Namaku Tyo, umurku 38th. Aku seorang duda dengan 1 orang anak laki2 yg berumur 15th. Memang waktu itu aku menikah di usia yang cukup muda. Sudah 3 tahun aku menduda. Istriku meninggal karena pendarahan waktu mengandung anak ke-2 kami.
Selama menduda aku sudah berapa kali mencoba hubungan dengan gadis maupun janda tetapi belum ada yang berhasil. Sampai akhirnya 1 tahun yang lalu aku bertemu dengan seseorang yang kurasa cukup spesial.
Lingkungannya memang cenderung cuek, karena rumah Desi memang berada di kompleks perumahan elit. Mantan suaminya adalah seorang duda kaya yang menikahi Desi pada waktu Desi berumur 16 tahun. Itu pun karena Desi hamil duluan. Suaminya sudah berumur 40 tahun ketika menikahi Desi. Pak Didik namanya. Duda tanpa anak karena anak satu-satunya meninggal dalam kecelakaan mobil balap ketika melakukan balapan liar di jalan raya. Istri pertamanya meninggal ketika melahirkan anak satu-satunya tersebut. Setelah itu dia sudah menikah 2x tetapi semua dicerai karena tidak bisa memberikan keturunan. Mungkin karena itulah dia menghamili Desi dulu sebelum menikahinya.
Dan Pak Didik sendiri sudah meninggal 5 tahun lalu karena kanker paru. Dia memang perokok berat. Usaha Pak Didik akhirnya diteruskan oleh Desi. Usaha percetakan yang cukup besar dan sukses. Dari situlah aku sekitar 1 tahun lalu mengenal Desi dengan lebih dekat ketika aku order cetakan yang lumayan banyak untuk kampanye saudara sepupuku dalam Pilkada setempat yang akhirnya dimenangkannya. Sebelumnya aku hanya sering ketemu waktu jemput anak kami masing-masing ketika pulang sekolah.
Pagi itu, aku ingat hari Sabtu, sekitar jam 9 aku sudah bersiap bertandang ke rumah Desi karena memang sebelumnya sudah janjian untuk ketemu. Untuk apa lagi selain untuk bercinta. Kami memang melakukannya sekitar 1x seminggu di sela kesibukan masing-masing. Kami mulai melakukannya di bulan ke-3 hubungan kami. Ya gimana lagi, sama-sama butuh. Seringnya kami melakukannya di rumah Desi meskipun kadang kami menyewa kamar hotel.
Aku sudah hampir memasuki gerbang perumahannya ketika sebuah panggilan telepon datang. Dari Desi ternyata..
“Mas, halo… Aduuh sori banget. Aku tiba2 harus ke Bandung nih. Pulang besok. Tadi lupa mau ngasih tahu. Ada klien tiba2 pengen ketemu ngobrolin pesanan cetakan dari luar negeri. Besar ini orderannya dan proposalku yang diterima jadi harus miting persiapan sambil ngomongin proses kontraknya. Sori ya Mas, kita belum jadi ketemu. Kunci pagar aku titipin Satpam perumahan. Aku juga udah bilang ke Satpan kalau Mas mungkin akan nginep. Mas nginep aja kalau mau, sambil jagain Nisa. Dia belum berani di rumah sendirian, terus kakakku juga lagi di luar kota jadi gak bisa jagain… Sori ya Mas. Besok aku gantiin deh aku mau diapain aja sama Mas… hihihi… Eiya aku juga belum bilang Nisa kalau Mas mau ke sini. Aku cuman pamit kalau mau ke Bandung pulangnya besok…
Mas. Mas. Kok diem aja siiih….”, Desi nyerocos aja gak ngasih kesempatan aku ngomong. Tapi mungkin dia juga merasa bersalah sudah melanggar janji ketemu. Aku yang sudah kepalang basah hampir sampai rumahnya dalam keadaan horni berat akhirnya meng-iyakan saja permintaannya.
“Iya iya… lha kamu dari tadi nyerocos terus aku belum ngomong apa-apa. Salah sendiri… OK deh gapapa. Tapi beneran lho. Besok kasih yang spesial. Pokoknya aku pengen Paramex ( istilah kami untuk anal sex – Pantat rasa memex , sesuatu yg Desi selalu menolak selama ini )”, ujarku.
“Bos Tyo, tadi ada pesen dari Bu Desi, katanya Bos Tyo mau nginep jagain rumah. Ini kunci pagarnya ada di saya. Tapi Bu Desi nggak ngasih saya kunci rumah. Katanya Bos Tyo sudah tahu… Sudah dulu ya Bos. Saya mau ke belakang ini. Mulas…”, kata Pak Yono sambil menyerahkan kunci pagar rumah Desi dan ngeloyor terbirit ke WC pos satpam.
