Aku Menikmati Tubuh Montok Dibalik Baju Fanny Aku adalah seorang pegawai disebuah bank swasta nasional dengan posisi yang lumayan tinggi untuk pria seumuranku. Umurku sendiri baru 30 tahun, tapi aku sudah menduduki posisi sebagai manager marketing, namaku Andri. Dengan posisi itu aku mendapat tekanan dalam pekerjaan yang terkadang membuatku stres, namun untuk melampiaskan itu semua aku selalu pergi keluar kota menenangkan pikiran bersama dengan istriku.
Entah mengapa beberapa minggu ini istriku kelihatan mudah sekali marah, sehingga ketika aku menginginkan pelepasan beban melalui sex sering kali gagal. Hal ini membuat konsentrasiku dalam pekerjaan sedikit terganggu. Memang bagi kita para lelaki, pelepasan sex selalu jalan pertama yang kita tempuh dalam mengurangi beban pikiran, bila tak tersalurkan maka akan mengganggu semangat dan pikiran kita. Dan hal itulah yang aku alami beberapa minggu belakangan.
Apalagi bulan-bulan ini adalah bulan menjelang hari raya tahun baru yang mana disemua bisnis baik itu besar maupun kecil meraup keuntungan sebesar-besarnya. Sedangkan ditempatku berada, keadaannya terbalik sehingga tekanan yang aku terima semakin berat dan membuatku terkadang harus melepaskan semua beban itu dengan melakukan onani dikamar mandi, karena istriku sendiri kelihatannya sedang bermasalah ditempat kerjanya.
Namun semua itu berakhir ketika hari itu, hari kamis. Dimana aku pulang kerumah seperti biasa menjelang pukul 19:00. Aku sampai dirumah, setelah memarkirkan mobilku, aku berjalan masuk dan bertemu dengan istriku yang juga baru pulang dari kerja. Kami berciuman dipipi sebentar lalu aku masuk kedalam kamar untuk berganti pakaian. Lalu akupun mandi untuk menyegarkan diri dari segala kepenatan yang melingkupiku. Usai mandi, diluar terdengar suara orang tertawa dan setelah aku keluar aku melihat teman wanita adik istriku datang berkunjung. Gadis itu bernama Fanny, yang tinggal beberapa rumah dari rumahku ini.
“Malam mas…?”, sapa Fanny padaku.
“Malam Fanny, pa kabar…?”, aku balik bertanya.
“Baiiiik banget mas. Emang gimana mas keadaan kantor? Kok kayaknya tegang banget gitu ya…?”, tanya Fanny padaku karena melihatku kusut meskipun telah selesai membersihkan diri.
“Gitu dech, namanya kantor pasti teganglah..”. Jawabku singkat.
Tak sengaja, aku mengamati Fanny yang masih menggunakan pakaian kerjanya. Ia tampak begitu cantik, apalagi Fanny merupakan sekretaris direksi disalah satu perusahan IT terkenal di Ibu kota. Namun semua itu aku kesampingkan.
Aku mendekati istriku yang kala itu sedang ganti pakaian, setelah selesai mandi. Aku peluk dia dari belakang dan mulai menciumi lehernya yang merupakan salah satu titik lemahnya, namun bukan gairah yang kudapatkan malah dampratan yang membuatku marah. Ia mendorongku dan mengatakan bahwa ia sedang tidak mood untuk melayaniku, maka akupun pergi dan duduk dihalaman rumah sambil merokok untuk menghilangkan emosi yang membara didalam hati.
Aku duduk menyendiri sambil menikmati bir yang aku bawa dari dalam sambil merokok. Menatap kelangit yang gelap, mencoba membayangkan bagaimanakah kehidupanku dimasa yang akan datang. Aku yang pada dasarnya adalah lelaki yang setia, tak sanggup berpikir bila harus berpisah dengan istriku, dan hidup menyendiri. Sungguh sebuah bayangan yang selalu kutepis.
Namun bayangan akan hal itu semakin mendekati kenyataan, semua itu didukung dengan kondisi istriku yang sedang naik daun dan pendapatan yang lebih besar dari padaku, atau mungkin ia telah mendapatkan teman pria yang lain. Pikiran-pikiran itulah yang selalu menghantuiku selama ini. Karena terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri hingga tak menyadari kehadiran Fanny yang duduk didepanku. Aku terkejut ketika Fanny memanggilku dengan cukup keras.
“Mas…!!!”.
“Eh ya, sori ga denger…?!”, kataku terkejut.
“Ih mas Andri, melamun terus tuh..?”, kata Fanny lagi.
“Iya, sory ya. Emang ada apa Fen..?”, tanyaku lagi padanya.
