“Bareng yuk jalannya, parkir dimana Citra?” ajak Dimas “Jauh nih, di dekat psikologi, rada telat sih tadi”
Dimas pulang berjalan kaki karena kostnya sangat dekat dengan kampus. Sebenarnya kalau menemaniku dia harus memutar agak jauh dari jalan keluar yang menuju ke kostnya, mungkin dia ingin mmeperlihatkan naluri prianya dengan menemaniku ke tempat parkir yang kurang penerangan itu. Dia adalah teman seangkatanku dan pernah terlibat one night stand denganku.
orangnya sih lumayan cakep dengan rambut agak gondrong dan selalu memakai pakaian bermerek ke kampus, juga terkenal seabgai buaya kampus.
Malam itu hanya tinggal beberapa kendaraan saja di tempat pakir itu. Terdengar bunyi sirine pendek saat kutekan remote mobilku. Akupun membuka pintu mobil dan berpamitan padanya.
Ketika aku menutup pintu, tiba-tiba aku dikejutkan oleh Dimas yang memebuka pintu sebelah dan ikut masuk ke mobilku.
“Eeii… mau ngapain kamu?” tanyaku sambil meronta karena Dimas mencoba mendekapku.
“Ayo dong Citra, kita kan sudah lama ngga melakukan hubungan badan nih, saya kangen sama vagina kamu nih” katanya sambil menangkap tanganku.
“Ihh.. nggak mau ah, saya capek nih, lagian kita masih di tempat parkir gila!” tolakku sambil berusaha lepas.
Karena kalah tenaga dia makin mendesakku hingga mepet ke pintu mobil dan tangan satunya berhasil meraih payudaraku lalu meremasnya. “Dimas… jangan… nggak mmhhhh!” dipotongnya kata-kataku dengan melumat bibirku.
Jantungku bertdetak makin kencang, apalagi Dimas menyikpa kaos hitam ketatku yang tak berlengan dan tangannya mulai menelusup ke balik BH-ku. Nafsuku terpancng, berangsur-angsur rontaanku pun melemah. Rangsangannya dengan mejilat dan menggigit bibir bawahku memaksaku membuka mulut sehingga lidahnya langsung menerobos masuk dan menyapu telah rongga mulutku, mau tidak mau lidahku ikut bermain dengan lidahnya. filmbokepjepang.com
Nafsuku makin memburu ketika dia menurunkan cup BH-ku dan mulai memilin-milin putingku yang kemerahan. Teringat kembali ketika aku mau ML dengannya di kostnya dulu. Kini aku mulai menerima perlakuannya, tangankku kulingkarkan pada lehernya dan membalas ciumannya dengan penuh gairah.
Kira-kira setelah lima menitan kami ber-french kiss, dia melepaskan mulutnya dan mengangkat kakiku dari jok kemudi membuat posisi tubuhku memanjang ke jok sebelah. Hari itu aku memakai bawahan berupa rok dari bahan jeans 5 cm diatas lutut, jadi begitu dia membuka kakiku, langsung terlihat olehnya pahaku yang putih mulus dan celana dalam pinkku.
“Kamu tambah nafsuin aja Citra, saya sudah tegangan tinggi nih” katnya sambil menaruh tangannya dipahaku dan mulai mengelusnya.
Ketika elusannya sampai di pangkal paha, diremasnya daerah itu di luar celana dalamku sehingga aku merintih dan menggeliat. Reaksiku membuat dimas semakin bernafsu, jari-jarinya mulai menyusup ke pinggiran celana dalamku dan bergerak seperti ular di permukaanya yang berbulu. Mataku terpendam sambil mendesah nikmat saat jarinya menyentuh klistorisku. Kemudian gigitan pelan pada pahaku, aku membuka mata dan melihatnya menundukkan badan menciumi pahaku. Jilatan itu terus merambat dan semakin jelas tujuannya, pangkal pahaku. Dia makin mendekatkan wajahnya ke sana sambil menaikkan sedikit demi sedikit rokku.
