Namaku Randi. Aku mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Bandung. Saat ini aku kuliah semester II jurusan TI. Sejak awal kuliah, aku tinggal dirumah kakak ku. “Kak Tantri” begitulah aku memanggilnya. Usianya terpaut 5 tahun denganku. Ia sebenarnya bukan kakak kandungku, namun bagiku ia adalah kakak dalam arti yang sebenarnya. Ia begitu telaten dan memperhatikan aku. Apalagi kini kami jauh dari orang tua.
Rumah yang kami tempati, baru satu tahun dibeli kak Tantri. Tidak terlalu besar memang, tapi lebih dari cukup untuk kami tinggali berdua. Setidaknya lebih baik dari pada kost-kostan. Kak Tantri saat ini bekerja disalah satu Kantor Cabang Bank Swasta Nasional. Meskipun usianya baru 28 tahun, tapi kalau sudah mengenakan seragam kantornya, ia kelihatan dewasa sekali. Berwibawa dan tangguh. Matanya jernih dan terang, sehingga menonjolkan kecantikan alami yang dimilikinya.
Dua bulan pertama aku tinggal dirumah kak Tantri, semuanya berjalan normal. Aku dan kak Tantri saling menyayangi sebagaimana adik dan kakak. Pengahasilan yang lumayan besar memungkinkan ia menangung segala keperluan kuliah ku. Memang sejak masuk kuliah, praktis segala biaya ditanggung kak Tantri.
Namun dari semua kekagumanku pada kak Tantri, satu hal yang aku herankan. Sejauh ini aku tidak melihat kak Tantri memiliki hubungan spesial dengan laki-laki. Kupikir kurang apa kakaku ini ? cantik, sehat, cerdas, berpenghasilan mapan, kurang apa lagi ? Seringkali aku menggodanya, tapi dengan cerdas ia selalu bisa mengelak. Ujung-ujungnya ia pasti akan bilang, “Gampang deh soal itu, yang penting karier dulu…!”, aku percaya saja dengan kata-katanya. Yang pasti, aku menghomati dan mengaguminya sekaligus.
Hingga pada suatu malam. Saat itu waktu menunjukan pukul 9.00, suasana rumah lengang dan sepi. Aku keluar dari kamarku dilantai atas, lalu turun untuk mengambil minuman dingin di kulkas. TV diruang tengah dimatikan, padahal biasanya kak Tantri asyik nongkrongin Bioskop Trans kesayangannya.
Karena khawatir pintu rumah belum dikunci, lalu aku memeriksa pintu depan, ternyata sudah dikunci. Sambil bertanya-tanya didalam hati, aku bermaksud kembali ke kamarku. Namun tiba-tiba terlintas dibenakku, “kok sesore ini kak Tantri sudah tidur ?”, lalu setengah iseng perlahan aku mencoba mengintip kak Tantri didalam kamar melalui lubang kunci. Agak kesulitan karena anak kunci menancap dilubang itu, namun dengan lubang kecil aku masih dapat melihat kedalam. filmbokepjepang.com
Dadaku berdegup kencang, dan lututku mendadak gemetar. Antara percaya dan tidak pada apa yang kulihat. Kak Tantri menggeliat-geliat diatas spring bad. Tanpa busana sehelaipun !!!
Ya Ampun ! Ia menggeliat-geliat kesana kemari. Terkadang terlentang sambil mendekap bantal guling, sementara kedua kakinya membelit bantal guling itu. Kemudian posisinya berubah lagi, ia menindih bantal guling.
Napasku memburu. Ada rasa takut, malu, dan entah apalagi namanya. Sekuat tenaga aku tahan perasaan yang bergemuruh didadaku. Kualihkan pandanganku dari lubang kunci sesaat, pikiranku sungguh kacau, tak tahu apa yang harus kuperbuat. Namun kemudian rasa penasaran mendorongku untuk kembali mengintip. Kulihat kak Tantri masih menindih batal guling.
Pinggulnya bergerak-gerak agak memutar, lalu kemudian dengan posisi agak merangkak ia menumpuk dan memiringkan bantal dan guling, lalu meraih langerie-nya. Ujung bantal itu ditutupinya dangan langerie. Kembali aku mengalihkan pandanganku dari lubang kunci itu. Ngapain lagi tuh ?!!, aku tertegun.
Entah kenapa, rasa takut dan jengah perlahan berganti dengan geletar-geletar tubuhku. Tanpa sadar ada yang memanas dan mengeras di balik training yang aku kenakan. Aku meremasnya perlahan. Ahhh…
Ketika kembali aku mengintip ke dalam kamar, kulihat Kak Tantri mengarahkan selangkangannya pada ujung bantal itu, hingga posisinya benar-benar seolah menunggangi tumpukan bantal itu.
Lalu tubuhnya terutama bagian pinggul bergoyang goyang dan bergerak-gerak lagi, setiap goyangan yang dilakukanya secara reflek membuat aku semakin cepat meremas batang kemaluanku sendiri. Entah berapa lama aku menyaksikan tingkah laku kak Tantri didalam kamar. Nafasku memburu, apalagi manakala aku melihat gerakan kak Tantri yang semakin cepat. Mungkin ia hendak mencapai orgasme, dan benar saja, beberapa saat kemudian tubuh kak Tantri nampak berguncang beberapa saat, jemari kak Tantri mencengkram seprai.
Aku tak tahan lagi. Bergegas aku menuju kamarku sendiri. Lalu kukunci pintu. Kumatikan lampu, lalu berbaring sambil memeluk bantal guling dengan nafas memburu. Pikiranku kacau. Bagaimanapun aku laki-laki normal. Aku merasakan gelombang birahi menyala dan semakin menyala didalam tubuhku.
Dan makin lama makin membara. Ah… aku tak tahan lagi. Dengan tangan gemetar aku membuka seluruh pakaian yang kukenakan, lalu aku berguling-guling diatas spring bad sambil mendekap bantal guling. Aku merintih dan mendesah sendirian. Diantara desahan dan rintihan aku menyebut-nyebut nama kak Tantri. Aku membayangkan tengah berguling-guling sambil mendekap tubuh kak Tantri yang putih mulus. Pikiranku benar-benar tidak waras.
Aku membayangkan tubuh kak Tantri aku gumuli dan kuremas remas. Sungguh aku tidak tahan, dengan sensasi dan imajinasiku sendiri, aku merintih dan merintih lalu mengerang perlahan seiring cairan nikmat yang muncrat membasahi bantal guling. (Besok harus mencuci sarung bantal…masa bodo…!!!!)…………….
Sejak kejadian malam itu, pandanganku terhadap kak Tantri mengalami perubahan. Aku tidak saja memandangnya sebagai kakak, lebih dari itu, aku kini melihat kak Tantri sebagai wanita cantik. Ya wanita cantik ! wanita cantik dan seksi tentunya. Ah…….! (maafkan aku kak Tantri !)
