Sebut saja nama saya Edi, aku akan menceritakan cerita sex-ku dengan seorang pramugari. Kisah ini berawal dari perkenalanku dengan Wina (nama samaran), dia adalah seorang pramugari di suatu perusahaan penerbangan nasional.
Kejadian ini terjadi saat aku dalam perjalanan panjang dari Jakarta menuju Jayapura. Saat itu tengah malam, aku berusaha keras untuk sekedar memejamkan mata, beristirahat sejenak menghilangkan kantuk agar bisa melaksanakan tugas kantorku sesampainya di kota tujuan. Kursi empuk berlapis kulit di kelas bisnis tidak mampu memberikan kenyamanan yang kubutuhkan.
Walau bagaimanapun, kursi itu dirancang sebagai tempat duduk, bukan tempat untuk berbaring dan tidur. Baru akan terlelap, ketika kurasakan guncangan lembut di kursiku. Seseorang duduk menghempaskan dirinya ke kursi kosong di sebelahku. Dengan agak kesal, kubuka mataku dan berniat untuk menegurnya. Pandanganku terpaku pada sesosok wajah cantik menarik, dengan matanya yang walaupun terlihat mengantuk, tetap bening dan indah. Seulas senyum terlihat di bibir mungil yang merah, yang kemudian berkata perlahan,
“ Maafkan saya Bapak, karena telah mengganggu tidur Bapak … “
Sambil tetap memandang dan mengagumi kecantikannya, aku berkata,
“ Ah, tidak apa-apa. Saya belum tidur kok, “
Kemudian kami bersalaman, lalu kudengar ia menyebutkan namanya, yaitu bernama Wina, Hilang sudah kantukku. Terlebih lagi setelah kutahu bahwa Wina adalah sosok wanita yang menyenangkan sebagai teman ngobrol. Ia bercerita tentang suka dukanya sebagai pramugari udara. Tangan dan jarinya yang lentik seakan menari-nari di udara, mengekspresikan ceritanya. Sesekali ia menyentuh tanganku, dan tidak sungkan untuk mencubitku bila kuganggu.
Diam-diam kupandangi dan kuperhatikan seluruh bagian tubuhnya. Tingginya kuperkirakan sekitar 167 cm, langsing dan sangat proporsional. filmbokepjepang.net Wina memiliki tungkai kaki yang indah sempurna. Kulitnya yang putih kontras sekali dengan seragam warna birunya. Buah dadanya tidak terlalu besar, tetapi terlihat kencang menantang. Membayangkan dirinya telentang telanjang di tempat tidur, membuat Penisku bangkit, membesar dan keras. Pikiran kotorku melayang jauh.
Kebersamaan kami terganggu oleh suara Kapten Pilot yang memberitahukan bahwa pesawat akan mendarat di Biak, untuk mengisi bahan bakar dan pergantian awak kabin. Setelah bersalaman dan sedikit basa basi, Wina menghilang di balik tirai. Aku melanjutkan istirahatku, sampai kemudian dibangunkan oleh pramugari udara lain, yang menawarkan sarapan pagi.
Hari-hari selanjutnya di ibukota propinsi paling timur Indonesia itu, disibukkan oleh tugasku sebagai Petugas Sosialisasi salah satu program pemerintah. Sebagai utusan Pusat , aku sering diperlakukan seakan tamu agung, yang perlu dihibur dan dipenuhi segala kebutuhannya. Aku ditempatkan di hotel A yang merupakan hotel terbaik di kota itu. Beberapa tawaran untuk menyediakan teman tidur kutolak secara halus. Aku takut tertular penyakit.
Waktu luang di luar tugas kuhabiskan dengan berjalan kaki keliling kota. Suatu kebiasaan yang selalu kulakukan dalam setiap perjalanan, untuk lebih mengenal daerah baru. Kota Jayapura berada langsung di tepi laut berair tenang. Pada malam hari, di sepanjang tepi pantai dapat ditemui warung-warung yang menjual masakan laut, yang langsung digoreng atau dibakar di tempat. Nikmat sekali. Disanalah biasanya kuhabiskan malamku.
Di sana pula pada suatu malam, aku kembali bertemu dengan Wina yang sedang tidak bertugas, bersama dengan 2 teman seprofesi. Wina langsung menawarkan untuk bergabung, begitu melihatku datang. Sungguh menyenangkan berada di antara 3 gadis cantik, walau dapat kupastikan bahwa kantongku akan terkuras untuk mentraktir mereka semua.
