Cerita ini berawal saat aku pulang kerja sekitar jam 11 malam, mobilku menabrak seorang anak yang digandeng ibunya sedang menyeberang jalan. Untung saja aku cepat menginjak rem sehingga anak itu lukanya tidak parah hanya sedikit saja dibagian pahanya. Ke Shinta aku tawarkan untuk ke rumah sakit, Ibu itu menolak dan katanya lukanya tidak parah.
“Nggak usah den, si Leni nggak usah diantar”.
“Kenapa Leni, inikan sudah malam, nggak apa-apa Leni aku antar ya?”.
Si Leni ini tidak menjawab pertanyaanku dan hanya menunduk lesu dan ke Shinta dia mau menjawab, dari arah ujung trotoar mencul anak kecil sambil membawa bekicot.
“Ini Leni bekicotnya, biar luka Mbak Shinta cepat sembuh”.
Ibu itu menerima bekicot dari gadis itu, memecahnya dibagian ujung dan mengoleskannya diluka gadis yang ternyata namanya Shinta. Tapi, Setelah selesai mengoleskan, si Leni itu mengandeng Shinta dan adiknya mau pergi. Sebelum melangkah jauh, aku hadang dan berusaha untuk mengantarnya pulang.
“Si Leni mau pulang.., aku antar ya Leni, kasihan Shinta jalannya pincang”.
“Ngaak usah den, si Leni..”.
“Kenapa Leni, nggak sungkan-sungkan, ini kan sudah malam, kasihan Shinta, Leni..”.
“Si Leni ini nggak punya rumah den, si Leni cuma gelandangan”.
Aku sempat benggong mendengar jawaban si Leni ini, akhirnya aku putuskan untuk mengajaknya ke rumahku walaupun hanya untuk malam ini saja. Terus terang aku kasihan kepada mereka.
“Ya sudah Leni, kamu dan kedua anakmu itu malam ini boleh tidur dirumahku”.
“Tapi non..”.
“Sudahlah Leni, ini juga kan untuk menebus kesalahanku karena menabrak Shinta”.
Dari informasi yang aku dapatkan didalam mobil selama perjalanan pulangp, si Leni ini ternyata ditinggak suaminya saat mengandung adiknya Shinta, yang akhirnya aku ketahui namanya Intan.
Si Leni ini yang ternyata namanya Inem, usianya sekitar 42 tahun, dan anaknya si Shinta umurnya 14 tahun sedangkan Intan baru 11 tahun. Shinta sempat lulus SD, sedangkan Intan hanya sempat menikmati bangku SD kelas 4.
Setelah sampai dirumah, Leni Inem dan kedua anaknya langsung aku suruh mandi dan makan malam. Ternyata si Leni, Shinta dan Intan tidak membawa baju ganti sehingga setelah mandi baju yang dipakainya ya tetap yang tadi.
Padahal baju yang dipakai ketigany sudah tidak layak untuk dipakai lagi. Si Leni memakai daster yang lusuh dan sobek disana-sini sedangkan Shinta dan Intan sama saja lusuh dan penuh jahitan disana sini.
Besok yang kebetulan hari minggu, aku memang mempunyai rencana membelikan baju untuk mereka bertiga. Aku memang tipe orang yang nggak bisa melihat ada orang lain menderita. Kata temen-temen sih, aku termasuk orang yang memiliki jiwa sosial yang tinggi.
“Shinta dan juga kamu Intan makan yang banyak ya.. biar cepet gede..”.
“Inggih Non.., boleh nggak kalau Intan habiskan semuanya, karena Intan sudah 2 hari nggak makan”.
“Boleh nduuk.., Intan dan Shinta boleh makan sepuasnya disini”.
Mulai dari sinilah awal dari petualangan seksku. Setelah acara makan malam selesai, ketiganya aku suruh tidur di kamar belakang. Sekitar jam 1 malam setelah aku selesai nonton acara TV yang membosankan, aku menuju kekamar belakang untuk meneggok keadaan mereka.
