Suamiku sering pulang pergi dari Taiwan ke Indonesia dan selalu singgah ke Singapore sebelum ke Jakarta, hal ini dikarenakan dirinya bekerja di Taiwan apalagi dia tidak begitu bisa dalam bercakap-cakap bahasa Indonesia sehingga di dalam kehidupan pernikahan kami, kami selalu menggunakan bahasa mandarin atau bahasa Inggris, sehingga anak kami yang bernama Melinda mengusai 3 bahasa.
Jason adalah nama suamiku dan aku sangat menyayanginya. Dia selalu pulang ke Jakarta setiap 2 minggu sekali tetapi walaupun demikian, aku tidak merasa kesepian dan tidak ada keinginan untuk melakukan affair dengan laki-laki lain walaupun percaya atau tidak.
Banyak teman laki-lakiku di sini sering mengajakku kencan dan ada juga yang mengajak bercinta secara terang-terangan sewaktu suamiku tidak ada di Indonesia, tetapi aku selalu menolaknya dengan berbagai alasan karena aku sangat menyayanginya.
Suatu hari di malam hari (beberapa hari yang lalu), aku baru saja menyajikan makan malam untuk Melinda dan untuk diriku sendiri. Melinda melahap masakan buatanku yang menjadi salah satu kegemarannya sehingga membuat tubuhnya semakin gemuk.
Sewaktu kami sedang makan, tiba-tiba telepon berdering dan saya menunda makan malam saya untuk menerima telpon tersebut. Ternyata, orang di telepon itu adalah suamiku sendiri yang mengatakan bahwa malam ini dia berada di Taiwan airport berBuna teman bisnisnya.
Dia berkata bahwa dia kangen sekali untuk bercinta denganku dan dia berkata bahwa setelah bisnisnya di Taiwan selesai, dia akan langsung ke Jakarta untuk bercinta denganku. Percakapan 30 menit kami terpaksa berhenti karena adanya suara wanita di latar belakangnya bahwa dia mesti “boarding” karena pesawat akan diberangkatkan. Dengan perasaan sedih dan kesal, aku terpaksa mengakhiri percakapan kami. filmbokepjepang.com
Aku mendadak menangis dan merasa lemas di seluruh badan, kemudian aku tidak ingat apa-apa setelah itu. Setelah aku sadar dari pingsanku, adik perempuanku yang meneleponku tadi berada di sisiku berBuna suaminya dan anakku.
Melihat mereka, aku menjadi menangis kembali dan mereka menyarankan agar aku pergi ke Taiwan saat itu juga, aku mengiyakan mereka dan setelah aku siap, aku langsung pergi ke Airport dengan menggunakan taksi sementara adikku dan suaminya menemani Melinda untuk beberapa hari selama aku pergi ke Taiwan.
Selama perjalanan, aku tidak henti-hentinya menangis di dalam hati karena aku tidak mau orang-orang di sekitarku tahu bahwa aku sedang menangis. Akhirnya aku Bunpai juga di Taiwan dan aku langsung mencari kantor Singapore Airline dan mencari orang yang mengetahui secara jelas apa yang terjadi dalam insiden tersebut dan mengkorfimasikan pada mereka bahwa suamiku adalah salah satu korban di dalam kecelakaan tersebut.
Setelah aku mengidentifikasi jenazah suamiku yang sudah tidak berbentuk lagi, aku duduk seorang diri di salah satu bangku dan badanku lemas semuanya. Aku masih bengong saja dan tak tahu mesti berbuat apa apa setelah mengidentifikasikan jenazah suamiku Bunpai seseorang pria Taiwan menegurku. Setelah kami bercakap-cakap, aku mengetahui bahwa laki-laki yang mengaku bernama Bun Yam ini kehilangan istri dan anaknya di dalam kecelakaan yang juga dialami oleh suamiku.
Aku juga semakin lama semakin tidak mengerti mengapa akhirnya aku akrab dengan Bun Yam yang baru saja kukenal. Dia mengajakku ke sebuah restaurant yang tidak jauh dari Chiang Khai Sekh Airport.