Panggilan Bapak sewaktu di pesawat, berubah menjadi Mas hingga membuat malam itu semakin akrab dan hangat. Dari pembicaraan, kutahu bahwa mereka bertiga menginap di hotel yang sama denganku. Selesai makan, kami berpisah. Di luar dugaan, Wina ingin ikut denganku menikmati malam sambil berjalan kaki.
Satu permintaan yang sangat sulit ditolak.
Kamipun berjalan perlahan sambil saling bertukar cerita dan bercanda.Angin pantai membuat Wina kedinginan. Kulepas jaketku, lalu kupasangkan di bahunya. Kuberanikan diri merangkul bahunya, memberikan kehangatan tambahan pada tubuhnya yang hanya dilapisi oleh kaos tipis berwarna merah. Wina tidak menghindar atau berusaha menolak, malah balas merangkul pinggangku.
Aku heran dengan gadis-gadis jaman sekarang. Semakin mudah untuk menjadi sangat akrab, dan menganggap bahwa hubungan antara wanita dan pria adalah biasa saja. Tidak ada lagi malu-malu atau sungkan, walaupun masa perkenalan yang relatif singkat. Kami berjalan bagaikan dua kekasih yang sedang bermesraan. Tanganku tersapu oleh ujung rambutnya, dan sesekali kurasakan kepalanya menyandar di bahuku.
Birahiku terpicu, otak kotorku berpikir keras mencari akal untuk membawanya ketempat tidur di kamar hotelku. Kelaminku mengembang keras, membuatku merasa tidak nyaman karena terjepit oleh ketatnya celana jeans yang kukenakan. Mulut kami berdua diam seribu basa, memberi kesempatan untuk menikmati sentuhan kebersamaan dalam keheningan. Langkah demi langkah membawa kami memasuki lobby hotel.
Kuajak Wina ke Coffee Shop, untuk menikmati secangkir minuman hangat sambil menikmati musik hidup. Aku memilih tempat agak di pojok, agar tidak terlalu menarik perhatian orang. Kuperhatikan sekeliling, beberapa pasangan asik berpelukan, sedangkan beberapa gadis berpenampilan seronok duduk sendirian. Inilah mungkin yang disebutkan oleh kawan-kawanku sebagai “Ayam Menado “, sebelum aku berangkat beberapa hari lalu.
Tanganku tetap memeluknya, sementara Wina menyandarkan kepalanya di dadaku. Kurasakan kakinya bergoyang perlahan mengikuti irama musik. filmbokepjepang.net Wangi rambutnya membuatku ingin mencium kepalanya. Tapi, apakah ia akan marah ? Apakah ia akan tersinggung ? Sejuta pertanyaan dan kekhawatiran muncul dalam pikiranku.
Sementara di sisi lain, otakku masih terus berputar mencari akal untuk membawanya ke kamarku malam ini. Jantungku berdebar keras, sementara kelaminku semakin besar dan keras. Musik dan suasana romantis tempat itu tidak lagi menarik untukku. Bagaimana dan bagaimana pertanyaan itu yang terus menerus muncul. Perlahan kucium ubun-ubun kepalanya, sambil berkata,
“ Wina, sudah malam, kita bobok yuk … “
Ia hanya mengangguk sambil berdiri. Setelah menyelesaikan pembayaran, kami berjalan menuju lift. Tanganku masih merangkul bahunya, walaupun ia tidak lagi memeluk pinggangku. Kutekan tombol angka 3, untuk menuju lantai dimana kamarku berada. Aku sengaja tidak bertanya di lantai berapa ia tinggal, dan iapun diam saja.
Wina juga tidak berusaha untuk menekan tombol lain. Dalam hati aku bertanya-tanya, jangan-jangan kamarnya satu lantai dengan kamarku.
Sambil menyender ke dinding lift, kutarik ia dan kusandarkan membelakangiku. Kupeluk ia dari belakang, sambil sesekali kucium rambut kepalanya. Jantungku berdetak semakin cepat, sementara kelaminku semakin sakit terhimpit celana jeansku yang cukup ketat. Mudah-mudahan pantatnya yang tepat menempel ke kelaminku tidak merasakan ada sesuatu yang mengganjal. Pikiranku masih bertanya-tanya, mau…? tidak…? mau…? tidak…? sampai kemudian pintu lift terbuka. Sambil terus berada dalam pelukanku, kubimbing dia menuju kamarku.