(“Kampret ini orang2 pada kenapa sih nyerocos aja ngomongnya gak ngasih aku kesempatan jawab, langsung pada ngabur semua…”), batinku. Yah, tapi gak bisa juga nyalahin Pak Yono. Mungkin dia emang sudah sejak tadi kebelet tapi harus nungguin aku datang.
Aku memang sudah kenal dengan satpam-satpam di sini. Ya namanya usaha, bina lingkungan biar aku gak diganggu mereka dan malah bisa dilindungi. Sering aku kasih mereka rokok atau makanan kecil maupun besar beserta minumnya ketika aku berkunjung ke rumah Desi, meskipun aku sendiri nggak ngerokok. Aku juga sering mampir di pos sekedar ngobrol atau nemenin nonton bola satpam-satpam di sini.
Untuk kunci rumahnya, Desi sudah memberi tahu lokasi kunci cadangan rumahnya di bawah salah satu lampu taman.
Aku putuskan untuk menaruh mobilku di depan gerbang perumahan dulu saja biar dijagain Pak Yono dan berjalan kaki ke rumah Desi yang letaknya tidak jauh dari gerbang. Belum yakin juga mau nginap di sini. Keinget anakku sendiri juga nanti gak ada temannya. Mungkin aku bisa minta Nisa ngajak temennya nginep buat nemenin. Malem Minggu ini.
Sesampai di sana aku coba membuka gembok pagar, tetapi ternyata tidak terkunci. Dasar Desi. Tadi dia pasti tergesa-gesa jadi malah kelupaan nggak kunci pagarnya cuman nitipin kunci aja. Aku jadi geli sendiri.
Begitu masuk aku tutup kembali pintu pagar. Lancar sekali, batinku. Ini pasti kemarin baru diperbaiki roda-rodanya karena memang sebelumnya Desi ngeluh pagarnya susah ditutup dan berisik kalau didorong.
Aku kemudian mengambil kunci cadangan rumahnya yang merupakan kunci pintu samping belakang rumah yang langsung akses ke dapur. Sewaktu berjalan ke arah pintu luar dapur, ketika melewati kamar Nisa, anak perempuan Desi, sayup-sayup kudengar suara musik dari dalam kamar Nisa.
“Lhah, ternyata Nisa di rumah toh…. Ngapain tuh anak nggak sekolah. Apa mungkin pulang awal kali. Atau jangan-jangan bolos”, batinku.
Aku bergegas menuju pintu dapur hendak mengkonfrontir Nisa kenapa dia tidak sekolah. Segera kubuka pintu dapur, dan ya ampun, ternyata Nisa memutar musik di kamarnya dengan suara cukup keras. Dari luar tadi tidak terlalu terdengar karena memang jendela kamarnya tipe sealed untuk ruangan ber AC. Tetapi ada jendela nako antara kamar Nisa dan dapur. Dari situlah suara musik dari kamar Nisa menerobos ke dapur. Waktu aku melewati jendela nako penghubung kamar Nisa dengan dapur, kulihat kordennya tidak tertutup seluruhnya. Dan waktu kucermati pemandangan yang terlihat, sungguh mengejutkanku. Di layar komputer Nisa yang tidak terlihat seluruhnya dari tempatku berdiri, kulihat film sedang diputar. Ketika agak kucermati, ternyata film bokep JAV yang aku pernah tonton berdua dengan Desi. Ini pasti Nisa dapat nemu DVD yang disimpan Desi. Pemberianku dulu. Ceritanya adalah 2 orang gadis Jepang yang di gang bang oleh sekitar 10 orang laki-laki dan nantinya diakhiri dengan creampie (crot di dalam).
Tapi Nisa tidak terlihat di kursi depan komputer. Aku jadi panas dingin. Di mana nih anak. Pikiranku sudah ke mana-mana. Jangan-jangan lagi masturbasi di tempat tidur. Tempat tidur memang tidak terlihat lewat jendela nako dari tempatku berdiri.
Akhirnya kudekati lebih dekat lagi jendela kamar Nisa agar dapat melihat situasi di kamar. Posisi lampu dapur memang mati sehingga dapur dalam kondisi gelap. Dan dapur rumah Desi termasuk kurang didesain dengan baik dari sisi penerangan alami, sehingga pada siang hari pun kondisinya gelap jika lampu tidak dihidupkan. Apalagi jika pintu samping terturup. Jauh lebih gelap daripada kamar Nisa yang lampunya sedang dihidupkan. Kusapukan pandanganku ke sekeliling kamar, mencoba mencari letak tempat tidur Queen Size Nisa.
Pemandangan yang kulihat sungguh amat sangat mengejutkanku ketika mataku menemukan letak tempat tidur Nisa….