“Gpp mas, keliatannya mas Andri pusing banget, kusut gitu..?”.
“Biasalah banyak masalah…?!”.
“Emang Fanny bisa bantu apaan…?”, kata Fanny antusias.
Aku sempat terkejut mendengar pernyataan Fanny, namun aku segera menjawabnya,
“Ga usah, kok ga langsung pulang kenapa Fanny..?”, tanyaku balik.
“Hehehehe… dirumah ga ada orang, Fanny takut sendirian, pulangnya entar nunggu mama..”, kata Fanny malu-malu.
Setelah itu aku mengambil minumanku dan meminumnya, tapi ketika aku menoleh rok span Fanny tersingkap dan memperlihatkan kehalusan pahanya yang putih, membuatku langsung terangsang. Lalu aku kembali bersandar dan menyalakan kembali rokokku, mencoba menghilangkan semua gairah yang muncul tiba-tiba. Lalu istriku dan adiknya keluar dari dalam rumah dan berpamitan padaku untuk keluar sebentar mall, untuk belanja kebutuhan bulanan. Aku mengangguk, sementara adik iparku berbicara pada Fanny memintanya menunggu kalo mau, kalo tidak ikut aja. Sementara Fanny menjawab nunggu aja. Selesai itu istriku dan adiknya pergi meninggalkan rumah.
Aku berkata pada Fanny, kalo membutuhkanku aku berada didalam. Lalu aku pergi meninggalkan Fanny yang masih duduk diluar sambil bermain dengan HPnya. Aku masuk kedalam, tapi aku bersembunyi diruang tamu dekat gorden, untuk mengintip lebih dekat Fanny yang memang membelakangi gorden, sehingga akan tampak lebih jelas. Apalagi ketika Fanny melepas blazer bloush kerjanya yang memliki renda pada daerah kancing, dengan warna yang tidak terlalu terang tapi memperlihatkan keindahan tubuh mungil Fanny. Aku tak tahan lagi, maka akupun segera pergi meninggalkan ruang tamu dan menuju kamarku. Penisku sudah begitu tegangnya, tak lama kemudian terdengar suara panggian Fanny padaku,
“Mas..mas Andri…mas..?”.
“Apa Fanny..??”, tanyaku sambil membuka pintu kamarku.
“Mas, Fanny numpang minum ya..?”.
“Ya..?”, jawabku singkat.
Menatap nanar tubuh Fanny yang indah, apalagi saat itu ia tak memakai lagi blazernya, dengan bloush yang tipis sehingga menampakkan tubuh indah Bra warna biru yang tercetak jelas membuatku semakin tak dapat gairahku sendiri, mungkin tadi tak begitu terlihat karena tertutup blazernya, namun sekarang semua itu begitu indah dan menggoda.
Selesai minum, Fanny kembali menuju keruang makan dimana aku sudah menantinya. Kami bertemu dan Fanny pun tersenyum manis. Aku berdiri dihadapannya, lalu Fanny berjalan kembali disampingku. Ada kebimbangan didalam hati mengenai semua ini, antara gairah dan akal sehatku. Namun gairahku lah pemenangnya, maka dengan cepat tangan Fanny aku cekal, dan ia terkejut. Aku berbalik dan segera menarik Fanny kedalam dekapanku. Fanny tak melawan hanya menatap penuh rasa keterkejutan. Aku peluk Fanny dan mencium bibirnya lembut, namun penuh gairah.
Fanny tak melawan hanya pasrah, hingga pada akhirnya ia ikut terbawa oleh gairahnya sendiri dan membalas lumatanku. Tanganku tak berhenti begitu saja, meraba punggungnya, turun kebawah lalu meremas kuat bongkahan pantat yang bulat dan penuh milik Fanny semakin membuatku semakin terangsang. Penisku yang sangat tegang menempel keras pada perut Fanny, denyutan kuat penisku terasa begitu kuat diperut Fanny membuat Fanny pun ikut bergairah.
Tanganku bergerak semakin liar, menuju kebagian depan tubuh Fanny. Membuka kancing bloushnya satu persatu hingga terbuka semua, dan menyusup masuk kedalamnya, aku remas lembut payudara Fanny yang berukuran kira-kira 34 cup b itu. Setiap remasan yang aku lakukan Fanny mengerang disela ciumanku, membuatku semakin bergairah. Kemudian tanpa kusadari tangan Fanny bergerak menuju selangkanganku, membuka celanaku dan meremas lembut penisku yang sudah sangat tegang.