Terkadang aku merasa berdosa manakala aku mencuri-curi pandang. Kini aku selalu memperhatikan bagian-bagian tubuh kak Tantri. . ! mengapa baru sekarang aku menyadari kalau tubuh kak Tantri sedemikian putih dan moligh. Pinggulnya, betisnya, dadanya yang dihiasi dua gundukan itu. Ah lehernya apalagi, mhhh rasanya ingin aku dipeluk dan membenamkan wajah dilehernya.
“Hei, kenapa melamun aja ? Ayo makan rotinya !“, kata kak Tantri sambil menuangkan air putih mengisi gelas dihadapanya, lalu meneguknya perlahan. Air itu melewati bibir kak Tantri, lalu bergerak ke kerongkonganya…. Ahhh kenapa aku jadi memperhatikan hal-hal detail seperti ini ?
“Siapa yang melamun, orang lagi …. ammmm mmm enak nih, selai apa kak ?”, aku mengalihkan perhatian ketika kedua bola mata kak Tantri menatapku dengan pandangan aneh.
“Nanas ! itu kan selai kesukaanmu. awas abisin yah !”, kak Tantri bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan membelakangiku menuju wastafel untuk mencuci tangan.
“OK, tenang aja !”, mulutku penuh roti, tapi pandangan mataku tak berkedip menyaksikan pinggul kak Tantri yang dibungkus pakaian dinasnya. Alamak, betisnya sedemikian putih dan mulus…
“Kamu gak pergi kemana-mana kan ?“, kata kak Tantri. Hari sabtu aku memang gak ada mata kuliah.
“Enggak…!”, kataku sesaat sebelum meneguk air minum.
“Periksa semua kunci rumah ya Ted kalo mau pergi. Kemarin di blok C11 ada yang kemalingan….!”.
“Mmhhh… iya, tenang aja…”, kataku sambil merapikan piring dan gelas bekas sarapan kami.
Beberapa saat kemudian suara mobil terdengar keluar garasi. Lalu suara derikan pintu garasi ditutup. Dan ketika aku keteras depan, Honda Jazz warna silver itu berlalu meninggalkan pekarangan. filmbokepjepang.com
Setelah memastikan kak Tantri pergi, aku kemudian mulai mengamati atap dan jarak antar ruangan. Sejak kemarin aku telah memiliki suatu rencana. Aku mau memasang Mini Camera kekamar kak Tantri, biar bisa online ke TV dikamarku, he he !.
Sebulan berlalu, otakku benar-benar telah rusak.
Aku selalu menunggu saat-saat dimana kak Tantri bermasturbasi. Dengan bebas aku melihat Live Show, lewat mini kamera yang telah kupasang dilangit-langit kamar Kak Tantri. Aman ! sejauh ini kak Tantri tak menyadari bahwa segala gerak-geriknya ada yang mengamati.
Benar rupanya hasil survai sebuah lembaga bahwa 60 % dari wanita lajang melakukan masturbasi. Kalau kuhitung bahkan ka Tantri melakukanya seminggu dua kali. Pasti tidak terlewat ! malam rabu dan malam minggu.
Kasihan kak Tantri. Ia mestinya memang sudah berumah tangga. Tapi biarlah, kak Tantri toh sudah dewasa, ia pasti tahu apa yang dilakukannya. Dan yang terpenting aku punya sesuatu untuk kunikmati. Kalau kak Tantri melakukannya dikamarnya, pasti aku juga. Ahh…..
Seringkali ditengah kekacauan pikiranku, ingin rasanya aku bergegas kekamar kak Tantri ketika kak Tantri tengah menggeliat-geliat sendiri.
Aku ingin membantunya. Sekaligus membantu diriku sendiri. Gak usah beneran, cukup saling bikin happy aja. Tapi aku gak berani. Apa kata dunia ? Malam ini. Aku tak sabar lagi menunggu, sudah hampir jam sembilan. Tapi kok gak ada tanda-tandanya. Kak Tantri masih asyik nongkrongi TV diruang tengah. Aku kemudian bergegas keluar rumah bermaksud mengunci gerbang.
“Mau kemana Ted ?”,
“Kunci gerbang ah, udah malem !”, kataku sambil menggoyangkan anak kunci .
“Jangan dulu dikunci, temen kak Tantri ada yang mau kesini !”,
“Mau kesini ? siapa kak ?”,
“Sinta…yang dulu itu lho !”,
“Ohh…!”, aku mencoba mengingat. Sinta ? ah masa bodo… tapi kalo dia kesini, kalo dia nginep, berarti …? Yah…! hangus deh.
Aku bergegas kembali kedalam. Dan ketika aku menaiki tangga ke lantai atas, HP kak Tantri berdering. Kudengar kak Tantri berbicara, rupanya temennya si Sinta brengsek itu udah mau datang. Huh !
Aku hampir aja ketiduran. Atau mungkin memang ketiduran. Kulihat jam menunjukan pukul 10.30 malam, ya ampun aku memang ketiduran.
Cuci muka di wastafel, lalu aku ambil sisa kopi yang tadi sore kuseduh. Dingin tapi lumayan daripada gak ada. Lalu seteguk air putih. Lalu sebatang Class Mild dan, asap memenuhi ruang kamar. Kubuka jendela, membiarkan udara malam masuk kekamarku. Sepi. Temennya kak Tantri udah pulang kali ?!.
Kunyalakan TV, tapi hampir seluruh chanel menyebalkan, Kuis, Lawakan, Ketoprak, Sinetron Mistery, fffpuih ! kuganti-ganti channel tapi emang semua chanell menyebalkan, lalu kutekan remote pada mode video…lho apa itu…?! Ya ampun ! sungguh pemandangan yang menjijikan.
Tangan kiri kak Sinta mengelus-elus pundak kak Tantri. Sementara kuperhatikan tangan kak Tantri nampaknya mengelus-elus pinggang kak Sinta, tidak kelihatan memang tapi gerakan-gerakan dari balik selimut menunjukan hal itu. Lama sekali mereka saling pandang dan saling tersenyum. Mungkin mereka juga saling berbicara, tapi aku tak mendengarnya karena aku tidak memasang Mini Camera dengan Mic.
Perlahan kepala kak Sinta mendekat, tangannya menghilang kedalam selimut dan menelusuri punggung kak Tantri. Aku Cemburu ! Mereka berciuman dengan penuh perasaan, perlahan saling mengulum dan melumat. fffpuih ! Ternyata benar-benar ada tugas pria yang dilakukan oleh wanita. Untuk beberapa saat mereka berciuman dan saling meraba. Aku jadi menahan nafas. Mungkin aku juga ketularan tidak waras, rasanya ada satu gairah yang perlahan bangkit didalam tubuhku. Bahkan, aku mulai mendidih !