—- Lanjutan —-
Di tempat tidur Nisa, kulihat pemandangan yang membuatku semakin panas dingin. Bayangkan saja, di atas tempat tidur, tergolek 3 sosok gadis muda yang sedang beraktivitas mesum. Pandangan ketiganya terlihat tertuju ke layar monitor komputer. 2 orang termasuk Nisa masih mengenakan seragam atasan warna putih lengan panjang dan jilbabnya pun belum dilepas meski kancing bajunya sudah terbuka separuh. Tetapi bawahan rok mereka sudah berserakan di lantai. Kulihat ada 2 rok panjang berwarna biru dan 1 rok berwarna abu-abu di lantai. Celana dalam keduanya terlihat ada di sekitar pergelangan kaki mereka. Kalau begitu 1 dari 2 gadis selain Nisa adalah siswi SMA.
Kulihat cewek yang ke-3 sudah hampir bugil total. Dia hanya mengenakan bra yang itu pun sudah turun sehingga kelihatan payudaranya yang berukuran lumayan besar menyembul menggairahkan dengan puting berwarna kecoklatan. Aku tebak ini pasti cewek yang sudah SMA. Terlihat dari jembutnya yang sudah lumayan lebat, dibandingkan dengan kedua cewek lain termasuk Nisa yang memeknya masih relatif gundul dengan jembut masih jarang.
Awalnya aku agak emosi karena ada cewek yang sudah beranjak dewasa mengajari calon anak tiriku yang sebelumnya kuanggap lugu dan masih kanak-kanak tentang kegiatan mesum semacam itu, meskipun hanya masturbasi barengan. Tapi akhirnya kuputuskan untuk melihat dulu sampai sejauh mana aktivitas mesum mereka.
Aku semakin antusias mengamati, atau lebih tepatnya semakin bernafsu mengintip kegiatan mesum ketiga cewek ABG itu.
Sudah sejak tadi kontolku ngaceng berat. Kuatur posisi kontolku yang berukuran sedang setara dengan tinggi badanku yang 180 cm. Pernah kuukur panjangnya hanya sekitar 16cm lebih sedikit.
Kemudian aku seperi tersadar dari mimpi. Aah, kenapa nggak mikir dari tadi. Aku harus merekam kegiatan mereka ini biar nanti bisa kulaporkan pada Desi bahwa anaknya, calon anakku juga, sudah berani berbuat mesum dengan teman-teman ceweknya.
Akhirnya kukeluarkan smartphoneku yang lumayan canggih dengan kamera berresolusi QHD dan merekam kegiatan mereka. Tidak lupa kupastikan bahwa kondisi profilnya silent dan lampu flash off. Jadi ketika kutekan tombol “record” video, tidak menimbulkan bunyi.
Aku mulai merekam kegiatan mesum mereka sambil sesekali mengelus kontolku yang sudah super ngaceng di dalam celana. Mereka masih asyik mengelus dan mengusap memek mereka masing-masing sambil kadang kudengar erangan dan desahan keluar dari mulut-mulut seksi mereka. Si cewek SMA itu yang kudengar paling keras erangannya dan paling agresif gerakannya mengelus mengusap memek dan terutama itilnya sambil meremas toketnya yang bulat menantang.
“Nis, ambilin tasku dong…”
Kudengar cewek SMA itu berkata kepada Nisa.
“Ah, kak Dewi gangguin aja nih. Tasnya di mana kak?”, kata Nisa. Ternyata nama cewek SMA itu Dewi.
“Itu di atas kepalanya Rani…”, jawab Dewi. Ah, cewek SMP yang satunya bernama Rani ternyata.
“Nih kak… Emang mau ngambil apaan kak?”, Nisa bertanya.
“Ah. Nanti juga elo tau…”, kata Dewi.
Akhirnya kulihat tubuhnya mengejang, tangan kirinya menggapai2 dan kemudian mendaptkan paha kanan Nisa dan mencengkeramnya. Rani orgasme…. Kulihat memeknya semakin merekah dan basah oleh lelehan cairan pelumas alami memeknya yang masih jarang bulunya… Rani terengah-engah sambil satu pergelangan tangannya diketakkan menutup matanya.
“Aduh capek. Aduh lemes. Gua tidur dulu yah…”, kata Rani.
“Wow. Rani dapet tuh, Nis.. Bablas molor lagi… Kamu belum ya..”, kata Dewi.
“Iya nih kak. Seperi biasa aku susah nyampe kalau sendiri..”, sahut Nisa.
“Kenapa, bilang aja minta bantuan gua. Dasar lu lonte kecil… Kimcil… hahaha”, ejek Dewi.
