidul beberapa hingga kita mengulas narasi yang Kukira Ibu Indah nggak suka yang namanya cerita seks, eh tau-taunya dia membalas dengan cerita yang lebih hot lagi. Kita pun sudah semakin jauh ngomongnya.
Tepat saat itu aku ngomongin tentang perempuan yang sudah lama nggak merasakan hubungan dengan lain jenisnya. “Apa masih ada gitu keinginannya untuk itu?” tanyaku.
“Enak aja, emangnya nafsu itu ngenal usia gitu”, katanya. “Oh kalau gitu Ibu Indah masih punya keinginan dong untuk ngerasain bagaimana hubungan dengan lain jenis”, kataku.
“So pasti dong”, katanya.
“Terus dengan siapa Ibu untuk itu, Ibu kan belum kawin”, dengan enaknya aku nyeletuk. “Aku bersedia kok”, kataku lagi dengan sedikit agak cuek sambil kutatap wajahnya.
Ibu Indah agak merah pudar entah apa yang membawa keberanianku semakin membludak dan entah kapan mulainya aku mulai memegang tangannya.
Dengan sedikit agak gugup Ibu Indah kebingungan sambil menarik kembali tangannya, dengan sedikit usaha aku harus merayu terus sampai dia benar-benar bersedia melakukannya. “Okey, sorry ya Bu, aku sudah terlalu lancang terhadap Ibu Indah”, kataku.
“Nggak, aku kok yang salah memulainya dengan meladenimu bicara soal itu”, katanya. Dengan sedikit kegirangan, dalam hatiku dengan lembut kupegang lagi tangannya sambil kudekatkan bibirku ke dahinya.
Dengan lembut kukecup keningnya. Ibu Indah terbawa dengan situasi yang kubuat, dia menutup matanya dengan lembut.
Juga kukecup sedikit di bawah kupingnya dengan lembut sambil kubisikkan, “Aku sayang kamu, Ibu Indah”, tapi dia tidak menjawab sedikitpun. Dengan sedikit agak ragu juga kudekatkan bibirku mendekati bibirnya. Cup.. dengan begitu lembutnya aku merasa kelembutan bibir itu.
Aduh lembutnya, dengan cekatan aku sudah menarik tubuhnya ke rangkulanku, dengan sedikit agak bernafsu kukecup lagi bibirnya.
Dengan sedikit terbuka bibirnya menyambut dengan lembut. Kukecup bibir bawahnya, eh.. tanpa kuduga dia balas kecupanku. Kesempatan itu tidak kusia-siakan. Kutelusuri rongga mulutnya dengan sedikit kukulum lidahnya.
Kukecup, “Aah.. cup.. cup.. cup..” dia juga mulai dengan nafsunya yang membara membalas kecupanku, ada sekitar 10 menitan kami melakukannya, tapi kali ini dia sudah dengan mata terbuka.
Dengan sedikit ngos-ngosan kayak habis kerja keras saja. “Aah.. jangan panggil Ibu, panggil Indah aja ya! Kubisikkan Ibu Indah, “Indah kita ke kamarku aja yuk!”.
Dengan sedikit agak kaget juga tapi tanpa perlawanan yang berarti kutuntun dia ke kamarku. Kuajak dia duduk di tepi tempat tidurku.
Aku sudah tidak tahan lagi, ini saatnya yang kutunggu-tunggu. Dengan perlahan kubuka kacing bajunya satu persatu, dengan lahapnya kupandangi tubuhnya.
Ala mak.. indahnya tubuh ini, kok nggak ada sih laki-laki yang kepengin untuk mencicipinya. Dengan sedikit membungkuk kujilati dengan telaten. Pertama-tama belahan gunung kembarnya.
“Ah.. ssh.. terus Ian”, Ibu Indah tidak sabar lagi, BH-nya kubuka, terpampang sudah buah kembar yang montok ukuran 34 B.
Kukecup ganti-gantian, “Aah.. ssh..” dengan sedikit agak ke bawah kutelusuri karena saat itu dia tepat menggunakan celana pendek yang kainnya agak tipis dan celananya juga tipis, kuelus dengan lembut,
“Aah.. aku juga sudah mulai terangsang. Kusikapkan celana pendeknya sampai terlepas sekaligus dengan celana dalamnya, hu.. cantiknya gundukan yang mengembang.
Dengan lembut kuelus-elus gundukan itu, “Aah.. uh.. ssh.. Ian kamu kok pintar sih, aku juga sudah nggak tahan lagi”, sebenarnya memang ini adalah pemula bagi aku, eh rupanya Indah juga sudah kepengin membuka celanaku dengan sekali tarik aja terlepas sudah celana pendek sekaligus celana dalamku.
“Oh.. besar amat”, katanya. Kira-kira 18 cm dengan diameter 2 cm, dengan lembut dia mengelus zakarku, “Uuh.. uh.. shh..” dengan cermat aku berubah posisi 69, kupandangi sejenak gundukannya dengan pasti dan lembut.
Aku mulai menciumi dari pusarnya terus turun ke bawah, kulumat kewanitaannya dengan lembut, aku berusaha memasukkan lidahku ke dalam lubang kemaluannya, “Aah.. uh.. ssh.. terus Ian”, Indah mengerang. “Aku juga enak Indah”, kataku. Dengan lembut di lumat habis kepala kemaluanku, di jilati dengan lembut,
“Assh.. oh.. ah.. Indah terus sayang”, dengan lahap juga kusapu semua dinding lubang kemaluannya,
“Aahk.. uh.. ssh..” sekitar 15 menit kami melakukan posisi 69, sudah kepengin mencoba yang namanya bersetubuh. Kurubah posisi, kembali memanggut bibirnya. Sudah terasa kepala kemaluanku mencari sangkarnya.
Dengan dibantu tangannya, diarahkan ke lubang kewanitaannya. Sedikit demi sedikit kudorong pinggulku,
“Aakh.. sshh.. pelan-pelan ya Ian, aku masih perawan”, katanya. “Haa..” aku kaget, benar rupa-rupanya dia masih suci. Dengan sekali dorong lagi sudah terasa licin.
Blesst, “Aahk..” teriak Indah, kudiamkan sebentar untuk menghilangkan rasa sakitnya, setelah 2 menitan lamanya kumulai menarik lagi batang kemaluanku dari dalam, terus kumaju mundurkan. Mungkin karena baru pertama kali hanya dengan waktu 7 menit Indah..
“Aakh.. ushh.. ussh.. ahhkk.. aku mau keluar Ian”, katanya. “Tunggu, aku juga sudah mau keluar akh..” kataku.
Tiba-tiba menegang sudah lubang kemaluannya menjepit batang kemaluanku dan terasa kepala batang kemaluanku disiram sama air surganya, membuatku tidak kuat lagi memuntahkan..
“Crot.. crot.. cret..” banyak juga air maniku muncrat di dalam lubang kemaluannya. “Aakh..” aku lemas habis, aku tergeletak di sampingnya. Dengan lembut dia cium bibirku,
“Kamu menyesal Ian?” tanyanya. “Ah nggak, kitakan sama-sama mau.” Kami cepat-cepat berberes-beres supaya tidak ada kecurigaan, dan sejak kejadian itu aku sering bermain cinta dengan Ibu Vivien hal ini tentu saja kami lakukan jika di rumah sedang sepi, atau di tempat penginapan apabila kami sudah sedang kebelet dan di rumah sedang ramai.
Sejak kejadian itu pada diri kami berdua mulai bersemi benih-benih cinta, dan kini Ibu Vivien menjadi pacar gelapku.