Ke Shinta aku masuk kekamar mereka, jantungku langsung berdeguk cepat dan keras saat aku melihat daster Leni Inem yang tersingkap sampai ke pinggang. Ternyata dibalik daster itu, Leni inemku ini memiliki paha yang betul-betul mulus dan dibalik CD nya yang lusuh dan sobek dibagian depannya terlihat dengan jelas jembutnya yang tebal dan hitam. Pikiranku langsung melayang dan kontolku yang masih perjaka ini langsung berontak.
Setelah agak tenang, tanganku langsung bergerilnya mengelus paha mulus Leni inemku ini. Setelah puas mengelus pahanya, aku mulai menjilati ujung paha dan berakhir dipangkal pahanya. Aku sempat mau muntah ke Shinta mulai menjilati klitorisnya.
Di depan tadi kan aku sudah bilang kalau CD Leni ku ini sobek dibagian depan.., jadi clitnya terlihat dengan jelas. Sedangkan yang bikin aku mau muntah adalah bau CDnya. Ya.. mungkin sudah berhari-hari tidak dicuci.
Setelah sekitar 13 menit aku jilati clitnya dan ternyata Leni inemku ini tidak ada reaksi.. ya mungkin terlalu capek shingga tidurnya pulas banget, aku mulai keluarkan kontolku dan mulai aku gesek-gesekkan di clitnya.
Aku tidak berani melapas CDnya takut dia bangun. Ya.. aku hanya berani mengocok kontolku sambil memandangi clit dan juga teteknya. Ternyata Leni inemku ini tidak memakai BH sehingga puting payudaranya sempat menonjol di balik dasternya. Aku tidak berani untuk memeras teteknya karena takut Leni Inem akan bangun.
Sedang asyik-asyiknya aku mengocok kontolku, si Shinta bangun dan melihat ke arahku. Shinta sempat mau teriak dan untung saja aku cepat menutup mulutnya dan memimta Shinta untuk diam. Setelah Shinta diam, berhubung aku sudah tanggung, terus saja aku kocok kontolku.
Shinta yang masih terduduk lemas karena ngantuk, tetap saja melihat tangan kiriku yang mengocok kontolku dan tangan kananku mengusap-usap paha mulus ibunya. Sambil melakukan aktivitasku, aku pandangi si Shinta, gadis kecil yang benar-benar polos, dan aku lihat sesekali Shinta melihat mataku terus berpindah ke paha ibunya yang sedang aku elus-elus berulangkali. Setelah sekitar 8 menit berlalu, aku tidak tahan lagi, dan akhirnya “.. croot.. crrott.. croot..” ada 6 kali aku menembakkan pejuhku ke arah clit Leni inemku ini.
Saat aku keluarkan pejuhku, si Shinta menutup matanya sambil memeluk kedua kakinya. Pada saat itulah aku tanpa sengaja melihat pangkal pahanya dan ternyata.., Shinta ku ini tidak memakai CD. Saat aku sedang melihat memeknya Shinta, dia bilang..
“Non.. kenapa pipis di memeknya si Leni”. aku sendiri sempat kaget mendengarnya.
“Nduuk.. itu biar ibumu tidur nyenyak..”.
“Non.. Shinta kedingingan.., Shinta mau pipis.. tapi Shinta takut ke kamar mandi..”.
“Ya.. sudah Nduk.. ayo aku antar ke kamar mandi”.
Shinta kemudian aku ajak pipis ke toilet di kamar tidurku. Aku sendiri juga pengen pipis, terus Shinta aku suruh jongkok didepanku. Shinta kemudian mengangkat roknya dan.. suur.. banyak sekali air seni yang keluar dari memeknya.
Aku sendiri hanya sedikit sekali kencingku. Setelah acara pipisnya selesai, Shinta aku gendong dan aku dudukkan di pinggir ranjangku. Lalu aku peluk dan aku belai lembut rambut panjangnya yang sampai ke pinggang.