“Ah, kak Dewi gitu sih… Aku gak mau nanti megangin kontolan kak Dewi lho…”, kata Nisa.
“(Anjir. Kontolan… apa lagi tuh)”, batinku. Tapi aku bisa menebak itu pasti dildo yang Nisa maksud.
Benar saja. Ternyata benda yang tadi dikeluarkan Dewi dari dalam tasnya adalah sebuah dildo ukuran sedang yang ujung belakangnya ada kabel. Ini pasti jenis yang bisa muter geol2 atau minimal getar.
“(Waduh jangan2 Nisa udah pernah kemasukan itu dildo… nggak prewi lagi dong…)”, pikirku. Ini kalau Desi tahu aku tidak bisa bayangkan betapa marahnya dia. Memek anaknya sudah pernah diobok2 dildo. Tapi semoga saja belum.
Aku masih terus merekam aktivitas mereka bertiga sambil sesekali mengelus meremas kontolku sendiri. Karena tidak tahan, akhirnya kukeluarkan kontolku dari sarangnya. Kemudian di dekat jendela di pojokan ruang dapur kulihat ada kursi / bangku rias. Aku ambil untuk duduk karena lama2 pegal juga setengah menunduk mengintip Nisa dan teman2nya.
Aku juga akan lebih leluasa memegang HP sambil ikutan coli dengan posisi duduk.
Kulihat melalu layar HP 5.5″ ku Dewi mulai mengusap2kan dildonya ke memeknya yang merekah merah dan kilap karena cairan nafsunya. Benar saja ternyata dildonya tipe yang geol2 muter kepalanya. Dan ternyata melihat dari layar HP kadang lebih menggairahkan daripada melihat langsung.
“Nis, pegangin doong…”, kata Dewi.
“Boleh tapi kak Dewi sambil jilatin memek Nisa lho kaya kemarin. Enak banget kak. Tapi jarinya jangan dimasukin ya… Nisa kan masih prewi kak…”, sahut Nisa.
Ah. Syukurlah dia masih belum kehilangan mahkotanya. Aku sudah kuatir sebelumnya.
“Ayo gih sini cepetan. Kamu yang di bawah ya”, kata Dewi.
“Iya kak…”, jawab Nisa.
Cerita Dewasa Hot 2017 | Yang terjadi selanjutnya membuatku tambah bernafsu. Nisa berubah posisi terlentang mengangkang dengan posisi memeknya persis menghadap jendela. Sehingga semakin jelaslah memek nyaris gundulnya dari pandanganku. Bibir dalamnya (labia minora) masih kencang belum ada jengger gelambir keluar. Warna memeknya pun tidak jauh lebih gelap dari kulitnya, sesuai dengan kulitnya yang putih. Cenderung kemerahan karena nafsu mungkin. Terlihat ada tanda2 becek di sana. Posisinya juga lumayan dekat hanya sekitar kurang dari 3 meter dari jendela nako tempatku mengintip. Sungguh sangat menggairahkan. ..
Dewi kemudian memposisikan diri mengangkangi badan Nisa dengan kepala berada di antara kedua kaki Nisa yang mengangkang. Dewi mulai mengelus-elus pinggiran memek Nisa kemudian mendekatkan bibirnya mengecup labia mayora Nisa.
“Uhhh, geli tapi enak kaaak…”, kata Nisa.
“Tapi lu jangan enak sendiri Nis. Cepetan masukin kontolannya ke memek kakak. Jilatin dulu bentar yaa… Uh, andai saja kontol beneran yang masuk pasti enyak Nisss…. Ahhh. Pelan2. Kontolannya jangan digerakin dulu aaaah….”, Dewi protes ternyata Nisa langsung memasukkan dildonya penuh2 ke memek Dewi sambil menghidupkannya. Dewi mungkin belum cukup banyak terlumasi jadi agak sakit.
“Hihi… Sori kak. Habis lucu sih. Kira2 sama punya Om Tyo gedean mana yaaa… Aaah terus kaaak. Iya jilatin situuh..”, racau Nisa.
Buset… namaku disebut2 pula. Omigod. Apa yang Nisa pikirkan. Apakah dia ada rasa sama aku, calon ayah tirinya…
Dewi saat ini sedang menjilati memek Nisa di bagian clitorisnya sambil sesekali menyedotnya kuat2 sampai mengeluarkan bunyi kecupan yang cukup keras. Pantas saja Nisa melenguh keras2.
“Pasti gedean punya Om Tyo Nis. Tapi elu jangan ngawur, tu kan punya mama lu. Aah, terus kocok yang agak kenceng tapi jangan dalam2 Nis… uhhh”, sahut Dewi.