Beberapa saat kemudian, aku teringat bahwa yang kulakukan sekarang ini menyalahi aturan dan seketika itu juga aku melepaskan ciumanku dan juga remasanku pada payudara Fanny. Aku berjalan mundur sambil menatap penuh rasa bersalah pada Fanny yang sudah ikut terangsang oleh karenaku. Wajahnya memerah, dan nafasnya pun memburu seiring dengan gairah yang memuncak.
“Maaf..maafin…aku Fanny..maaf..”, kataku gugup.
“Maafin mas Andri, Fanny, maaf…”, kataku semakin kacau.
Namun tiba-tiba Fanny menyentuh bibirku dengan jarinya, dan berkata lembut,
“Gpp kok mas. Fanny tau kok…”, kata Fanny mencoba menenangkanku.
“Emang mas Andri lagi pengen banget ya…?”, tanya Fanny kembali.
“Iya, tapi ya udahlah, gpp. Maafin mas ya Fanny…?!”, kataku lagi.
“Mau ga Fanny bantuin…?”, kata Fanny pelan sambil menatapku tajam.
Aku terkejut dengan jawabannya. dan menatap Fanny seakan tak percaya dengan apa yang baru saja ia katakan. Fanny mendekatiku, lalu ia menarikku mendekat dan sambil berbisik ditelingaku, ia menciumku kemudian. Dengan lembut, hingga akhirnya akupun membalas ciumannya.
Tangan Fanny membimbing tanganku kearah dadanya, dan menempatkannya pada payudaranya, lalu membantu tanganku supaya meremas payudaranya sendiri. Aku lakukan, pertama dengan lembut lalu semakin kuat dan penuh nafsu. Kemudian, aku memeluk tubuh Fanny dengan erat. Ciumankupun turun pada leher jenjang Fanny. Desahan lembut keluar dari bibirnya, sementara tanganku membuka kait penahan bra Fanny, lalu menyingkapkannya dan tangankupun bersentuhan langsung dengan lembutnya payudara Fanny. Desahan Fanny berubah menjadi erangan penuh gairah.
“Aaahh..aahh..mas….oohh…..”, erang Fanny.
Tanpa melepas bloush kerjanya, aku menikmati kelembutan dan keindahan tubuh Fanny.
Waktu berlalu dan ciumankupun telah berubah pada payudaranya, erangan dan gelinjang tubuh Fanny semakin keras dan kuat. Apalagi posisinya sekarang telah duduk diatas pangkuanku dengan kaki terbuka lebar dan rok span yang tersingkap sampai pinggulnya. Ciuman dan jilatanku pada payudara Fanny membuatku mengerang semakin keras, apalagi ketika jariku menggosok vagina Fanny yang telah basah dan hanya ditutupi oleh celana dalam model thong miliknya yang telah basah kuyub oleh cairan kepuasannya.
“Aaah..aahh..mass..aahh….aahh…”, erang Fanny.
Setelah beberapa saat Fanny kembali mengerang panjang, dan aku langsung melumat bibirnya mencoba mengurangi keluarnya suara erangan kuat Fanny. Tubuh Fanny menggelinjang hebat sambil memelukku erat-erat. Tubuh kami berhimpitan ketat.
Setelah beberapa saat kemudian, Fanny telah tenang. Ia lepaskan pelukannya padaku, ia tersenyum manis dan berkata disela deru nafasnya,
“Hah..enak..banget..mas..hah..hah..enakk..bang et, kini giliran hah..hah..Fanny.”.
Ia berdiri dan kemudian menarik turun celana dalamku dan betapa terkejutnya dia ketika melihat penisku yang sudah sangat tegang berdiri dengan kokohnya, penisku yang berukuran sekita 15 cm tak begitu panjang namun diameternya yang gemuk membuatnya terlihat besar. Fanny memegangnya penuh rasa hati2 dan nafsu, setelah terpegang, Fanny mengocoknya perlahan dan membuatku yang sudah sagnat terangsang menjadi lebih mudah mencapai puncak gairahku. Eranganku mengeras seiring dengan kocokan Fanny pada penisku.
Fanny mengangkat tubuhnya dan sambil menyingkapkan celana dalam model thong miliknya aku tuntun penisku tepat berdiri tegak dibawah bibir vaginanya. Fanny menurunkan tubuhnya perlahan dan peniskupun membelah bibir vagina Fanny, rasa hangat dan basah serta denyutan kuat menyapa penisku, sungguh kenikmatan yang sudah lama aku cari dan damba. Dengan satu gerakan penisku terbenam dalam liang vagina Fanny, pijatan dan denyutan dinding vagina Fanny sangat nikmat,
“Aaahh..mas…aahh….enakk.bangett..aahhh”.