Tidak ada perlawanan atau penolakan kurasakan. Setan yang berada dalam pikiranku menjerit senang. Malam ini akan terjadi pergumulan birahi yang panas. Dalam hati aku berniat untuk memberikan kepuasan yang tidak terbendung padanya, seperti yang biasa kuberikan dalam petualangan-petualangan asmaraku, termasuk pada istriku tercinta. Begitu pintu terkunci, sambil tetap berdiri kupeluk dan kucium bibirnya dengan lembut walaupun penuh nafsu.
Wina membalasnya dengan tidak kalah ganasnya. Lidah kami bertemu, saling berpagutan dan berkaitan. Kutelusuri geligi dan langit-langit mulutnya dengan lidahku yang cukup panjang, kasar dan hangat.
Wina merintih lirih, dan tangan kananku perlahan mengusap dan menelusuri punggungnya yang masih terbalut pakaianya. Sementara jacketku sudah lama terlempar jatuh. Dari leher, perlahan turun ke bawah, ke arah pinggang mencari ujung kaos, lalu kembali ke atas melalui sisi bagian dalam. Kurasakan kulit punggungnya sangat halus dan mulus.
“ Klik… “, Bunyi pengit terlepas oleh tanganku yang sudah sangat terlatih berhasil melepas pengait BRA-nya dengan sangat hati-hati.
Dengan kedua tangan, perlahan kutarik kaos itu ke atas sampai terlepas sama sekali. Dengan perlahan dan hati-hati, kedua tanganku segera bergerilya menelusuri kedua bahunya, pangkal lengannya, pindah ke pinggang, perut, perlahan ke atas menuju buah dadanya. Sementara itu, kedua tangannya telah berhasil membuka Polo Shirt yang kukenakan. Tanganku sudah hampir sampai ke buah dadanya, ketika tiba-tiba ia mendorongku perlahan.
“ Maaf Mas, Wina pipis dulu ya… “ katanya sambil berjalan membelakangiku menuju kamar mandi.
Kuperhatikan kulit punggungnya yang putih dan mulus, nyaris tanpa cacat. Pinggul rampingnya yang masih terbalut celana jeans, terlihat semakin indah dan merangsang. Tidak sabar rasanya untuk segera melumat tubuhnya, membawanya mengawang tinggi menuju tingkat kenikmatan yang tidak terkira. Sementara menunggu, aku tersadar bahwa aku belum membersihkan diri. Kebiasaan yang selalu kulakukan sebelum bercinta dengan wanita manapun.
Aku selalu menjaga kebersihan, dan berusaha untuk menggunakan wangi-wangian beraroma lembut, yang kuyakini dapat meningkatkan gairah wanita. Dari kamar mandi terdengar gemericik air, yang menandakan Wina juga sedang membersihkan dirinya. Ternyata Wina termasuk tipe wanita yang kusukai, selalu membersihkan diri sebelum bercinta. Walau dalam keadaan birahi tinggi, aku tetap merasa terganggu dengan bebauan yang kurang sedap, dari kelamin wanita yang tidak bersih.
Kubuka dompetku, lalu kuambil karet pengaman merk terkenal yang selalu kubawa kemanapun aku pergi. Kusisipkan ke bawah bantal tempat tidur, agar mudah mengambilnya pada saat dibutuhkan nanti. Wina keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang hanya terbalut handuk. Rupanya dia benar-benar mau dan bersedia bercinta denganku.
“ Sebentar sayang, sekarang giliranku untuk membersihkan diri… “ kataku sambil mencium keningnya lalu berjalan ke kamar mandi.
Sayup-sayup kudengar suara TV yang baru dihidupkan olehnya. Setelah menggosok gigi dan berkumur dengan larutan antiseptik, kubersihkan Penisku dan sekitarnya dengan sabun. Siraman air dingin tidak mampu mengurangi kekerasannya. Penisku tetap mengacung gagah, besar dan berurat. Wina sedang duduk di pinggir tempat tidur, saat aku keluar dari kamar mandi, juga dengan hanya terbalut handuk. Kuhampiri dirinya, ia berdiri lalu kami berciuman.