Dan… oohh…. rasanya seperti tersengat waktu lidahnya menyentuh bibir vaginaku, tangan kanannya menahan celana dalamku yang disibakkan ke samping sementara tangan kirinya menjelajahi payudaraku yang telah terbuka.
Aku telah lepas kontrol, yang bisa kulakukan hanya mendesah dan menggeliat, lupa bahwa ini tempat yang kurang tepat, goyangan mobil ini pasti terlihat oleh orang diluar sana. Namun nafsu membuat kami terlambat menyadari semuanya. Ditengah gelombang birahi ini, tiba-tiba saja kami dikejutkan oleh sodoran senter beserta gedoran pada jendela belakangku. Bukan main terkejutnya aku ketika menengok ke belakang dan melihat dua orang satpam sampai kepalaku kejeduk jendela, begitu juga Dimas, dia langsung tersentak bangun dari selangkanganku.
Mereka menuduh kami melakukan perbuatan mesum di area kampus dan harus dilaporkan. Tentu saja kami tidak menginginkan hal itu terjadi sehingga terjadi perdebatan dan tawar-menawar di antara kami. Kemudian yang agak gemuk dan berkumis membisikkan sesuatu pada temannya, entah apa yang dibisikkan lalu keduanya mulai cengengesan melihat kearahku. Temannya yang tinggi berumur 40-an itu lalu berkata,
“gini saja, bagaimana kalau kita pinjam sebentar cewek kamu buat biaya tutup mulut?”
Huh, dasar pikirku semua laki-laki sam saja pikirannya tak jauh dari selangkangan. Rupanya dalam hal ini Dimas cukup gantleman juga, walaupun dia bukan pacarku, tapi dia tetap membelaku dengan menawarkan sejumlah uang dan berbicara agka keras pada mereka. Di tengah situasi yang mulai memanas itu akupun maju memegangi tangan Dimas yang sudah terkepal kencang.
“Sudahlah Mas, nggak usah buang-buang duit sama tenaga, biar saya saja yang beresin” kataku
“Ok, bapak-bapak saya turuti kemauan kalian tapi sesudahnya jangan coba ungkit-ungkit lagi masalah ini!”
Walaupun Dimas keberatan dengan keputusanku, namun dia mau tidak mau menyerah juga aku sendiri meskipun kesal tapi juga menginginkannya untuk menuntaskan libidoku yang tanggung tadi, lagipula bermain dengan orang-orang seperti mereka bukan pertama kalinya bagiku. Singkat cerita kamipun digiring mereka ke gedung psikologi yang sudah sepi dan gelap, diujung koridor kami disuruh masuk ke suatu ruangan yang adalah toilet pria. Salah seorang menekan sakelar hingga lampu menyala, cukup bersih juga dibanding toilet pria lainnya pikirku.
“Nah, sekarang kamu berdiri di pokok sana, perhatiin baik-baik kita ngerjain cewek kamu!” perintah yang tinggi itu pada Dimas.
Di sudut lain mereka berdiri di sebelah kanan dan kiriku menatapi tubuhku dalam pakaian ketat itu,. Sorot mata mereka membuatku nervous dan jantungku berdetak lebih cepat, kakiku serasa lemas bak kehilangan pijakan sehingga aku menyandarkan punggungku ke tembok.
Kini aku dapat melihat nama-nama mereka yang tertera di atas kantong dadanya. Yang tinggi berusia sekitar pertengahan 40 itu namanya Egy, dan temannya yang berkumis itu bernama Romli. Pak Egy mengelusi pipiku sambil menyeringai masum.
“Kenalan dulu dong non, namanya siapa sih?” tanya Pak Romli sambil menyalami tanganku dan membelainya dari telapak hingga pangkalnya, otomatis bulu-buluku merinding dan darahku berdesir dielus seperti itu.
“Citra” jawabku dengan agak bergetar.
“Wah Citra ya, nama yang indah kayak orangnya, pasti dalamnya juga indah” Pak Egy menimpali dan disambut gelak tawa mereka.
“Non Citra coba sun saya dong, boleh kan?” pinta Pak Romli memajukan wajahnya.