“Pokoknya kalau nanti jadi kawin sama mama, aku harus paksa Om Tyo ambil perawanku. Aku mau pertama kali sama Om Tyo. Aku nggak mau Om Tyo jadi punya mama doang. Aku mau kontol Om Tyooo.. ah Ooom, entotin Nisaaa.. Oooom aaah… Terus kaak, diapain memek Nisa kaak. Enak banget kaaak…. Ah Om Tyooo Nisa nyampe Oom aaaah aaah aaaaah uhhh aaah…”, Nisa terengah-engah. Sepertinya dia sudah mendapatkan orgasmenya.
Uh kontolku ngaceng sengaceng2nya dan aku teruskan mengocoknya sambil terus merekam mereka. Tidak sampai semenit akhirnya kukeluarkan pejuku tumpah di dinding bawah jendela… Puas sekali rasanya.
Tak kusangka. Ternyata Nisa memang memendam nafsu padaku. Anak umur 15th baru mau lulus SMP sudah memendam nafsu pengen ngentot dengan calon ayahnya… Ah, aku harus mencari cara yang aman untuk dapat mengabulkan keinginannya…
Nisa, kamu tidak perlu menunggu aku menikahi ibumu nak. Aku akan mengawinimu secepatnya. Perawanmu buatku nak. Terima kasih telah menjaganya untukku…
Tapi aku tidak boleh terburu2. Aku akan menggoda Nisa dengan pura2 tidak tahu.
Kuurungkan niatku semula yang hendak melaporkan Nisa ke mamanya.
Kuurungkan juga niat yang sempat terbersit untuk memeras Nisa dan temannya untuk mendapatkan memek mereka. Karena ternyata Nisa ada nafsu padaku. Ini harus kumanfaatkan sebaik2nya. Aku harus bisa lebih sering ke sini. Mendekati menggoda Nisa sambil ngentotin mamanya… Ah… kontolku jadi ngaceng lagi. Dan kulihat mereka belum selesai. Karena memang Dewi belum dapat sepertinya…
Cerita Dewasa Hot Part II
“Ayo Nis terusin kocokin kontolannya dong sayang…”, Dewi merajuk kepada Nisa.
“Iya kak. Tapi kakak telentang aja deh. Susah kalo posisi gini”, sahut Nisa.
Mereka akhirnya bertukar posisi lagi.
Dan dasar rejeki, gantian memek Dewi yang menghadap jendela tepat di depanku posisinya. Dildonya kulihat masih menancap dan bergerak2. Aku lanjutkan lagi aktivitas rekamanku sambil sesekali mengambil jepretan foto. (Hpku memang cukup canggih. Bisa menjepret foto ketika masih merekam video).
Nisa pun kemudian berlutut di depan memek Dewi. Pandanganku pun jadi terhalang. Tapi pemandangan selanjutnya malah membuatku terbelalak. Nisa menungging di depan memek Dewi, yang berarti aku bisa melihat dengan amat jelas memek dan anus Nisa dalam posisi menungging. Merekah merangsang. Memek yang kalau dari belakang terlihat gundul dan masih sangat rapat. Hanya seperti garis saja dengan itil yang masih malu2 untuk menampakkan diri. Anusnya kulihat bersih kadang berkedut seiring dengan gerakan Nisa. Warnanya pun tidak hitam seperti kebanyakan. Hanya kecoklatan karena memang kulit Nisa putih meski bukan panlok. Jaraknya pun hampir bisa terjangkau dengan tanganku dari tempatku berdiri. Ini mambuatku sangat terangsang. Aku pun mulai ngocokin lagi kontolku yang sudah tegang lagi dari tadi. Tangan kanan ngocok dan tangan kiri memegang HP. Entah kenapa aku tidak bisa ngocok dengan tangan kiri. Tidak terasa…
“Ayo Nis… terus… jilatin juga itilku Nis… ah ya bener pas di situ. Isepin Nis. Yang kenceng… ahhh aku mau nyampe aahhh aaahhh aaaaaahhhhh… cepetan cepatan ayo yang dalem aaaaaaaahhh hah hah ahhhh.”, Dewi menjerit keras dan melenguh dengan binal dan seksi.
Nisa pun sedikit menghindar dari posisi depan memek Dewi sehingga bisa kulihat jelas bahwa Dewi menyembur2kan cairan dari memeknya. Omigod. Ternyata Dewi tipe cewek yang bisa squirt. Ada cukup banyak cairan yang menyembur dari memek Dewi. Sebagian sampai tumpah ke lantai. Aku pun mempercepat kocokan kontolku dan menyusul Dewi mendapatkan orgasmeku yang kedua hanya dengan menonton ketiga cewek ABG ini bermasturbasi. Spermaku kembali tumpah di dinding bawah jendela. Kuharap Desi tidak curiga, jadi aku pun harus membersihkannya nanti.