Sesaat kak Sinta nampak menelusuri leher kak Tantri dengan bibir dan lidahnya, aku mengusap leherku sendiri. Entah kenapa aku merasa merinding nikmat. Apalagi melihat ekpresi kak Tantri yang pasrah tengadah, sementara kak Sinta dengan lembut bolak-balik menjilat leher, dagu, pangkal telinga. Aku tak tahan melihat kak Tantri diperlakukan seperti itu. Setelah mematikan lampu, aku kemudian beranjak ke atas spring Bad, mendekap bantal guling, sementara mataku tak lepas dari layar TV.
Situasi semakin seru, kak Tantri kini yang beraksi, ia kelihatan agak terlalu terburu-buru. Dengan penuh nafsu ia menjilati dan menciumi leher kak Sinta yang kini terlentang ditindih kak Tantri. Kepala kak Sinta mendongak-dongak, aku yakin ia tengah merasakan gelenyar-gelenyar nikmat dilehernya.
Kemudian kak Tantri berpindah menciumi dada kak Sinta, sekarang baru nampak jelas wajah kak Sinta. Ia ternyata cantik sekali, bahkan sedikit lebih cantik dari kak Tantri. Ah aku terangsang. Tonjolan dibalik kain sarung yang kukenakan makin mengeras. Agak ngilu terganjal ujung bantal guling, sehingga perlu kuluruskan.
Kak Tantri benar-benar beraksi, ia menciumi dan melahap payudara kak Sinta. Wajah kak Sinta mengernyit, dan mulutnya terbuka, apalagi ketika kak Tantri mengemut putting susunya. Ia Menggeliat-geliat sementara kedua tangannya mendekap kepala kak Tantri. Bergantian kak Tantri mengerjai kedua payudara kak Sinta. Kak Sinta menggeliat-geliat. Semakin liar, apalgi ketika kak Tantri menyelinap ke dalam selimut.
Tiba-tiba kepala Kak Tantri muncul lagi dari balik selimut, tengadah mungkin ia tersenyum atau tengah mengatakan sesuatu, karena kulihat kak Sinta tersenyum, lalu sebuah kecupan mendarat dikening Kak Tantri.
Sesaat kemudian kak Tantri menghilang lagi ke dalam selimut. Kak Sinta tampak membetulkan posisi badannya, selimutnya juga dirapihkan, aku tak dapat melihat apa yang tengah dilakukan kak Tantri, tapi menurut perkiraanku kepala kak Tantri tepat diantara selangkangan kak Sinta. Entah apa yang tengah dilakukannya.
Namun yang terlihat, kak Sinta mendongak-dongak, kedua tanganya meremas-remas kepala kak Tantri. Kepala kak Sinta bergerak kekanan dan kekiri. Tubuhnya juga menggelinjang kesana sini. Kondisi seperti itu berlalu cukup lama.
Aku keringatan. Nafasku memburu. Tanpa sadar kubuka kaus yang kukenakan, lalu kulemparkan kain sarungku. Kemaluanku mengeras, menuntut diperlakukan sebagaimana mestinya. Ah… edan !
Tiba-tiba aku lihat kak Sinta mengejang beberapa kali. Pinggulnya mengangkat, kedua pahanya menjepit kepala kak Tantri. Mengejang lagi, sementara kepalanya mendongak kekanan dan kiri. Ia terengah-engah, lalu sesaat kemudian terdiam.
Matanya terpejam. Kemudian kak Tantri muncul dari balik selimut, ia nampak mengelap mulutnya dengan selimut. Paha kak Sinta tersingkap karenanya. Kak Sinta kemudian meraih kedua bahu kak Tantri, mendaratkan kecupan dikening, pipi kanan dan kiri kak Tantri, lalu merangkul kak Tantri ke dalam pelukannya. Beberapa saat mereka berpelukan. Aku yang menyaksikan kejadian itu hanya dapat menahan napas, sementara tangan kananku meremas-remas dan mengurut kemaluanku sendiri.
Dan, kemudian mereka nampak berbincang lagi, lalu kak Tantri membaringkan badanya. Terlentang. Kak Sinta menarik selimut, lalu menyingkirkannya jauh-jauh. Kak Tantri kelihatan protes, tapi protes kak Tantri dibalas dengan lumatan bibir kak Sinta. Tubuh kak Sinta menindih tubuh kak Tantri. Aku melihat, dengan mata kepalaku sendiri. Dua wanita cantik, dua tubuh indah dengan kulit putih mulus, tanpa busana, tanpa penutup apapun. Saling menyentuh.
Kak Sinta kini yang bertindak aktif, ia kini menjilati leher, pangkal leher, bahu, dada, payudara kanan dan kiri. Kak Tantri nampak pasrah diperlakukan seperti itu. Kak Sinta nampak lebih terampil dari kak Tantri, hampir setiap inci tubuh kak Tantri dijilati dan dikecupnya. Bahkan kini ia menelusuri pangkal paha kak Tantri dari arah perut dan terus bergerak ke awah.
Kak Tantri hendak bangun, kedua tanganya seolah menahan kepala kak Tantri yang terus bergerak ke bawah, entah mungkin karena geli atau nikmat yang teramat sangat. Tapi tangan kak Sinta menahanya, akhirnya kak Tantri menyerah. Dihempaskannya tubuhnya ke atas spring bad.
Kak Sinta kini menciumi paha, lutut, bahkan telapak kaki kak Tantri. Tangan kanan kak Tantri mengusap-usap kemaluannya, sementara jari-jari tangan kirinya dimasukan kedalam mulutnya sendiri. Ia mengeliat-geliat.
Tubuh kak Sinta kemudian berubah lagi. Ia kini telah siap berada diantara paha kak Tantri. Kak Sinta menarik bantal dan meletakannya, dibawah pinggul kak Tantri, sehingga tubuh bagian bawah kak Tantri makin terangkat. Kepala kak Tantri terjepit persis diantara selangkangan kak Tantri.
Sebelah tangannya meremas-remas payudara kak Tantri. Aku lihat tubuh kak Tantri mengelinjang-gelinjang. Tak sadar aku turut merintih. Semakin kak Tantri menggelinjang, nafasku semakin memburu. Tubuhku kini mendekap dan mengesek-gesek bantal guling, dan batang kemaluanku menggesek-gesek ujungnya.
Nikmat, entah apa yang kini berada didalam pikiranku. Yang pasti aku turut larut dalam situasi antara kak Tantri dan kak Sinta.
“Kak Tantriii… kak Sinta……, ini Randi… asssshhh..ahh kak…aku juga..!”, aku merintih dan terus merintih.
Semakin lama kak Tantri kulihat semakin liar, badannya bergerak-gerak, naik-turun searah pinggulnya. Kedua tangannya menangkup kepala kak Sinta. Semakin lama gerakan kak Tantri semakin liar, lalu pessss, TV mendadak padam. Sialan ! lampu diluar juga padam. Gelap gulita. PLN sialan ! Brengsekkkkkk !!!