Dari mulutnya tercium aroma obat kumur antiseptik milikku, membuatku semakin terangsang. Tangannya membuka belitan handuk di pinggangku, membuat Penisku terbebas lepas, mengacung besar dan keras. Perlahan tangannya menyentuh pusarku, perutku, lalu perlahan turun ke bawah.
Wina mengusap-usap rambut Penisku yang cukup lebat, sebelum kemudian mengelus dan menggenggam lembut batang kebanggaanku itu.
Jemari tangannya yang halus, menimbulkan rasa nikmat yang amat sangat. Tanpa kusadari, akupun merintih perlahan, lalu kulepas handuk yang melilit di tubuhnya, kemudian perlahan tapi pasti kedua tanganku merambat perlahan menuju kedua bukit kembarnya yang halus dan putih.
Setelah kutelusuri inci demi inci, kuremas lembut, dan kujepit puting susunya dengan jari, lalu kupelintir sambil sesekali kutarik. Kubuka mataku, menikmati parasnya yang cantik. Matanya tertutup sementara bibirnya terbuka sedikit, sungguh seksi dan merangsang. Wina melepas ciumannya, kemudian perlahan menciumi tubuhku. Dari dagu, leher terus ke dadaku, kemudian mengulum dan menggigit perlahan puting kecil di dadaku.
Aku hanya mampu mendongak, menikmati sensasi yang tidak terkira. Dengan lidahnya yang hangat, ditelusurinya tubuhku perlahan turun ke arah perut, menciumi pusar, lalu terus turun. Tidak sabar aku membayangkan kenikmatan apa yang akan kuterima selanjutnya. Perlahan, diciumnya kepala Penisku yang memerah, kemudian dimasukkannya ke mulutnya, sampai menyentuh tenggorokannya. Bukan main nikmatnya.
“ Uuuhhhh… hhhhh… Aaahhhhhhh… hhhhh… “ desahku merintih nikmat.
Perasaan nikmat dan mendesak kuat ingin keluar, kutahan sebisanya. Aku hampir mencapai titik kenikmatan tertinggi, dan itu tidak boleh terjadi secepat ini. Harus kuhentikan !! Kupegang kepalanya, kemudian kutarik tubuhnya perlahan.
“ Sssss… ahhhhh… nikmat sekali Wina, nikmat sekali “, kataku sambil kemudian mencium bibirnya.
Lidah kami berkait dan bertaut dengan ganas, membuat nafasnya semakin memburu,
Sambil tetap berciuman, kubimbing ia menuju tempat tidur. Kurebahkan tubuhnya, lalu kutindih ia dengan tubuhku. Kulepaskan ciumanku dari bibirnya. filmbokepjepang.net Kucium keningnya, kedua matanya, pipinya, dagunya, dan kedua telinganya bergantian. Nafasnya semakin memburu, sementara jari-jari kedua tangannya meremas rambutku.
Dengan lidah, kumulai penelusuran tubuhnya melalui leher.
Perlahan turun, menuju belahan dadanya, kemudian naik ke puncak bukit indah miliknya. Kukitari puting susunya, sebelum kukulum dan kuhisap dengan mulutku. Sementara itu, tangan kananku yang bebas meremas dan mempermainkan puting susu sebelanya. Wina meracau tidak jelas, sementara kuku jarinya mulai menghunjam kulit kepalaku,
“ Adddduuuuhhhh Mass… Aahhhhh… ouhhh…. “
Puas bermain di buah dadanya, kulanjutkan penelusuran semakin ke bawah, menuju Penisnya. Aku memposisikan tubuhku di antara kedua kakinya yang terbuka. Penisnya terlihat basah dan lembab. Bulu-bulu halus yang tidak terlalu lebat, tertata rapi dan hitam, kontras sekali dengan warna kulitnya yang putih mulus. Dengan jari tengah, kuusap dan kumainkan klitorisnya.
Pinggangnya terangkat, membuat tubuhnya melengkung. Perlahan, kuciumi Penisnya yang wangi, kujulurkan lidahku, lalu kumainkan klitorisnya. Aku sempat melihat kepala Wina yang terlempar ke kiri dan ke kanan menahan nikmat. Jari jemarinya semakin ganas meremas kepalaku.