Kulihat mereka bertiga kemudian tiduran berbaring berdampingan di tempat tidur Nisa. Nisa dan Dewi berpelukan sedangkan Rani kulihat masih merem. Sepertinya dia benar-benar tertidur. Tangan Dewi dan Nisa saling meremas payudara mereka. Sesekali kulihat Dewi mengecup bibir Nisa. Tidak sampai hot berciuman French kiss tapi hanya kecupan2. Sepertinya Nisa belum terbiasa.
Aku pun kemudian menghentikan aksi rekamanku dan bersiap beranjak dari tempat itu sebelum ketahuan. Karena posisi mereka sekarang menghadap jendela tempatku mengintip jadi resiko aku terlihat menjadi semakin besar.
Aku ambil lap lantai di dapur Desi untuk membersihkan ceceran sperma dari 2x orgasmeku sambil memikirkan strategi. Aku ingin mendapatkan Nisa. Kupikir itu mudah saja karena dia juga ada rasa. Tapi aku juga ingin mendapatkan yang lain. Dewi dan Rani. Aku belum pernah ngentotin cewek yang bisa squirt. Aku harus bisa mendapatkan Dewi. Rani nanti dulu. Yang penting Nisa dan Dewi.
Aku akan coba mendekati Dewi. Kalau gagal dan dia terkesan menolakku, akan kupakai senjata pamungkasku yaitu rekaman video ini. Tapi kuharap aku tidak perlu menggunakannya.
Akhirnya perlahan aku keluar dari dapur setelah selesai berberes. Sebelumnya aku mengintip sekilas ketiga cewek ABG itu. Ternyata mereka semua sudah beneran tertidur. Film JAV di komputer pun sudah selesai.
Aku kunci pintu dapur dan bergegas menuju ke pos satpam untuk ngobrol dengan Pak Yono sambil menunggu ketiga cewek yang sudah secara tidak langsung memuaskanku itu bangun sebelum kembali ke rumah Desi.
Obrolan dengan satpam memang tidak ada ruginya. Aku bisa mengorek keterangan misalnya tentang orang2 yang berkunjung ke rumah Desi. Termasuk teman2 Nisa. Aku sebenarnya penasaran apakah hanya mereka berdua saja yang sering ke rumah Nisa. Dan aku pun tidak tahu apakah sering atau tidak sih. Jadi keterangan dari Pak Yono akan sangat berguna…
Sejam lebih aku ngobrol dengan Pak Yono. Kebetulan waktu aku kembali ke pos satpam di sana sudah ada satpam lain, Agung namanya. Umurnya jauh lebih muda dari Pak Yono.
Dari mereka berdua aku lebih banyak tahu teman2 Nisa yang sering ke rumahnya. Memang paling sering Rani, teman SMP sekelas dan sebangkunya. Sedangkan Dewi tinggal di kompleks perumahan ini juga. Anak seorang pengusaha kaya yang jarang ada di rumah. Pak Handi namanya. Sudah lewat setengah baya atau tepatnya setengah tua. Hampir 60th umurnya kata Pak Yono. Istrinya juga sering keluar rumah. Kata Agung, istri Pak Handi, ibunya Dewi, yang bernama Mbak Putri masih muda. Putri adalah ibu tiri dari Dewi yang masih berumur kurang dari 35th. Sebagai istri dari pengusaha kaya, dia sering keluar rumah menghamburkan uang suaminya. Sehingga Dewi sendiri menjadi kurang terurus. Di rumah hanya bersama pembantu dan anak laki2nya yang masih SMP. Putri sendiri memiliki seorang anak perempuan dengan Pak Handi yang masih kelas 1 SMP, namanya Dhea. Kata mereka sih sepertinya Dewi agak kurang akur dengan Dhea sejak kecil dulu sampai sekarang. Dewi sendiri sudah kelas 2 menjelang kelas 3 SMA. Umurnya kira2 17 tahun berarti. Sudah beranjak dewasa tetapi mainnya sama anak2 batinku.
Kemudian setelah menghabiskan kopi di pos satpam, aku kembali ke rumah Desi setelah berpamitan dan meninggalkan 2 bungkus rokok dan 1 botol Coca Cola besar yang kuambil dari mobil. Kuputuskan untuk menginap saja di rumah Desi karena toh para satpam sudah paham bahwa aku memang diserahi utk menjaga rumah Desi beserta isinya, termasuk anaknya selama Desi pergi. Akhirnya kubawa mobilku masuk menuju ke rumah Desi. Sengaja aku membunyikan klakson ketika sampai di depan gerbang meskipun aku membuka sendiri gerbangnya dan memasukkan mobilku ke carport, agar Nisa dan teman2nya tahu kalau aku datang. Pintu garasi tertutup dan terkunci. Jadi aku harus meninggalkan mobilku di carport. Ah, nggak masalah sih. Paling lambat juga besok siang aku harus pergi.