“Non.. Shinta belum cebok.. nanti memeknya Shinta bau lho.. Non..”.
“Nggak apa-apa Nduk.. biar nanti Non yang bersihin memeknya Shinta.. Shinta bobok disini ya.. sama non mu ini..”.
Kemudian Shinta aku angkat dan mulai aku baringkan di ranjang empukku ini. Tangganku mulai aktif membelai rambutnya, pipinya, bibirnya.. dan juga payudaranya yang lumayan montok. Pada saat tanganku mengelus pahanya..
“Non.. kenapa mengusap-usap kaki Shinta yang lecet..”.
“Oh iya Nduk.. Non lupa..”.
Tahu sendirilah, aku memang benar-benar sudah horny untuk mencicipi Shinta, gadis kecilku ini. Bayangkan pembaca, disebelahku ada gadis 14 tahun yang begitu polos, dan dia diam saja ke Shinta tanganku mengelus-elus seluruh tubuhnya.
Pembaca.. gimana udah belum ngebayanginya.. udah belum..! udah yaa.. aku terusin ceritanya.
Kemudian aku jongkok diantara kakinya dan mulailah aku singkap rok yang dipakai Shinta sampai ke pinggang. Sekarang terpampanglah dihadapanku seorang gadis kecil usia 14 tahun denga bibir kemaluan yang masih belum ditumbuhi bulu.
Setelah pahanya aku kangkangkan, terpangpanglah segaris bibir memek yang dikanan-kirinya agak mengelembung.., eh maksudku tembem. Dengan jari telunjuk dan Ibu jari aku berusaha untuk menguak isi didalamnya. Dan ternyata.. isinya merah muda, basah karena ada sisa pipisnya yang tadi itu lho dan juga agak mengkilap.
Tangankupun mulai mengelus memek keperawanannya, dan sesekali aku pijit, pelintir dan aku tarik-tarik clitorisnya. Ake sendiri heran clitnya Shinta ku ini ukurannya nggak kalah sama ibunya.
“Aduuh.. Non.. memeknya Shinta diapain.. Non..”.
“Tenang Nduk.. nggak apa-apa.. Non mau nyembuhin luka kamu kok.. Shinta diam saja yaa..”.
“Inggiih.. Non..”.
Setelah Shinta tenang, akupun mulai menjilati memeknya dan memang ada rasa dan bau pipisnya Shinta.
“Non.. jangaan.. Shinta malu, Non.. memek Shinta kan bau..”.
Aku bahkan sempat memasukkan jariku ke liang perawannya dan mulai aku kocok-kocok dengan pelan. Shinta pun mulai menggelinjang dan mengangkat-angkat pantatnya.
Aku pun mulai menyedot memeknya Shinta dengan kuat dan aku lihat Shinta menggigit bibir bawahnya sambil kepalanya digoyang kekanan kiri.
“Non.. geli Non… memeknya Shinta diapain sih Non..”.
Akupun tidak peduli dengan keadaan Shinta yang kakinya menendang-nendang dan tangannya mencengkeram seprei ranjangku sampai sobek disana sini. Dan akhirnya..
“Non.. sudah Non.. Shinta mau pii.. piis dulu Non..”.
Dan tidak lama kemudian “Ssuur.. suur.. suur..”
Banyak sekali cairan hangatnya membanjiri mulutku. Aku berusaha sekuat tenaga untuk menelan semua cairan memeknya yang mungkin baru pertama kali ini dikeluarkannya.
Setelah kujilati dan kuhisap sampai bersih, akupun tiduran disebelahnya dan kurangkul Shinta ku ini.
“Non.. maafin Shinta ya.. Shinta tadi pipis di mulutnya Non.. pipis Shinta bau ya Non..”.
“Nggak apa-apa Nduk.. tapi Shinta harus dihukum.. karena udah pipis dimulut Non..”
“Shinta mau dihukum apa saja Non.. asalkan Non nggak marahin Shinta..”.
“Hukumannya, Shinta gantian minum pipisnya Non.. mau nggak..”.