Aku tahu itu bukan permintaan tapi keharusan, maka kuberikan satu kecupan pada wajahnya yang tidak tampan itu.
“Ahh.. non Citra ini di mobil lebih berani masak di sini cuma ngecup aja sih, gini dong harusnya” kata Pak Egy seraya menarik wajahku dan melumat bibirku.
Aku memejamkan mata mecoba meresapinya, dia makin ganas menciumiku ditambah lagi tangannya yang sudah mulai meremas-remas payudaraku dari luar. Lidahnya masuk bertemu lidahku, saling menjilat dan berpilin, bara birahi yang sempat padam kini mulai terbakar lagi, bahkan lebih dahsyat daripada sebelumnya. Aku makin berani dan memeluk Pak Egy, rambutnya kuremas sehingga topi satpamnya terjatuh. Sementara dibawah sana kurasakan sebuah tangan yang kasar meraba pahaku. Aku membuka mata dan melihatnya, disana Pak Romli mulai menyikap rokku dan merabai pahaku.
Pak Egy yang melepas ciumannya dan beralih ke sasaran berikutnya, dadaku. Kaos ketatku disikapnya sehingga terlihatlah buah dadaku yang masih terbungkus BH pink, itupun jugas langsung diturunkan.
“Wow teteknya montok banget non, putih lagi” komentarnya sambil meremas payudara kananku yang pasa di tangannya.
Pak Romli juga langsung kesengsem dengan payudaraku, dengan gemas dia melumat yang kiri. Mereka kini semakin liar mengerayaiku. Putingku mengeras karena terus dipencet-pencet dan dipelinitr Pak Egy sambil mencupangi leher jenjangku, dia melakukanny cukup lembut dibandingkan Pak Romli yang memperlakukan payudara kiriku dengan kasar, dia menyedot kuat-kuart dan kadang disertai gigitan sehingga aku sering merintih kalau gigitannya keras. Namun perapduan antara kasar dan lembut ini justru menimbulkan sensasi yang khas.
Tak kusadari tokku sudah terangkat sehingga angin malam menerpa kulit pahaku, celana dalamku pun tersingkap jelas. Pak Romli menyelipkan tangannya ke balik celana dalamku sehuingga celana dalamku terlihat menggembung. Tangan Pak Egy yang lainnya mengelusi belakang pahaku hingga pantatku.
Nafsu makin memburu, aku hanya memejamkan mata dan mengeluarkan desahan-desahan menggoda. Aku merasakan vaginaku semakin basah saja karena gesekan-gesekan dari jari Pak Romli, bahkan suatu ketika aku sempat terserentak pelan ketika dua jarinya menemukan lalu mencubit pelan biji klitorisku. Reaksiku ini membuat mereka semakin bergairah. Pak Romli meraih tangan kiriku dan menuntunnya ke penisnya yang entah kapan dia keluarkan.
“Waw.. keras banget, mana diameternya lebar lagi” kataku dalam hati “bisa nati orgasme nih saya”
Aku mengocoknya perlahan sesuai perintahnya, semakin kukocok benda itu makin memebengkak saja.
Pak Romli menarik tangannya keluar dari celana dalamku, jari-jarinya basah oleh cairan vaginaku yang langsung dijilatnya seperti menjilat madu. Kemudian aku disuruh berdiri menghadap tembok dan menunggingkan pantatku pada mereka, kusandarkan kedua tanganku di tembok untuk menyangga tubuhku.
“Asyik nih, malam ini kita bisa ngerasain pantat si non yang putih mulus ini” celoteh Pak Romli sambil memerasi bongkahan pantatku yang sekal.
Aku menoleh kebelakang melihat dia mulai menurunkan celana dalamku, disuruhnya aku mengangkat kaki kiri agar bisa meloloskan celama dalam. Akhirnya pantatku yang sudah telanjang menungging dengan celaan dalamku masih menggantung di kaki kanan.
“Pak masukkin sekarang dong” pintaku yang sudah tidak sabar merasakan batang-batang besar itu menjejali vaginaku.