Aku terengah-engah, dalam kegelapan. Sudah kadung mendidih, aku teruskan aksiku meski tanpa sensasi visual. Aku merintih dan mendesah sendiri dalam kegelapan. Aku yakin disana kak Tantri dan kak Sinta pun tengah merintih dan mendesah, juga dalam kegelapan…….
Dor ! Dor ! Dor !
“Randi… bangun, udah siang !“, suara ketukan atau entah gedoran pintu membangunkan aku. Rupanya sudah siang.
“Bangun…!”, suara kak Tantri kembali terdengar.
“Iya..! udah bangun…”, teriakku. Lalu terdengar langkah kaki kak Tantri menjauh dari pintu kamarku.
Ya ampun ! aku terkaget. Berantakan sekali tempat tidurku. Dan bantal guling…, bergegas aku buka sarungnya. Wah nembus ! Dengan terburu-buru kurapikan kamarku, jam menunjukan pukul 8 pagi.
Kalau tidak khawatir mendengar kembali teriakan kak Tantri yang menyuruh sarapan mungkin aku memilih untuk tidur lagi. Akhirnya aku keluar kamar, mengambil handuk, dan bergegas kekamar mandi.
Didekat ruang makan aku berpapasan dengan kak Tantri yang membawa nasi goreng dari dapur. Namun bukan itu yang menarik perhatianku. Rambut lepek kak Tantri yang belum kering benar jelas terlihat.
Aku teringat kejadian tadi malam. “abis keramas nih yee !”, kataku dalam hati.
“Apa senyam-senyum gitu ?”, kak Tantri menatapku heran.
“Enggak …! Siapa… lagi yang senyam-senyum…Mmm enak !”, kataku sambil menyuap sesendok nasi goreng hangat.
“Mandi dulu sana, dasar jorok !”, kata kak Tantri sambil meletakan piring yang dipegangnya.
“Jorokan juga kak Tantri, gituan dijilatin hiiii….”, kataku dalam hati, tapi kemudian bergegas mandi, eh keramas juga !
Segar sehabis mandi, hampir aku balik lagi ketika menyadari dimeja makan Kak Tantri tengah sarapan ditemani kak Sinta.
“Ikutan Indonesian Idol dong, Ran !, jangan cuma berani nyanyi dikamar mandi aja !”, itu kalimat yang pertama kudengar dari kak Sinta.
Cantik. Bener- benar cantik. Sumpah ! tapi matanya itu ! aku merasakan keliaran dimatanya ketika menatapku yang hanya terbungkus handuk sepinggang.
“Eh, maaf kirain gak ada kak Sinta, maaf yah…permisi !”, kataku sambil berlalu.
Buru-buru aku ganti baju, menyisir rambut. Ah kenapa aku ingin nampak keren. Karena ada kak Sinta yang cantik kali ya ? Pandang dari kiri dan kanan. Sip ! Turun kembali ke lantai bawah, menikmati dua wajah cantik, dan sepiring nasi goreng bertabur SoGood Sozzis.
“Nih buruan, sarapan dulu !”, kak Tantri yang kemudian menyuruhku sarapan, sementara mereka sendiri telah selesai.
Aku lalu sarapan dengan diawasi oleh dua mahluk cantik yang tidak buru-buru beranjak dari meja makan. Mereka berbincang ngalor ngidul seputar dunia kerja. Sesekali aku menimpali meskipun mungkin enggak nyambung. “Dasar kuli, hari libur gini masih aja ngurusin kerjaan !”, aku membatin.
“Tumben dihabisin ?”, kata kak Tantri melihat aku makan dengan lahap.
“Abis enak sih !”,
“Biasanya, dia tuh ! susah makannya, di masakin ini-itu…!”,
“Bohong kak ! jangan dengerin !”, kataku menimpali ucapan kak Tantri
“Alah… emang biasanya gitu kok !”, kak Tantri memotong ucapanku. Kak Sinta hanya tersenyum aja. Manis lagi senyumnya.
Mmmuah ! ingin rasanya kusentuh bibirnya itu.
Seminggu berlalu, setiap hari rasanya aku menjadi tambah bejat. Pikiranku kotor terus. Terbayang kak Tantri dan kak Sinta. Namun yang lebih sering menari-nari dalam khayalanku kemudian adalah sosok kak Tantri. Mungkin karena ia yang tiap hari ketemu. Sehingga pikiran kotorku kemudian mengacu kepadanya.
Aku merasa bersalah karena kemudian khayalanku semakin kacau. Aku begitu terobsesi dengan kak Tantri. Setiap menjelang tidur, pikiranku melayang-layang membayangkan kak Tantri. Aku ingin merasakan kehangatan tubuh mulusnya, mengecap setiap inci kulit halusnya. …ahhhhhh…..!!!
Rasanya semua hal yang berkaitan dengan kak Tantri membuatku terangsang. Melihat pakaiannya yang lagi dijemur saja aku terangsang.
Bahkan entah berapa kali ketika kak Tantri tidak ada dirumah, aku mempergunakan benda-benda pribadi kak Tantri menjadi objek fantasiku.
Dan makin lama aku makin berani, hingga aku melakukan self service, di kamar kak Tantri, ketika tidak ada kak Tantri tentunya. Seperti siang itu, sebotol Hand Body Lotion milik kak Tantri kugenggam erat.
Aku terlentang diatas spring bad kak Tantri. Isi lotion telah kukeluarkan sehingga melumuri kemaluanku yang mengacung. Kuurut perlahan, menikmati sensasi yang membuai, sambil sesekali aku menciumi celana dalam pink kak Tantri. Aku benar-benar hanyut dan terbuai dalam kenikmatan. Sehingga aku tak begitu menghiraukan ketika ada suara-suara didepan rumah. Ah… kak Tantri biasanya pulang jam 6.30, sekarang
Jeckrek !!! kunci pintu depan dibuka dari luar, lalu pintu terbuka. Seseorang masuk. Ya ampun ! aku sungguh panik. Kak Tantri Pulang !!!
Dengan gemetar dan penuh ketakutan aku mengenakan celana. Ya ampun, berantakan begini, dan Hand Body Lotion tumpah… mati gue !
Tak dapat dicegah karena pintu kamar memang tak kukunci. Blak…pintu didorong dari luar..
“Randi…! Ngapain kamu ?”, mata kak Tantri menatapku tajam.
“ng..mmm ini lagi !”, aku tak berkutik. Baju yang kugunakan mengelap ceceran Hand Body Lotion di seprai kugenggam erat.
Wangi Hand Body Lotion tercium kemana-mana. Keringat dingin membasahi tubuhku yang hanya mengenakan training. Napasku tercekat manakala menyadari tatapan kak Tantri ke atas tempat tidur, celana dalam ka Tantri, langerie kak Tantri, bantal guling, dan celana dalamku yang tak sempat kupakai atau kusembunyikan. Shittttt….sialan!