Belum kudengar ada tanda2 ada yang membuka pintu. Akhirnya aku pencet bel di dekat pintu depan.
“Tingg tonggg…”
Belasan detik sudah lewat belum juga ada tanda pintu dibuka. Akhirnya kupencet bel pintu lagi. Sejurus kemudian ada suara kecil dari dalam. Suara Nisa.
“Bentaaar… bentar lagi di belakang..”
“Eh, Om Tyo. Udah dari tadi Om?”, tanya Nisa dengan tubuh terbalut kimono mandi dan handuk masih melilit di kepalanya. Sepintas kulihat kimononya tidak tertutup sempurna di bagian depan, dan panjangnya pun hanya sedikit di bawah lekukan pantatnya. Ah, betapa ranumnya tubuhmu Nis. Perlahan kontolku pun mulai terbangun.
“Om… Om… nglamunin apa sih?”, tanya Nisa sambil tersenyum simpul.
Aku pun tergagap dan tersadar dari lamunanku. “Eh, nggak ini. Tadi aku ditelpon mamamu. Katanya suruh nginep sini nemenin kamu.”
“Oh iya. Mama emang pergi ke Bandung. Tapi tadi belum bilang kalau Om mau datang. Jadi Nisa udah ajak temen Nisa buat nemenin nginep sini. Tapi kalau Om juga mau nemenin malah kebenaran Om. Kami tadinya agak takut2 gitu soalnya di sini kadang malem suka serem. Nisa sering kebayang almarhum ayah….
Ayo gih masuk Om. Sori ampe lupa nyuruh masuk hehe. Mau minum apa Om? Teh, kopi, softdrink, syusyu?”, tanya Nisa. Waktu bilang syusyu dia sambil agak senyum genit gitu.
Gile ni anak SMP udah bisa godain Om2.
“Emang syusyu apaan kok mantep banget kayanya?”, tanyaku menimpali.
“Hihi. Ya maunya syusyu apa Om? Ada susu sapi, susu kambing, susuuuu apa lagi yaa”, Nisa menggodaku tambah berani sambil berjalan ke dapur.
“Suau orang ada nggak? Hahaha…”, kataku tambah berani juga.
“Ih, Om mesum. Awas kubilangin mama lho tar gak dapet jatah Om… Ehhhh….”, Nisa kayanya keceplosan ngomong krn kuliat wajahnya jadi merah merona kaya kepiting rebus.
“Jatah apaan. Sok tau lu Nis. Anak kecil juga…”, jawabku sambil tersenyum malu juga.
“Eh, anak kecil apa… Nisa kan udah gede Oom…”, jawab Nisa tersungut2 sambil monyongin bibir khas ABG.
“Apanya yang udah gede Nis….?”, jawabku sambil duduk di kursi meja makan.
“Ah Om. Mau tau aja… Apa mau tahu bangeet?”, goda Nisa lagi. Kali ini sambil mepetin badannya ke sandaran kursi makan.
Posisi ini membuat kimono mandinya agak sedikit terbuka dan kulihat sepertiga payudaranya terpampang di depan mataku. Uh, payudara yang baru tumbuh. Tambah konak aja aku…
“Om, ngeliatin apa sih jadi bengong gitu”, kata Nisa.
“Eh, nggak papa. Mana susunya? Katanya mau ngasih susu ama Om…”, jawabku sambil menyeringai mesum.
“Eh iya, lupa malah hehe… Tar Om aku ambil di kamar. Eh salah. Di kulkas hihi…”, ujar Nisa tak kalah genitnya.
“Susu nya adanya yang dingin tapi Om. Kalau susu yang anget harus pesan khusus hihihi…”, goda Nisa lagi.
“Yaudah gakpapa Nis. Om sebenarnya suka yang anget. Tapi kalau gak ada ya dingin juga nggak papa…”, jawabku.
Sambil berlalu, Nisa berbisik ke dirinya sendiri tapi tak urung aku mendengarnya juga sekilas,”Yah sebenernya yang anget malah udah di depan mata Om, Om…”
“Eh, kenapa Nis? Kamu bilang apa?”, tanyaku pura2 tidak dengar.
“Nggak papa Om. Ini kimono Nisa basah nih jadi dingin…”, elak Nisa.
“Ya mbok dilepas aja Nisa daripada masuk angin”, kataku sok cuek. Sebenarnya maksudku dilepas trus pakai baju. Tapi Nisa menanggapinya lain.
“Iiih, Om genit. Pengen liat Nisa bugil ya?”, rajuk Nisa.