“ Aauwwwww… Aaahhhhhh… yhaaaaa… yhaaa… yhaaa… aaaccchhh… hhhh… aduhhhh… terrrussss… terus !! ach… ach… ach… Aaaaaaaaahhh… “
Kedua pahanya menjepit kuat kepalaku, kemudian tergeletak lemas. Kutahu Wina telah mencapai puncak kenikmatannya.
“ Itu baru yang pertama sayang, rasakan dan nikmati yang selanjutnya … “ kataku dalam hati.
Tidak berlama-lama, dengan perlahan dan sangat hati-hati, kumasukkan jari tengah tangan kananku ke dalam rongga Vaginanya. Tidak ada yang menghalangi, menandakan Wina sudah tidak perawan lagi. Tidak mengapa, malah lebih baik pikirku. Aku jadi tidak memperpanjang dosaku memperawani anak orang lagi.
Lalu Kusentuh seluruh dinding rongga yang halus dan hangat itu dengan ujung jariku. Kadang kutekan sedikit keras, membuat nafsu birahinya kembali bangkit. Dengan posisi telapak tangan mengarah ke atas, kutekuk jariku menyentuh dinding rongga bagian atas. Kulanjutkan penekanan di beberapa tempat, sambil kuperhatikan reaksi tubuhnya.
“ Auwww… aduh, Mas, maaf… rasanya ingin pipis lagi… “ katanya tiba-tiba,
“ Sayang, tahan dan bernafaslah dengan teratur. Aku akan memberimu kenikmatan yang lain. Relaks saja dan nikmati… “
Kutekan-tekan jariku berulang-ulang pada titik tersebut hingga menyerupai getaran. Kepalanya kembali terlempar kekiri dan kekanan. Matanya terbelalak ke atas, hinggga hampir tidak terlihat bagian hitamnya. Tangannya telentang pasrah, masih lelah dan lemas.
“ Aaaacchhh… Aaahhhhhhh… Aaahhhhhh… “ erangannya semakin keras.
Perlahan kuposisikan kepalaku di depan Vaginanya, kujulurkan lidahku, kemudian kuelus, kumainkan dan kupelintir sambil sesekali kumainkan klitorisnya. Wina teriak tidak tertahankan,
“ Aaahhhhh… Ouhhhh… Sssss… ahhhh… Ampuuuunnnnn… Aaahhhhhhhh… “
Tangannya kembali buas meremas kepalaku, sementara kedua pahanya kembali menjepit kepalaku dengan kuat. Punggungnya terangkat tinggi membuat tubuhnya melengkung. Kulanjutkan penekanan pada titik bagian atas rongga Vaginanya, sambil lidahku terus mengelus, memelintir dan mempermainkan klitorisnya.
Tiba-tiba Wina terduduk, dengan kasar ditariknya kepalaku yang sedang asik bermain di Vaginanya, lalu digigitnya bibirku. Sakitnya cukup lumayan, tetapi kubiarkan saja. Kutahu ia hampir mencapai puncak kenikmatannya yang kedua. Dengan mengerang keras,
“ Ouhhh… Sssss… ahhhhhh… “
Tubuhnya mengejang lalu terlempar keras ke belakang, ke atas kasur tempat tidur. Rongga Vaginanya terasa mendenyut-denyut, menjepit erat jari tengahku yang masih berada di dalam. Tidak lama kulihat tubuhnya mulai melemas. Telentang pasrah telanjang di atas tempat tidur. Kemudian aku berdiri menuju meja dan menuangkan air putih dingin ke dalam gelas.
Kuteguk, kemudian kuberikan padanya setelah kembali kuisi penuh. Sambil menatapku, kulihat matanya menyiratkan kepuasan yang amat sangat, walaupun lelah. Aku paling senang melihat wajah wanita pasca klimaks, terlihat semakin cantik.
Belum sempat gelas itu kuletakkan, masih dalam keadaan berdiri di sisi tempat tidur, Wina menarik, mengelus kemudian mengulum batang Penisku dengan rakus, membuatnya kembali membesar dan keras. Dengan lidahnya, dijilatinya bagian bawah batangku itu, menimbulkan kenikmatan yang amat sangat. Setelah aku meletakkan gelas, kudorong lalu kutindih tubuhnya.