Kak Tantri menghela nafas panjang dan berat, tatapannya sungguh menakutkan. Aku menggigil gemeteran. Kak Tantri pastinya dapat menebak kelakuanku.
“Kok cepet pulangnya kak ?”, dengan susah payah aku bersuara. Tapi kak Tantri tak memperdulikanku. Ia berlalu, langkah kakinya menjauhi kamar.
Lalu terdengar dentingan gelas, dan pintu lemari es dibuka. Bergegas aku membereskan segala yang berantakan, sekedarnya. Lalu buru-buru meninggalkan kamar kak Tantri !
“Anjing…!, brengsek “, kataku sambil meninju dinding.
“Bodoh, bodoh !”, aku mengutuk diriku sendiri. Aku malu sekali. Dengan penuh ketakutan aku bergegas ganti baju. Pikiranku kacau sekali. Aku dengan mengendap keluar rumah, motorku-pun kudorong keluar halaman.
Lalu aku kabur ketempat kost temanku.
Tiga hari aku aku tak pulang, temanku sampai terheran-heran dengan kelakuanku. Tapi aku simpan rapat-rapat masalah yang sebenarnya. Aku hanya bilang lagi berantem sama kakaku. Tadinya aku kebingungan juga kelamaan tidak pulang, mau pulang juga rasanya bagaimana. Namun sebuah telpon dari kak Tantri membuat semuanya lebih baik,
“Randi kamu kemana aja ? kamu dimana ?”, terdengar suara kak Tantri di HP ku, datar.
“mm ng… dirumah temen kak ?”, kataku sedikit bergetar.
“Pulang…nanti kalo mamah nanya gimana ?”, suara kak Tantri masih terdengar datar.
Tapi setidaknya hal itu membuatku sedikit lega.
“Iya kak !”, lalu tak terdengar lagi suara kak Tantri. Aku tertegun beberapa saat, namun kemudian aku memutuskan untuk pulang.
Tiba dirumah, tatapan kak Tantri menyambutku. Aku tak berani menatap wajahnya.
“kamu kemana aja ?”, suara kak Tantri masih terdengar datar seperti ditelepon.
“Mmm…dari rumah Joni kak !”,
“Makan dulu…tuh kakak udah masak !”, terdengar suara kak Tantri dari ruang tengah.
“Iya kak !”, bergegas aku ke meja makan. Melahap makanan yang tersedia dimeja makan, emang gua laperrrr !
Besoknya, suasana masih terasa amat hambar. Kak Tantri tak mengucap sepatah katapun. Ia membuang muka ketika berpapasan dengan aku yang bermaksud ke kamar mandi. Selesai mandi, ganti baju, kembali keruang makan. Aku dan kak Tantri sarapan seperti biasanya, tapi rasanya suasana betul-betul mencekam. Kak Tantri nampak buru-buru menyelesaikan sarapannya. Akupun bergegas menghabiskan sisa makananku.
“Kak, maafin Randi yah !”, kataku sambil meletakan gelas yang airnya habis kuteguk.
Kak Tantri tak bersuara, tapi matanya menatapku, penuh keheranan dan tanda tanya, atau mungkin tatapan apa itu artinya. Entahlah. Beberapa hari kemudian setelah situasi dirumah mulai terasa normal, malam itu kak Tantri diruang tengah nonton TV atau mungkin membaca majalah. Entahlah atau bisa kedua-duanya, soalnya TV dinyalakan tapi ia asyik membaca majalah sambil telungkup dipermadani. Dagunya diganjal dengan bantal guling. Aku kemudian duduk disofa, tepat dibelakangnya. Rasanya badanku gemetar menyaksikan pandangan dihadapanku. Sittttt !!!! Pikiran gilaku melintas lagi.
Pantat kak Tantri yang hanya dilapisi selembar baju tidur tipis begitu indah terlihat. Garis celana dalam yang dikenakanya nampak menggurat. Betisnya itu, alamak. Aku tak tahan ingin mengecapnya dengan lidahku. Dan
“Bikin minum dong, haus nih…!”, Kak Tantri membalikan badannya, dan melihat kearahku yang tengah menikmati bagian belakang tubuhnya.
“Orange, atau susu ?”, tanpa sadar aku melirik kearah dadanya.
Kak Tantri merasakan pandangan mataku, ia membetulkan leher bajunya.
“Susu deh ! tapi jangan penuh-penuh yah !”,
“Ok !”, lalu aku pergi ke ruang sebelah. Seperti kebiasaannya kalau bikin susu ia pasti hanya minta setengah gelas.
“Takut gak abis”, katanya !
“Nih kak !”, kataku sambil meletakkan gelas susu disebelah kanan. Lalu aku bergerak kesebelah kiri kak Tantri. Kak Tantri segera mereguk minuman yang kusediakan untuknya itu. Aku sendiri meraih majalah yang tengah dibaca Kak Tantri.
“Ih apaan nih, sini ! orang lagi dibaca juga !”, kak Tantri berusaha meraih majalahnya kembali. Akhirnya kulepaskan. Aku mengambil remote TV. Sambil tengkurap disamping kak Tantri, aku memindah-mindah chanel.
“Kebiasaan Randi mah, pindah-pindah terus, balikin TransTV !”, katanya sambil berusaha meraih remote. Akupun menyerah, kukembalikan channel ke TransTV.
Lalu aku memiringkan badan, sekarang aku menghadap kearah kak Tantri. Menatapnya dalam-dalam. Ah.. kakak ku sayang, engkau cantik sekali. Lalu aku mutup kedua mataku rapat-rapat.
“Kak mau tanya, boleh ?”, kataku sambil tetap memejamkan mata.
“Tanya apa sih !”, ia menjawab tanpa menoleh.
“ng…mmmm kenapa Randi akhir-akhir jadi aneh yah ?”,
“Maksudnya apa ?”,
“Tapi kak Tantri jangan marah yah !”,
“Akhir-akhir ini, Randi sering error. Pikiranya yang begituuu.. aja. Gak siang gak malem, pusing deh !”,
“Mikirin apa sih ?”,
“
Ah… kak Tantri ini. Maksud Randi… mmm jangan marah yah. Rasanya Randi gampang terangsang deh !”, kubuka mataku, keterkejutan nampak diwajah kak Tantri. Lalu ia menghela nafas panjang.
“Kebanyakan nonton film jelek kali. Tuh dikomputer hapus-hapusin gambar gambar jelek kayak gitu !”,
“Bisa juga sih…, kalau masturbasi bahaya enggak sih kak?”, aku kembali melontarkan pertanyaan yang mengagetkannya.
”Apaan sih gituan di tanya-tanyain ?!”, nampak kak Tantri agak gusar menimpali pertanyaanku.