“Iya Non..”.
Akhirnya aku keluarkan kontolku yang sudah tegang. Begitu kontolku sudah aku keluarkan dari CDku, Shinta yang masih terlalu polos itu menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Aku lihat wajah Shinta agak memerah. Setelah aku lepaskan kedua tangannya, aku sodorkan kontolku kedepan wajahnya dan aku suruh Shinta untuk memegangnya.
“Nduk.. ayo dipegang dan dielus-elus..!.
“Inggih Non.. tapi Shinta malu Non.. Shinta takut Non..”.
“Nggak apa-apa Nduk.. ini nggak nggigit kok.. ini namanya kontol Nduk..”.
Kemudian gadis kecilku ini mulai memegang, mengurut, meremas dan kadang-kadang diurut.
“Nduk.. kontolnya Non mu ini diemut ya..”.
“Tapi Non.. Shinta takut Non.. Shinta jijik Non..”.
“Nggak apa-apa Nduk.. diemut saja seperti saat Shinta ngemut es krim.. ayo nanti Shinta Non kasih es krim.. mau ya..”.
“Benar Non.. nanti Shinta dikasih es krim..”.”Iya Nduk..”.
Shinta pun jongkok diantara pahaku dan mulai memasukkan kontolku ke mulutnya yang mungil. Agak susah sih, bahkan kadang-kadang kontolku mengenai giginya.
“Nah gitu nduuk.. diisep ya.. yaa.. ya gituu.. nduuk..”.
Sambil Shinta mengoral kontolku, kaos lusuhnya Shinta pun aku angkat dan aku lepaskan dari tubuh mungilnya. Aku elus-elus teteknya dan kadang aku remas dengan keras.
“Aku gemes banget sih sama payudaranya yang bentuknya agak meruncing itu”.
Sekitar 12 menit kemudian, aku rasakan kontolku sudah berdenyut-denyut. Aku tarik kepala Shinta dan aku kocok kontolku dimulut mungilnya.. dan.. aku tekan sampai menyentuh kerongkongannya dan akhirnya “.. croot.. croot.. croot.. cruut..!”
Cairan pejuhku sebagian besar tertelan oleh Shinta dan hanya sedikit yang menetes keluar dari mulutnya.
“Non.. pipisnya banyak banget.. Shinta sampai mau muntah..”.
“He.. eh.. nduuk.. tapi enak kan.. pipisnya Non..”.
“Inggih Non.. pipis Non kental banget.. Shinta sampai nggak bisa telan.. agak amis Non..”.
Aku memang termasuk laki-laki yang suka merawat tubuhku. Hampir setiap hari aku fitnes. Menuku setiap hari : susu khusus lelaki, madu, 6 butir telur mentah, dan juga suplemen protein produk Amerika. Jadi ya wajar kalau spermaku kental dan agak amis.
Kemudian aku peluk bidadariku kecilku ini dan sesuai janjiku dia aku kasih es krim rasa vanilla. Setelah habis Shinta memakan es krimnya, dia aku telentangkan lagi diranjangku. Terus aku kangkangkan lagi pahanya dan aku mulai lagi menjilati memek tembemnya. terus terang saja aku penasaran sebelum membobol selaput daranya.
“Non.. mau ngapain lagi.. nanti Shinta pipis lagi lho Non..”.
“Nggak apa-apa Nduk.. pipis lagi aja Nduk.. Shinta mau lagi khan es krim..”
“Mau Non..”.
Setelah aku siap, pahanya aku kangkangkan lagi lebih lebar, dan aku mulai memasukkan kepala kontolku ke lubang surgawinya. Baru masuk sedikit, Shinta ku meringgis.
“Non.. memek Shinta diapain.. kok sakit..”
Aku sempat tarik ulur kontolku di liang memeknya. Dan setelah kurasa mantap, aku tekan dengan keras. Aku rasakan ujung kontolku merobek selaput tipis, yang aku yakin itu adalah selaput daranya.