Setelah berdiam diri beradaptasi, Fanny lalu bergoyang dengan lembut maju mundur, memutar dan naik turun, sementara itu penisku bagaikan dipelintir dan dan dipijat lembut oleh dinding vagina Fanny, membuat hanya tak sampai 2menit sudah mengerang panjang.
“Aaahh..aahh.Fanny…..Fanny…aahh…aku..mauu..k eluarr..aahh..aahh..”, erangku.
“Aaahh..aahh..keluarrinn..keluariinn..mas..aahh..a ahh..enakkk.bangett..”.
Fannypun semakin memainkan tekniknya hingga akupun mengerang panjang, sambil memeluk tubuh Fanny penisku berkedut kuat memuntah sperma berkali2 dalam liang vagina Fanny. Fannypun semakin liar bergoyang diatas penisku. Sementara pijatan dan remasan dinding vagina Fanny semakin liar memberikan rasa nikmat yang tiada tara.
Rasa nikmat yang tiada tara itu kembali menguasaiku saat, setelah selesai mencpai puncaknya Fanny tak berhenti malah semakin liar bergoyang. Tiba-tiba Fanny memelukku erat disertai dengan gelinjang dan kejangan liar tubuhnya, kamipun berciuman panas. Sementara Fanny semakin kuat menekankan vaginanya hingga penisku terbenam seluruhnya. Rasa nikmat itu memang amat sangat.
Kami berpelukan beberapa saat sampai semua itu mereda, dan Fanny yang pertama melepaskan pelukannya dan sambil memegang wajahku, ia berkata,
“Mas..hah..hah..enak banget. Makasih mas, enak banget rasanya…hah..hah..”.
“Iya, aku juga enak. Makasih Fanny, enak banget. Mas puas banget..”.
“Hihihihi…mas Andri nakal juga ya.”, kata Fanny yang berdiri, lalu membetulkan kembali celana dalamnya dan kemudian ia bersimpuh dihadapanku.
Ia pegang penisku yang masih tegang itu dan mengelusnya, lalu menjilatinya dari buah pelirku sampai dengan kepala penisku.
“Ahh..enak Fanny, enak..ahh.. Maaf ya tadi aku keluar duluan…?”, kataku.
“Emmhh..gpp mas, kalo mas keluar lagi juga gpp kok.”, kata Fanny yang kemudian mengulum penisku.
Ia menjepitnya dengan bibir tipisnya dan menaik turunkan kepalanya sementara itu lidahnya menjilati kepala penisku dan juga Fanny melakukan hisapan lembut pada penisku. Perpaduan dari semua itu sangat memberikan kenikmatan padaku. Fanny melepaskan kulumannya dan kembali mengocok penisku dengan lembut, lalu mengulumnya kembali, akupun mengerang2 keenakan. Fanny melakukan itu berulang kali, dan pada menit ketiga aku mengerang keras, dan peniskupun mengembang semakin besar dan tiba-tiba penisku menyemprtokan sperma didalam mulut Fanny, Fanny yang mengetahui gejala aku mendapatkan puncak kenikmatanku tak melepaskan kulumannya malah semakin kuat menghisapnya.
“Aaah..aahh..Fanny..ohh…Fanny…aahhh..croot.c roott..aaahhh..”.
Beberapa kali semprotan didalam rongga mulut Fanny, hingga ada beberapa tetes spermaku yang keluar disela bibir tipisnya yang sedang mengulum penisku. Fanny melepaskan kulumannya dan sambil bersimpuh ia menelan spermaku yang memenuhi mulutnya. Setelah itu Fanny aku bantu berdiri dan ia membenahi dirinya yang acak-acakan, mulai dari bloush blazer kerjanya sampai dengan roknya.
Beberapa saat setelah itu, Fanny telah selesai berbenah dan kembali duduk dihalaman depan bersama denganku.
“Fanny, ga kekamar mandi…?”, tanyaku padanya.
“Gpp mas, Fanny baik2 aja kok. Makasih ya mas..?!”, ucap Fanny padaku.
“Iya sama-sama…”, jawabku sambil menundukkan kepala.
Tepat setelah itu, istriku dan adiknya pulang dari mall dekat rumah. Dan suasana rumah kembali ramai seperti biasa.
Tapi yang berbeda adalah suasana hatiku yang telah mendapatkan kepuasan dari Fanny, teman adik iparku sendiri. Fanny terlihat agak kusut dengan keringat yang mulai bermunculan disekujur tubuhnya, sementara bekas spermaku yang sempat mengenai payudaranya pun tak dibersihkan. Tak ada yang berubah, hanya berkurangnya beban hati saja.