“Kalau kata temen Randi sih, mendingan masturbasi daripada main sama cewek nakal, bisa penyakitan !”,
Tak terdengar komentar. Waduh aku kehabisan kata-kata.
“Sebenarnya gara-gara kak Tantri sih !”, dan aku menunggu. Benar saja, kak Tantri bereaksi. Ia menatapku penuh tanya.
“Menurut sebuah survai, 60 % wanita lajang melakukan masturbasi, bener kan ?”, aku kembali melontarkan pukulan kata-kata.
“Kata siapa kamu ?”,
“Kata koran dannnnn… lubang kunci !”,
“Maksud Randi apa sih…? Kakak jadi pusing !”,
“Randi tahu rahasia kak Tantri !”,
“Rahasia apa ?”,
“Kak Tantri suka menggeliat-geliat ditempat tidur tanpa pakaian dan memeluk bantal guling !”, akhirnya. Mata Kak Tantri membeliak kaget. Tatapan matanya menyiratkan rasa marah dan malu, tapi ia berusaha menutupinya.
“Kamu ngintip ?”,
“Gak sengaja sih…!”, kubenamkan mukaku dipermadani sambil menunggu efek selanjutnya.
“Tapi tenang aja. Rahasia kak Tantri aman kok ditangan Randi. Dan rahasia Randi ada ditangan kak Tantri. Sama-sama aman ok ?!”, Kak Tantri tak bersuara. Benar-benar terdiam. Ia malah membolak-balikan halaman majalah.
“Meskipun ada satu rahasia lagi !”, tampak wajah kak Tantri kembali menegang. Pandanganya mengarah kepadaku, yang kini juga menatapnya.
“Kak Sinta… !”, kataku. Kak Tantri benar-benar terhenyak. Ia bangkit hingga terduduk. Aku membalikan badan, terlentang disamping kak Tantri.
“Tenang aja. Randi gak akan membocorkannya ke siapa-siapa kok !”,
“Randi tahu semuanya ?”, kata kak Tantri tiba-tiba.
Pandangan matanya kini memelas dan penuh ketakutan. Aku menganggukan kepala.
“Jangan bilang siapa-siapa, jangan bilang mamah. Please !”, kak Tantri mengguncang bahuku.
“Tenang…pokoknya aman !”,
Kak Tantri nampak gelisah. Aku tidak tega melihatnya. Kak Tantri yang sangat baik padaku telah aku antarkan pada suatu kondisi serba salah dan menakutkan baginya. Tapi sudahlah. Tiba-tiba terdengar dering telp, bergegas aku bangun dan mengangkat gagang telpon.
“Halloo..!”, terdengar suara perempuan diseberang sana.
“Hallo…!”, kataku
“Ini Randi yah ?, kak Tantri ada ?”, suara itu terdengar lembut.
“ng.. ini siapa yah ?”, kataku sambil menduga-duga.
“Ini Sinta…kak Tantri-nya ada ?”,
“Ada…sebentar ya kak !”, kataku.
“Kak… ini kak Sinta !”, kataku pada kak Tantri. Kulihat tiba-tiba expresi kak Tantri menegang. Namun tak urung ia mendekatiku, dan menerima gagang telepon yang kusodorkan.
“Haloo..”,
Aku bergegas pergi, tak ingin mengganggu “sepasang kekasih” yang telepon-an. Aku naik ke lantai atas, menuju kekamarku sendiri. Kukunci pintu kamar, mematikan lampu, dengan perasaan campur aduk.
Beberapa saat kemudian kudengar langkah kaki kak Tantri di tangga menuju kearah kamarku. Lalu tiba-tiba aku mendengar ketukan dan suara kak Tantri. Aku terdiam, menunggu.
“Randi…!”, kembali terdengar ketukan. Kunyalakan lampu lalu membuka kunci pintu kamar.
Tanpa kupersilahkan kak Tantri menyeruak masuk lalu duduk dipinggir tempat tidur.
“Randi..”, kak Tantri tiba-tiba memecahkan keheningan.
Aku yang hendak menyalakan rokok, menoleh. Kulihat kak Tantri menatapku dalam-dalam. Nampaknya ada sesuatu yang ingin diucapkanya. Tak jadi menyalakan rokok. Aku menarik kursi, dan membalikanya sehingga menghadap kearah kak Tantri. Lalu aku duduk dihadapan kak Tantri.
“Randi bisa pegang rahasia kan ?”, ia menatapku sungguh-sungguh. Ada ketakutan dimatanya.
“Masalah apa ?”,
“Sinta…!”,
“Oh…!”, aku mengangguk perlahan.
“Jangan sampai Mamah tahu !’,
Aku hanya menatapnya, lalu tersenyum hambar.
“Janji ?!”, kak Tantri menatapku dalam-dalam.
“Janji !”, kataku sambl mengacungkan telunjuk dan jari tengahku.
“Randi boleh minta apa aja, pasti kakak turutin, syaratnya satu, gak boleh bocorin rahasia !”,
“Tenang…aman !’, kataku agak bergetar.
“Randi mau minta apa sama kaka?”, nampaknya kak Tantri mencoba bernegosiasi, he he….
“ng…gak minta apa-apa deh…mmm…”, sungguh tak terpikir untuk minta sesuatu pada kak Tantri, lagi pula aku sama sekali gak kepirkiran untuk membocorkan rahasianya. Namun tatapan liarku kearah dada ka Tantri sungguh dinterpretasikan oleh kak Tantri. filmbokepjepang.com
“Kakak tahu kok apa yang Randi inginkan, sini…!”, kak Tantri menepuk spring bad, mungkin maksudnya menyuruhku duduk disampingnya. Aku ragu sesaat.
“Sini….!”, katanya mengulang.
Meskipun ragu aku kemudian beranjak, dan dengan bingung aku duduk disebelahnya. Darahku berdesir saat jemari lembut kak Tantri mengusap punggung tanganku. Lalu ia meraih telapak tanganku.
Jemari tanganku digenggamnya.
“Pasti Randi sekarang lagi error !”, tiba-tiba kak Tantri berkata datar,
“Apaan sih kak ?”, kataku agak jengah.
“Pake pura-pura lagi !”, kak Tantri mendorong tubuhku.
Karena Kak Tantri mengisyaratkan agar aku terlentang maka aku segera terlentang dengan kakiku menjuntai kelantai.
“Randi pengen ini kan ?”, jemari kak Tantri merayapi pahaku.
Aku terhenyak menahan nafas. Kemudian kak Tantri tanpa ragu mulai meremas kemaluanku perlahan, ahh….., kedua lututku terangkat parlahan, lalu kuturunkan lagi.
“Pake malu-malu lagi !”, kak Tantri memaksaku melepaskan bantal. Akhirnya untuk aku hanya bisa menutup mata dan menikmati gelenyar kenikmatan dari setiap remasan tangan kak Tantri.