“Sabar non, bentar lagi, bapak suka banget nih sama vagina non, wangi sih!” kata Pak Romli yang sedang menjilati vaginaku yang terawat baik. Cerita dewasa
Pak Romli mendorong penisnya pada vaginaku, walau sudah becek oleh lendirku dan ludahnya, aku masih merasa nyeri karena penisnya yang tebal tidak sebanding ukurannya dengan liang senggamaku. Aku merintih kesakitan merasakan penis itu melesak hingga amblas seluruhnya. Tanpa memberiku waktu beradaptasi, dia langsung menyodok-nyodokkan penisnya dengan kecepatan yang semakin lama semakin tinggi.
Pak Egy sejak posisiku ditunggingkan masih betah berjongkok diantar tembok dan tubuhku sambil mengenyot dan meremas payudaraku yang tergantung persis anak sapi yang sedang menyusu dari induknya. Pak Romli terus menggenjotku dari belakang smabil sesekali tangannya menampar pantatku dan meninggalkan bercak merah di kulitku yang putih. Genjotannya semakin membawaku ke puncak birahi hingga aku pun tak dapat menahan erangan panjang yang bersamaan dengan mengejangnya tubuhku.
Tak sampai lima menit dia pun mulai menyusul, penisnya yang terasa makin besar dan berdenyut-denyut menggesekkan makin cepat pada vaginaku yang sudah licin oleh cairan orgasme.
“Ooohh… oohh… di dalam yah non… sudah mau nih” bujuknya dengan terus mendesah “Ahh… iyah… di dalam aja… ahh” jawabku terengah-engah di tengah sisa orgasme panjang barusan.
Akhirnya diiringi erangan nikmat dia hentikan genjotannya dengan penis menancap hingga pangkal pada vaginaku, tangannya meremas erat-erat pinggulku. Terasa olehku cairan hangat itu mengalir memenuhi rahimku, dia baru saja melepaskannya setelah semprotannya selesai. Tubuhku mungkin sudah ambruk kalau saja mereka tidak menyangganya kuhimpun kembali tenaga dan nafasku yang tercerai-berai.
Setelah mereka melepaskan pegangannya, aku langsung bersandar pada tembok dan merosot hingga terduduk di lantai. Kuseka dahiku yang berkeringat dan menghimpun tenaga dan nafasku yang tercerai-berai, kedua pahaku mengangkang dan vaginaku belepotan cairan putih seperti susu kental manis.
“Hehehe… liat nih, air sperma saya ada didalam vagina wanita kamu” kata Pak Romli pada Dimas sambil membentangkan bibir vaginaku dengan jarinya, seolah ingin memamerkan cairan spermanya pada Dimas yang mereka kira pacarku.
Opps… omong-omong tentang Dimas, aku hampir saja melupakannya karena terlalu sibuk melayani kedua satpam ini, ternyata sejak tadi dia menikmati liveshow ini disudut ruangan sambil mengocok-ngocok penisnya sendiri. Kasihan juga dia pikirku cuma bisa melihat tapi tidak boleh menikmati, dasar buaya sih, begitu pikirku. Sekarang, Pak Romli menarik rambutkudan menyuruhku berlutut dan membersihkan penisnya, Pak Egy yang sudah membuka celananya juga berdiri disampingku dan menyuruhku megocok penisnya.
Hhmmm… nikmat sekali rasanya menjilat penis yang berlumuran cairan kewanitaanku yang bercampur dengan sperma itu, kusapukan lidahku ke seluruh permukaannya hingga bersih mengkilap, setelah itu juga kuemut-emut bagian helmnya sambil tetap mengocok milik Pak Egy dengan tanganku. Aku melirik ke atas melihat reaksinya yang menggeram nikmat waktu kugelitik lubang kencingnya dengan lidahku.
“Hei, sudah dong aku juga mau disepongin sama si non ini” potong Pak Egy ketika aku masih asyik memain-mainkan penis Pak Romli.