“Non.. sakiit..” Langsung aku peluk Shinta, kuciumi wajah dan bibir mungilnya.
“Nggak apa-apa Nduk.. nanti enak kok.. Shinta tenang saja ya..”.
Setelah kudiamkan beberapa saat, aku mulai lagi memompa memeknya dan aku lihat masih meringis sambil menggigit bibir bawahnya.
“Oohh.. ahh.. auuhh.. geli Non.. ahh..” itulah yang keluar dari mulutnya Shinta.
“Auuhh.. oohh.., Non.., periih…, aahh.. gelii Non.. aahh..,”.
SAmbil aku terus meusuk-nusuk memeknya, aku selalu perha Shinta wajah imutnya Shinta. Sungguh pemandangan yang luar biasa.
Wajahnya memerah, bibirnyapun kadang-kadang menggigit bibir bawahnya dan kalau aku lihatnya matanya terkadang hanya terlihat putihnya saja. Kedua kaki Shinta pun sudah tidak beraturan menendang kesana-kesini dan juga kedua tangannya menarik-narik seprei kasurku hingga terlepas dari kaitannya.
“Auuhh.. oohh.., Non.., aahh.. ooh.. aahh, Non..”.
Aku mulai rasakan ada denyutan-denyutan vaginanya di kontolku, pertanda Shinta ku sebentar lagi orgasme. Kepala Shinta pun mulai menengadah ke atas dan kadang-kadang badannya melengkung. Sungguh pemandangan yang sensasional, gadis 14 tahun yang masih begitu polos, tubuhnya mengelinjang dengan desahan-desahan yang betul-betul erotis.
Aku yakin para pembaca setuju dengan pendapatku, tapi tangannya pembaca kok megang-megang “itu” nya sendiri, hayo udah terangsang ya. Aku tahu kok, nggak usah malu-malu, terusin aja sambil membaca ceritaku ini.
“Oohh.. ahh.. auuhh.. geli Non.. ahh..”.
“Non.. Shinta mau pipiiss.. Non..”
“Seerr.. suurr.. suurr.., kontolku seperti disiram air hangat..”.
Aku peluk sebentar Shinta ku untuk memberikan kesempatan gadis kecilku menuntaskan orgamesme. Setelah agak reda, aku lumat-lumat bibir mungilnya.
“Maapin Shinta ya Non.. Shinta pipis dikasurnya Non..”.
“Shinta malu Non.. udah gede masih ngompol di kasur..”.
“Nggak apa-apa Nduk…. Non juga mau pipis di kasur kok..”.
Aku sendiri sudah nggak tahan. Kakinya aku angkat, lalu kuletakkan di pundakku. Dengan posisi ini kurasakan kontolku menyentuh dinding rahimnya. Memeknya jadi becek banget, dan aku mulai mempercepat sodokan kontolku.
“Non.. Shinta capek.. Shinta mau bobok.. Non..”.
“Iya nduuk.. Shinta bobok saja yaa..”.
“Memeek Shinta periih.. Non..”.
Kutekan keras-keras kontolku ke liang kenikmatannya dan kutarik pantatnya dan “croot.. cruut.. croot.. croot.. cruut.. croot..!”. Aku muntahkan pejuhku kedalam rahimnya.
Aku cabut kontolku dari memek tembemnya, terlihat lendir putih bercampur dengan darah segar mengalir keluar dari liang kemaluannya.
“Non.., kenapa Non pipis diperutnya Shinta.., perut Shinta jadi hangat Non..”.
“Iya nduuk.., biar kamu nggak kedinginan.., ayo sekarang Shinta bobok ya.., sini Non kelonin..”.
“Inggih Non.., sekarang Shinta capek.., Shinta pengen bobok..”.
Aku perha Shinta memeknya sudah mulai melebar dan agak membelah dibandingkan sebelum aku perawanin. Aku peluk dia dan aku cium dengan mesra Shinta, si gadis kecilku. Aku dan Shinta pun akhirnya tertidur dengan pulas. Nikmaat.