“Ah…shhh..kak….!”,
Tanganku perlahan merayap kearah pinggang kak Tantri, meremasnya perlahan seiring geliat kenikmatan. Aku semakin berani karena kak Tantri tak menolak remasan tanganku dipinggangnya. Tiba-tiba,
“Udah ya…cukup segitu aja !”, tiba-tiba kak Tantri menghentikan remasan tanganya.
“Ah kakak !”, aku merintih kecewa, hampir aku melonjak bangun.
“Kenapa ?”, ia menatapku, sebuah senyum seolah menggoda aku yang tengah konak.
“Tanggung…please…!”, aku merintih dan memelas.
“Dasar….”, katanya sambil memijit hidungku.
Tanpa ragu aku melepaskan training yg kukenakan, kemaluanku yg sungguh telah mengeras, mendongak… Nampak ada rasa jengah pada tatapan kak Tantri, aku bangkit dari tidurku,
“Please…!”, lalu kuraih tangan kak Tantri agar menjamah kemaluanku. Akhirnya tak urung kak Tantri menuruti kemauanku.
Kembali kuhempaskan tubuh, lalu menunggu kak Tantri melakukan hal yg seharusnya. Tangan lembut dan halus kak Tantri menggenggam kemaluanku, nampaknya ia agak ragu, badanku mengerjap sesaat, ketika tangan kak Tantri mulai meramas kemaluanku dengan perlahan. Kupenjamkan mata, menikmati setiap kenikmatan yang datang. Semakin lama keinginanku semakin kuat. Aku merintih, mendesah dan sesekali menggeliat. Remasan tangan kak Tantri memang nikmat, namun semakin lama aku menginginkan lebih, lalu aku meraih Hand Body dari sela-sela pinggir springbad, dengan gemetar kusodorkan pada kak Tantri.
“Apa ini ?”,
Meski terlihat ragu, perlahan kak Tantri meraih Hand Body Lotion, membuka tutupnya, menumpahkannya ditangan kanannya. Lalu ia melumuri kemaluanku. Ahhh..
“Maafin Randi ya kak !”,
“Iya anak nakal !”, katanya. Mungkin seharusnya ia tersenyum tapi aku tidak melihatnya.
“Digimanain ?”, katanya berbisik perlahan.
“Urut aja, keatas dan kebawah, pelan-pelan !”,
“Begini…!”,
“Ya…ah… shhh… kak Tantri…!”, akupun tenggelam dan terbuai dalam kenikmatan. Belaian lembut tangan Kak Tantri sungguh membuat aku terlena. Dan tanpa kuminta kak Tantri telah cukup paham ketika sudah agak mengering dan kesat ditambahkannya lagi cairan Hand Body itu. Ia telah tahu yang kuinginkan. Caranya mengurut dan meremas sungguh sempurna. Aku kemudian hanya bisa pasrah, merintih dan mendesah.
“ssshhhh… kaka…mkasihhhh…. Mmmm shhhhh enak !”,
Aku terus merintih dan merintih. Kak Tantri benar-benar memanjakan aku. Ia mengurut dan membelai membuat aku terasa melambung-lambung. Tapi lama kelamaan ada rasa ngilu dikemaluanku.
Makin lama makin ngilu.
“kenapa ? udah ?”, kak Tantri bertanya ketika tanganku menahan gerakan tanganya yang masih mengurut dan membelai.
“Ngilu…!”, kataku berbisik.
Lalu aku bangkit dari tempat tidurku, sehingga kami duduk berdampingan. Kak Tantri terlihat berusaha mengelap cairan Hand Body yang berlepotan ditanganya. Trainingku menjadi korban. Tanggung sekalian kotor, akupun mengelap kemaluanku dari cairan handbody. Kami terdiam, beberapa saat.
“Tahu enggak sebenarnya Randi suka pake bantal guling. Seperti Kak Tantri !”,
“Apa enaknya…!”, pertanyaan itu seolah terlontar begitu saja.
“Ya enak aja. Gesek-gesek. Sambil membayangkan sedang memeluk kak Tantri !”.
“Dasar !”, ia memelintir kupingku.
“kak Tantri…!”,
‘Apa..?”,
‘Tanggung nih !”,
“Tanggung apanya ?”,
“Pura-pura jadi bantal guling mau ?”,
“Apalagi nih !”,
“Randi gak tahan nih. Tapi kak Tantri gak usah khawatir. Randi gak merusak apapun. Kak Tantri tetap berbaju lengkap. Kak Tantri hanya berbaring aja. Nanti Randi…!”, kak Tantri terdiam tak menjawab.
“Cuma gesek-gesek aja !”, aku kemudian menandaskan.
“Gimana ? kamu ini aneh-aneh aja ?”,
“Berbaring dulu kak Tantri-nya. Pokonya aman deh.
Randi gak bakalan merusak apapun. Janji !”, kataku sambil setengah mendorong tubuh kak Tantri. Kak Tantri tak urung menurut. Ia beringsut keatas spring bad, lalu kubaringkan tubuhnya hingga terlentang. Dengan bergetar kemudian aku berbaring menyamping. Lalu kakiku menyilang keatas dua kakinya. Selangkanganku kini menempel ke pahanya. Sayang masing terlindung pakaian yang dikenakannya. Tapi lumayan enak.
Lalu aku mulai menggesek-gesekan kemaluanku kepaha kak Tantri. Rasa nikmat perlahan mengalir seiring gesekan itu. Makin lama makin terasa enak. Tangan kak Tantri kupaksa agar mau melingkari pinggangku. Aku terus menggesek dan menggesek. Sesaat aku lepaskan bajuku, aku kini telanjang bulat, menelungkup tubuh kak Tantri yang masih terbungkus Langerie…
”shhhh…. Mmmm enak kak. Enak ! shhhhh ahhhh shhh !”, tanpa sadar aku menciumi bahu kak Tantri. Aku semaki berani karena kak Tantri membiarkan aku menciumi pundaknya. Makin lama tubuhku makin bergeser. Tahu-tahu aku kini berada diantara dua paha kak Tantri. Kemaluanku menggesek-gesek persis kemaluan kak Tantri. Sungguh nikmat. Geletar-geletar birahi makin memuncak.
Aku mendesis dan merintih sambil sesekali mendaratkan ciuman ke pundak kak Tantri. Lambat laun aku menyadari, setiap aku bergerak dan menggesek, tubuh kak Tantri ikut bergerak seirama gerakan tubuhku. Bahkan beberapa kali ia membetulkan posisi pinggangku.
Kemaluanku terus menggesek-gesek kemaluan kak Tantri. Dan terus bergoyang-goyang berirama.
“Kurang keatas…sakit tahu !”, suara ka Tantri terdengar memburu.
Aku menurut. Aku bergerak lebih keatas. Paha kak Tantri bergerak seolah memberi ruang agar tubuhku bergerak lebih leluasa.