Pak Egy meraih kepalaku dan dibawanya ke penisnya yang langsung dijejali kemulutkku. Miliknya memang tidak sebesar Pak Romli, tapi aku suka dengan bentuknya lebih berurat dan lebih keras, ukurannya pun pas dimulutku yang mungil karena tidak setebal Pak Romli, tapi tetap saja tidak bisa masuk seluruhnya kemulut karena cukup panjang.
Merasa cukup dengan pelayanan mulutku, Pak Egy mengangkat tubuhku hingga berdiri, lalu dihimpitnya tubuhku ketembok dengan tubuhnya, kaki kananku diangkat sampai ke pinggangnya. Dari bawah aku merasakan penisnya melesak kedalamku, maka mulailah dia mengaduk-aduk vaginaku dalam posisi berdiri. Berulang-ulang benda itu keluar-masuk pada vaginaku, yang paling kusuka adalah saat-saat ketika hentakan tubuh kami berlawanan arah.
Sehingga penisnya penisnya menghujam vaginaku lebih dalam, apalagi kalau dengan tenaga penuh, kalau sudah begitu wuihh… seperti terbang ke surga tingkat tujuh rasanya, aku hanya bisa mengekspersikannya dengan menjerit sejadi-jadinya dan mempererat pelukanku, untung gedung ini sudah kosong, kalau tidak berabe nih.
Sementara mulutnya terus melumat leher, mulut, dan telinagku, tangnnya juga menjelajahi payudara, pantat, dan pahaku. Gelombang orgasme kini mulai melandaku lagi, terasa sekali darahku bergolak, akupun kembali menggelinjang dalam pelukannya. Saat itu dia sedang melumat bibirku sehingga yang keluar dari bibirku hanya erangan-erangan tertahan, air ludah belepotan di sekitar mulut kami. Di sudut lain aku melihat Pak Romli sedang beristirahat sambil merokok dan mengobrol dengan Dimas.
Pak Egy demikian bersemangatnya menyetubuhiku, bahkan ketika aku orgasme pun dia bukannya berhenti atau paling tidak memberiku istirahat tapi malah makin kencang. Kakiku yang satu diangkatnya sehingga aku tidak lagfi berpijak ditanah disangga kedua tangan kekar itu. Tusukan-tusukannya terasa makin dalam saja membuat tubuhku semakin tertekan ke tembok.
Sungguh kagum aku dibuatnya karena dia masih mampu mengenjotku hampir setengah jam bahkan dengan intensitas genjotan yang stabil dn belum menunjukkan tanda-tanda akan klimaks. Sesaat kemudian dia menghentikan genjotannya, dengan penis tetap menancap di vaginaku, dia bawa tubuhku yang masih digendongnya ke arah kloset. Disana barulah dia turunkan aku, lalu dia sendiri duduk diatas tutup kloset.
“Huh.. capek non, ayo sekarang gantian non yang goyang dong” perintahnya.
Akupun dengan senang hati menurutinya, dalam posisi seperti ini aku dapat lebih mendominasi permainan dengan goyangan-goyangan mautku. Tanpa disuruh lagi aku menurunkan pantatku dipangkuannya, kuraih penis yang sudah licin itu dan kutunutun memasuki vaginaku.
Tiba-tiba aku dikejutkan oleh tangan besar yang menjambak rambutku dan mendongakkan wajahku ke atas. Dari atas wajah Pak Romli mendekat dan langsung melumat bibirku. Dimas yang sudah tidak bercelana juga mendekatiku, sepertinya dia sudah mendapat ijin untuk bergabung, dia menarik tanganku dan menggenggamkannya pada batang penisnya.
“Mmpphh… mmmhh!” desahku ditengah keroyokkan ketiga orang itu . Toilet yang sempit itu menjadi penuh sesak sehingga udara terasa makin panas dan pengap.
“Ayo dong Citra… emut, sepongan kamu kan mantep banget”
Dimas menyodorkan penisnya kemulutku yang langsung kusambut dengan kuluman dengan jilatanku, aku merasakan aroma sperma pada benda itu, lidahku terus menjelajah kepala penisnya dimana masih tersisa sedikit cairan itu, kupakai ujung lidahku untuk menyeruput cairan yang tertinggal dilubang kencingnya. Ini tentu saja membuat Dimas blingsitan sambil meremas-remas rambutku. Aku melakukannya sambil bergoyang dipangkuan Pak Egy dan mengocok penisnya Pak Romli, sibuk sekali aku dibuatnya.