“Eh maksud Om tu dilepas trus pakai baju gitu lhooo. Ah elu tu Nis…”, aku kaget juga Nisa berani ngomong gitu.
“Yah, padahal Nisa udah siap lho Om buat nglepasnya. Tapi berhubung Om gak mau yaudah hahaha…”, Nisa setengah berlari ke dapur mengambil susu karton di kulkas.
“Sial gua dikerjain anak kecil nih…”, batinku sambil membetulkan posisi kontolku yg sudah hampir pol ngacengnya.
“Ini Om susunya…”, kata Nisa sambil menyerahkan karton susu dan gelas.
Kulihat Nisa setelah itu duduk di sampingku di kursi makan sambil memijit2 lehernya.
“Kenapa kamu Nis? Pegel ya?”, tanyaku.
“Iya nih Om. Salah posisi tidur kali. Pegel banget tengeng nih…”, jawab Nisa. “Eh, kata mama Om pinter mijit ya… Pijitin Nisa dong Om biar enakan lehernya ya…”, lanjutnya.
Dan tanpa permisi Nisa meraih gelas susu di tanganku, meletakkannya di meja, kemudian duduk di pangkuanku sambil masih memijit2 lehernya. Damn ni anak berani banget… Dan belahan pantatnya pas banget menindih kontolku yang menjadi tegang sempurna…
“Eh ngagetin aja kamu Nis. Ngomong dong kalau minta pangku”, protesku.
“Iya maap Oom… Udah gih cepetan dipijitin..”, rajuk Nisa.
Aku mau gak mau sambil agak gemetaran mulai mijitin sambil konak abis. Mana Nisa kadang gerak2 pula kalau pas pijitanku mungkin berasa agak sakit. Kontolku seperti diguyer pantat Nisa ketika dia bergerak2. Ditambah lagi kadang Nisa juga mendesah ketika kupijat. “Ah, yak situ Om, enak situ. Ohhh… terusin Om..”
Bagi orang yang hanya mendengar desahan dan suara Nisa tanpa mengikuti proses mungkin akan salah paham dikiranya ngapain.
Di lain pihak, bagiku inilah pertama kalinya aku kontak fisik secara langsung dengan Nisa selain salaman. Aku sibakkan sedikit bagian leher kimononya agak aku dapat leluasa memijat. Leher dan pundaknya putih dan ada tahi lalat kecil di pangkal leher, pertemuan antara kedua pundaknya yang menambah daya tarik tersendiri.
Pijatanku pun semakin menjauh. Tidak hanya pundak dan lehernya tetapi juga lengan atasnya. Yang membuat kimononya tersingkap seluruhnya di bagian pundak. Nisa menahan bagian depan kimononya agar tidak jatuh yang akan menyingkap tubuh bagian atasnya seluruhnya. Baru kusadar di depan kami ada cermin lumayan besar menempel di tembok. Dapat kulihat belahan payudara mengkal Nisa hampir terbuka. Hanya separuhnya yaitu bagian puting ke bawah saja yang belum terlihat. Kulihat di cermin matanya merem dan mulutnya sedikit terbuka.
Pijatanku pun kemudian berpindah ke dada bagian atasnya. Nisa akhirnya menyabdarkan tubuhnya sepenuhnya ke tubuhku yang membuat kontolku semakin tertekan. Aku yakin Nisa dapat merasakannya. Tapi entah kenapa dia tidak berkomentar.
Aku sudah konak abis. Akhirnya sedikit nekat aku pegang tangannya yang sedang memegangi kimono bagian depannya, pura2nya kupijat. Dan terlepaslah bagian depan kimononya. Kulihat di cermin terbuka dan menampakkan payudara mengkal dan puting coklat kemerahan yang sudah terlihat mengeras. Kimononya tidak seluruhnya terbuka karena bagian samping masih tertahan tangannya yang menempel di sisi2 tubuhnya.
Perlahan pijatanku pindah lagi ke bagian atas dadanya. Tapi tangan Nisa masih tertahan di samping tubuhnya, tidak membetulkan kimononya.
Pijatanku pun semakin ke bawah dan sebelun sampai ke putingnya, aku putar ke bawah dan perlahan kutangkupkan kedua tanganku dari arah bawah, menangkup kedua susunya sambil aku remas dan elus dengan gerakan seperti memijat. Aku memang pura2nya masih memijat.
Nisa puna mendesah,”Ohhh… Ahhh… Hmmm…” tanpa berkata apa2.
Aku pun semakin bernafsu meremas2 susunya sampai akhirnya kami nendengar suara memanggil Nisa.
Nisa agak terkejut dan menoleh kepadaku sekilas kemudin tersenyum simpul dan setengah berlari menuju kamarnya.