“Pelan…pelan…”, ia mendesis,
“Enak kak?’, akhirnya kulontarkan pertanyaan itu. Kak Tantri terdiam. Namun nafasnya semakin terdengar memburu. Jemari tangannya terasa meremas-remas punggungku. Tanpa meminta persetujuan aku berusaha meraih celana dalam kak Tantri.
“Mau apa ?”,
“Biar gak sakit lepasin aja yah ?”, ia sedikit mempertahankanya.
“Please !”, kataku. Akhirnya kak Tantri menurut.
Bahkan kakinya bergerak-gerak membantuku melepaskan celana dalam itu. Aku tidak bermaksud menyetubuhi kak Tantri. Tidak benar-benar maskudku. Biar bersentuhan lebih dekat aja. Dan untuk pertama kalinya dalam hidupku. Kemaluanku menempel pada kemaluan wanita. Sungguh sensasinya luar biasa.
Kemaluanku mengarah kebawah, terjepit diantara paha kak Tantri. Lalu aku mulai menggesek-kesekanya. Ada sesuatu yang hangat namun basah dibawah sana. Semakin kugesekkan semakin terasa nikmat. Tiba-tiba aku mendengar kak Tantri mendesah pelan. Kepalanya mendongak. Kuulangi gerakan dan gesekanku, kembali ia mendesah. Akhirnya kuulangi gesekan diwilayah itu. Aku senang mendengar kak Tantri mendesah-desah dan merintih. Kami ternyata berada pada posisi saling berdekapan.
Wajah kami begitu dekat. Aku merasakan semburan nafas hangat kak Tantri. Dengan lembut kudaratkan bibirku didagunya. Kemudian bergeser, perlahan. Akhirnya bibir kami bertemu. Bibir kak Tantri awalnya diam tak bereaksi ketika bibirku berusaha melumat, tapi lama kelamaan bibir itu membalas lumatan bibirku. Kami berpagutan dan saling melumat. Semakin lama segalanya semakin liar. Aku kini bahkan sudah mengecap, menjilat bahkan setengah menggigit leher kak Tantri. Ketika jilatan lidahku menyerang pangkal leher dibawah telinganya, kak Tantri mendesah dan merintih. Aku kini benar-benar membuat kak Tantri menjadi hilang kesadaran. Ia telah menjadi benar-benar liar.
Diarahkannya kepalaku untuk menciumi dadanya. Aku maklum dengan apa yang diinginkan kak Tantri. Aku bangit dari cengraman tubuhnya. Lalu dengan gemetar kubuka Langerie yang dikenakan kak Tantri. Kemudian Bra yang dikenakannya. Kini tubuh kak Tantri tak berbalut selembar benangpun, sebagaimana aku. Tak tahan berlama-lama aku merangkul tubuh kak Tantri. Aku menggumulinya dengan penuh nafsu. Aku jilat setiap inci tubuhnya, semakin kak Tantri merintih semakin aku mejilat dan menggigit. Putting susunya bergantian aku lahap. Aku bagai orang yang kesetanan.
Tanpa terasa aku mulai menjilati tubuh kak Tantri bagian bawah. Bahkan aku kini mulai menciumi pangkal paha dan selangkangannya. Kak Tantri merintih dan melenguh. Aku tak tahu bagaimana cara menjilat yang baik dan benar. Pokoknya semakin keras rintihan kak Tantri semakin lama aku menjilat. Kupingku terasa berdenging dan pekak karena terjepit kedua paha kak Tantri. Aku menjilat dan terus menjilat kemaluan kak Tantri. Meskipun hidungku mencium aroma yang aneh, dan lidahku mengecap rasa yang aneh pula. Aku terus menjilat. Bahkan bibirkupun mencium bagian-bagian kemaluan kak Tantri. Aku bahagia mendengar kak Tantri Merintih-rintih dan menjerit. Sampai kemudian kak Tantri menarik kepalaku.
“Sudah-sudah ! ngilu !”,
“Ngilu ?”, batinku. Bukanya enak ?
Nafas kak Tantri tersengal-sengal. Aku segera mengelap mulutku dengan baju kak Tantri, mengusir perasaan tidak nyaman dimulutku. Namun aku masih bernafsu. Ketika aku bermaksud menaiku tubuh kak Tantri.
“Tunggu sebentar. Masih ngilu !?”, katanya.
Akhirnya aku hanya dapat menciumi perut dan dada serta payudara kak Tantri. Kedua tangan kak Tantri membelai-belai rambutku.
Tubuhku perlahan mulai merayap kembali. Masuk kedalam dekapan hangat tubuh kak Tantri. Rasa nikmat itu perlahan kembali mengalir. Kemaluan kami kembali bergesekan. Dan aku mulai meracau…
“Jangan !”, kak Tantri menahan tubuhku. Aku tak tahan lagi. Aku ingin memasukannya. Aku ingin merasakan terbenam dalam lembah kenikmatan itu.
“Jangaaaaannn… please ! Randi jangan !”, kak Tantri memohon ketika aku mencoba dan memaksa untuk kedua kalinya.
“Randi udah gak tahan kak ! gak tahan lagi !”,
“Tapi Randi udah janji, gak bakalan merusak.!”, kak Tantri menghiba.
“Randi udah gak tahannnnnn….shhhh !”,
“Kak Tantri juga sama. Tapi please jangannnn shhh !”,
Kak Tantri berbisik dengan nafas memburu. Aku tak tahan lagi. Namun kemudian otak warasku hadir. Kalau dengan bantal guling saja aku bisa puas, kenapa sekarang enggak. Aku ambil celana dalam kak Tantri, lalu kugunakan untuk menutupi kemaluan kak Tantri.
“Randi pengen keluar disini, boleh yah !”. setengah memohon aku berbisik. Karena tak dilarang segera aku memposisikan kemaluanku mengarah kebawah dan terjepit paha kak Tantri. Kedua Kemaluan kami hanya dipisah selembar celana dalam. Dan aku kemudian mulai menggesek. Mencari sensasi kenikmatan itu. Aku menggesek dan menggesek. Tak beberapa lama, gelombang kenikmatan itu datang. Cratt cratt…..
Aku terkapar diatas tubuh kak Tantri. Terdiam beberapa saat, sebelum kak Tantri mendorong tubuhku yang menindih tubuhnya. Aku terbaring ke samping. Ingin rasanya aku memeluk kak Tantri berlama-lama. Tapi kak Tantri buru-buru bangkit. Dikenakannya Langerie-nya kembali. Lalu bergegas ia keluar dari kamarku. Celana dalamnya yang basah berlumuran ditinggalkannya !
Sejak saat itu, rahasia dirumah ini bertambah, sampai sekarang kami terus melakukannya, tidak terlalu sering memang, namun ketika aku menginginkan atau ketika kak Tantri “kepengen” (begitulah istilah kak Tantri), maka kami akan melakukannya.