Sesaat kemudian penisnya makin membesar dan berdenyut-denyut, lalu dia menepuk punggungku dan menyuruhku turun dari pangkuannya. Benar saja dugaanku, ternyata dia ingin melepaskan maninya di mulutku. Sekarang dengan posisi berlutut aku memainkan lidahku pada penisnya, dia mulai merem-melek dan menggumam tak jelas.
Seseorang menarik pinggangku dari belakang membuat posisiku merangkak, aku tidak tahu siapa karena kepalaku dipegangi Pak Egy sehingga tidk bisa menengok kebelakang. Orang itu mendorongkan penisnya ke vaginaku dan mulai menggoyangkan perlahan. Kalau dirasakan dari ukurannya sih sepertinya si Dimas karena yang ini ukurannya pas dan tidak menyesakkan seperti milik Pak Romli. Ketika sedang enak-enaknya menikmati genjotan Dimas penis dimulutku mulai bergetar.
“Aahhkk…. saya mau keluar… non”
Pak Egy kelabakan sambil menjambaki rambutku dan crett.. crett, beberapa kali semprotan menerpa langit-langit mulutku, sebagian masuk ke tenggorokan, sebagian lainnya meleleh di pinggir bibirku karena banyaknya sehingga aku tak sanggup menampungnya lagi.
Aku terus menghisap kuat-kuat membuatnya berkelonjotan dan mendesah tak karuan, sesudah semprotannya berhenti aku melepaskannya dan menjilati cairan yang masih tersisa di batangnya. Dengan klimaksnya Pak Egy, aku bisa lebih berkonsentrasi pada serangan Dimas yang semakin mengganas. Tangannya merayap kebawah menggerayangi payudaraku.
Dimas sangat pandai mengkombinasikan serangan halus dan keras, sehingga aku dibuatnya melayang-layang. Gelombang orgasme sudah diambang batas, aku merasa sudah mau sampai, namun Dimas menyuruhku bertahan sebentar agar bisa keluar bersama. Sampai akhirnya dia meremas pantatku erat-erat dan memberitahuku akan segera keluar, perasaan yang kutahan-tahan itu pun kucurahkan juga. Kami orgasme bersamaan dan dia menumpahkannya didalamku. Vaginaku serasa banjir oleh cairannya yang hangat dan kental itu, sperma yang tidak tertampung meleleh keluar didaerah selangkanganku.
Aku langsung terkulai lemas di lantai dengan tubuh bersimah peluh, untung laintainya kering sehingga tidak begitu jorok untuk berbaring di sana. Vaginaku rasanya panas sekali setelah bergesekan selama itu, dengan 3 macam penis lagi. Lututku juga terasa pegal karena dari tadi bertumpu dilantai.
Setelah merasa cukup tenaga, aku berusaha bangkit dibantu Dimas. Dengan langkah gontai aku menuju wastafel unutk membasuh wajahku, lalu kuambil sisir dari tasku untuk membetulkan rambutku yang sudah kusut. Aku memunguti pakaianku yang berserakan dan memakainya kembali. Kami bersiap meninggalkan tempat itu.
“Lain kali kalau mau melakukan hubungan badan hati-hati, kalau ketangkap kan harus bagi-bagi” begitu kata Pak Egy sebagai salam perpisahan disertai tepukan pada pantatku.
“Citra… citra… sorry dong, kamu marah ya!” kata Dimas yang mengikutiku dari belakang dalam perjalananku menuju tempat parkir.
Dengan cueknya aku terus berjalan dan menepis tangannya ketika menangkap kenganku, dia jadi tambah bingung dan memohon terus. Setelah membuka pintu mobil barulah aku membalikkan badanku dan memberi sebuah kecupan di pipinya seraya berkata.