Mulut kami kembali berciuman, sementara satu tangannya memainkan batang Penisku. Tidak tahan dengan perlakuannya, tanganku masuk ke bawah bantal, mencari-cari karet pengaman yang sudah kusiapkan tadi. Kurobek bungkusnya, lalu kuberikan padanya. Di luar dugaan, dibuangnya benda itu, sambil berbisik ke telingaku ,
“ Mas, aku baru saja selesai Mens dua hari lalu, jadi amaaannn… “ ucapnya,
Lalu Kubimbing Penisku dengan tangan, kugosok-gosokkan, kemudian secara perlahan kuturunkan pinggulku, menusukkan batang yang besar, keras dan padat itu ke dalam rongga Vaginanya yang lembut dan hangat. Kuku jemarinya menancap keras di punggungku, dan kudengar rintihannya.
“ Ouhhhh…. aahhhhh… ouhhhh…. “
Kulihat alis matanya mengkerut sementara kedua matanya tertutup rapat. Kurasa ia agak kesakitan dimasukki oleh batang yang begitu besar, panjang dan sekeras batu. Perlahan tapi pasti, inci demi inci batang itu menguak masuk. Aku merasa sudah menyentuh dasarnya pada saat batangku belum masuk seluruhnya. Wina merintih,
“ Aouw… Ssss… ahhhhh… “
Perlahan dan hati-hati kutekan dan kutekan terus sampai masuk seluruhnya. Kudiamkan beberapa saat hingga Wina terbiasa, sebelum kupompa keluar masuk. Kedua tanganku menopang tubuhku agar tidak menindihnya terlalu keras, sementara pinggulku giat bergerak maju mundur berulang-ulang. Wina merintih semakin keras,
“ Accchhhh… yeaaah…ahhhhh… Auwwww… ouhhh… “
Tubuhnya bergoyang ke atas ke bawah, terdorong oleh tusukkan penis dan goyangan pinggulku. Rambutnya berantakan tergerai di atas bantal, sementara matanya tertutup rapat. Mukanya sudah terlihat santai, tanda ia sudah dapat menikmatinya. Sesekali kucium bibirnya yang terbuka sedikit. Hal itu memperlihatkan giginya yang putih dan tersusun rapi, sungguh menggairahkan.
Butir-butir keringat mulai bercucuran di tubuhku, juga di tubuhnya. Di belahan dada diantara kedua buah dadanya yang bergoyang, kulihat titik-titik keringat bermunculan. Sungguh pemandangan yang seksi dan menggairahkan, Entah berapa lama dalam posisi itu, tiba-tiba aku ingin mencoba posisi yang lain. Kutarik kedua kakinya dan kuletakkan di pundakku. Wina protes,
“ Addduhhh Mas, sssaakkiiittt… “
Keluh Wina tidak terlalu kupedulikan, kupompa terus keluar masuk, berputar, maju mundur, mulanya perlahan lalu semakin cepat. Wina merintih menahan nikmat,
“ Aaaachhhh… Yaaa… ouhh … tttteeerruuusssss… terusss… Ach… Ach… Ach… Ach… AAaahhhhhhhh… “
Kurasakan denyutan berulang-ulang dari rongga Vaginanya. Wina sudah sampai ke puncak kenikmatan. Aku berkonsentrasi merasakan sensasi kenikmatan yang ditimbulkan oleh gesekan batang Penisku dengan rongga Vaginanya, kupompa semakin cepat, semakin cepat, semakin cepat, dan dengan disertai erangan panjang,
“ Aaaaacccchhhhhh… “
kutusukkan Penisku sedalam-dalamnya, kemudian kusemprotkan cairan kenikmatan sebanyak-banyaknya. Akupun ambruk menimpa tubuhnya, lalu Wina memelukku dengan erat. Sambil kucium pipinya, aku berkata,
“ Terima Kasih sayang, kamu hebat sekali … “
Wina membuka matanya, mencium bibirku lama, dan balas berkata,
“ Sama-sama Mas… enak sekali Mas… ampuuunnn, nikmat sekaliii, tapi capek. Wina nggak kuat lagi… “.
Malam itu kami tidur berpelukan sampai pagi. Kami melakukannya lagi di kamar mandi, walau tidak seganas malam sebelumnya. Wina harus segera berangkat menunaikan tugasnya sebagai Pramugari Udara, sementara aku masih harus bertugas menjelaskan program pemerintah yang kusosialisasikan. Kami berpisah, dan berjanji untuk ketemu lagi. Tapi entah kapan kami akan bertemu kembali.