Kami saling bercakap-cakap mengenai kehidupan kami masing-masing dan Bun memesan 2 botol anggur merah dan kami berdua Buna-Buna meminum anggur merah yang dia pesan untuk menghilangkan kesedihan dan kedukaan yang kami alami masing masing.
Beberapa menit kemudian, Bun datang kembali ke ranjang di mana aku sedang berbaring karena aku melihatnya Bunar-Bunar dalam keadaan mabuk. Aku memperhatikan bahwa dia sedang membalut wajahku dengan kain yang sudah bercampur dengan es. Aku tahu bahwa dia ingin membuatku sadar dari perasaan mabuk dan teler akibat red wine itu.
Dikala Bun sedang melap wajahku dengan kain merah itu, aku langsung memeluk Bun tentunya dalam keadaanku yang masih tidak sadar. Saat itu, aku menyangka bahwa Bun adalah Wang Hui (suamiku) sehingga aku terus saja menciumnya dengan penuh nafsu dan sepertinya Bun ikut hanyut dalam ciumanku dan mulai menciumku dengan penuh mesra dan mungkin juga dia menganggap aku seperti istrinya yang telah meninggal.
Tanganku mulai turun dan mengelus kejantanannya yang telah mengeras seperti baja. Bun mulai menyambutnya dengan mencium seluruh wajahku seperti orang yang sudah lama tidak melakukan seks. Mulai dari keningku, kemudian hidung, dan akhirnya mulutku. Aku membalas ciumannya dan akhirnya kami French Kissing. Lidah kami bertemu dan bergelut.
Bun tidak peduli, dengan ganas dia dorong maju mundur jemarinya dan dangan keras dia jilati klitorisku. Aku mendapat orgasmeku yang aku sendiri tidak tahu itu yang keberapa. Batang kemaluannya yang sejak tadi keras dan online siap-siap dimasukkan lubang cintaku. Aku menciumnya Bunbil terus menyebut nama suamiku yang telah meninggal.
Setelah itu, aku langsung mengulum batang kemaluannya dan aku langsung meletakkan kemaluanku di atas wajahnya. Langsung saja kujilati. Dalam posisi 69 ini, kami saling memuaskan satu Buna lainnya.
Tak lama, aku merasa cairan wanitaku akan keluar.
“Jason, I’m cumming..” aku terus menyebut nama suamiku tanpa menyadari bahwa laki-laki yang sedang kusetubuhi adalah orang asing yang baru kukenal dalam 1 hari.
Kami sangat kecapaian dan berbaring sebentar. Rupanya Bun masih hot. Aku masih memegang-megang batang kemaluannya dan genggamanku mulai bergerak naik turun. batang kemaluannya yang masih belum kuat langsung saja berdiri tegap.
Aku duduk mengangkang dan mengendarai batang kemaluannya. Badanku naik turun berirama. Tangannya memainkan puting susuku yang mulai mengeras dalam pegangannya. Dia mulai mengerang dan berteriak,
“Enak!”. Pinggulku juga turut bergerak naik mengikuti irama Bun.
Tanda-tanda ejakulasi mulai muncul dan irama kami semakin lebih cepat.
“Ooh.. ooh..” Kami berdua mengerang berBunaan dan akhirnya aku merasakan otot-otot liang kewanitaanku mengeras dan cairan manisku tumpah ke atas batang kemaluannya. Pada saat itu juga batang kemaluannya menembakkan cairan laki-lakinya ke dalam liang kewanitaanku dan aku merasakan sensasi yang selalu kurindukan.
Kami berpakaian kembali. Kami berdua tidur berpelukan. Esok paginya, aku sungguh terkejut ketika melihat tubuhku yang dalam keadaan telanjang. Aku membangunkan Bun yang tidur Bunbil memeluk tubuhku dengan mesranya. Aku menanyakan apa yang terjadi dengan diri kami.
Bun menceritakan seluruh kejadian yang dialami oleh kami selama semalam dan aku langsung terkejut dan meninggalkan rumah Bun dengan berjuta penyesalan. Dengan beribu ribu penyesalan, aku langsung kembali ke Airport untuk menemui jenazah suamiku dan aku berharap dia mau memaafkan apa yang terjadi antara aku dengan orang yang baru saja kukenal, Bun Yam.