Perkenalkan nama saya Hendra (25 tahun), saya berdomisili di Bandung. Adapun cerita ini bukan bohong ataupun dibuat-buat, atau juga hanya karangang semata, melainkan apa yang saya ceritakan di bawah ini adalah benar-benar terjadi pada kehidupan saya hingga kini.
Setelah SMA, dengan sedikit memaksa aku ingin kuliah di Bandung. Sedikit banyak jiwa pemberontakanku mulai nampak. Aku bersikeras dengan keinginanku, meskipun pada awalnya kedua orangtua berusaha keras menolak.
Di Bandung, awal-awal aku duduk di bangku kuliah, aku merasakan sebagai sosok lelaki yang kerdil. Dalam hati, aku seakan tidak dapat menerima pergaulan dengan mereka yang tidak bergaya hidup pas-pasan. Aku merasakan dapat menempatkan diri di tengah mereka. Entah mengapa, aku cenderung memilih-milih pergaulan.
Tipikal yang menjadi temanku adalah mereka yang bergaya hidup wah. Aku cenderung menjauh dari pergaulan yang gaya hidup pas-pasan. Hal ini dikarenakan perasaan superiority complex yang ada di benakku. Dari pakaian yang dikenakan atau gaya bicara, aku dapat menilai, apakah mereka anak orang kaya sepertiku atau tidak.
Ketika itu usiaku sudah 20 tahun. Belakangan, aku merasakan cocok dengan salah seorang teman yang bernama Rico. Kunilai dia anak orang kaya di kota lain terlihat dengan gemerlap kehidupannya yang suka sekali berfoya-foya. Kulihat lama-kelamaan dia pun seakan menunjukkan sikap yang cocok berteman denganku. Kami pun berteman baik. Namun di balik kebanggaanku bergaul dengannya, disitulah aku langkahkan kaki ke jalan yang salah untuk melangkah. Aku terlibat dalam pergaulan yang salah dan tidak wajar. Lambat laun, aku terbawa arus nakal Rico dan beberapa temannya.
Kehidupanku yang gelamor dan banyak uang, seakan memuluskan jalan untuk berbuat seenaknya. Dari mulai minum-minum di beberapa cafe ataupun bar, menghisap ‘gele’ ataupun ‘ganja’ sampai ‘putaw’. Tidak hanya itu, pergaulanku yang akrab itu belakangan membawaku pada keinginan ‘main’ dengan ABG yang kami booking dari pinggir jalan utama kota kembang ini. filmbokepjepang.com
Dari semua pengalaman yang tadinya didasari rasa coba-coba dan ingin tahu itu, lama-kelamaan membuatku keranjingan. Kenakalanku tidak itu saja, melalui Rico pula aku diperkenalkan dengan seorang tante-tante yang umurnya kutaksir 35 tahun. Sebut saja namanya Tante Lia. Wanita itu, namanya membekas sampai sekarang, karena dialah wanita yang kuanggap mampu mengubah jalan hidupku. Dia wanita yang pertama kali kupeluk, kucium, dan juga wanita yang pertama kalinya yang tidur bersamaku.
Sebenarnya, Tante Lia adalah isteri seorang pengusaha kaya. Karena sering kali kesepian akibat urusan bisnis suaminya, mengharuskan Tante Lia banyak ditinggal sendirian di rumah. Suaminya kerap kali melancong ke luar kota bahkan ke luar negeri dalam waktu lama.
Awal perkenalan kami terjadi di sebuah cafe di sebuah hotel ternama di kawasan pusat kota di Bandung. Petang itu, aku datang bersama Rico yang lebih dulu akrab dengan Tante Lia. Sebenarnya aku tidak mengira kalau temanku itu sengaja menyodorkanku untuk memuaskan nafsu birahi Tante Lia. Semua itu baru terungkap saat temanku mohon diri dengan alasan ada kepentingan mendadak. Jadilah kami hanya menikmati lembutnya alunan musik live berduaan saja. Awalnya, hanya sekedar ngobrol sana-sini, namun satu ketika Tante Lia mengisyaratkan satu tingkah nakal. Tak pelak sebagai lelaki normal, semua itu mengundang birahiku. Rasanya klop sudah, saat dia menawarkanku untuk menginap di hotel dimana dia telah booking kamar.
Kuungkapkan keraguan jika nantinya Rico datang dan mencari kami dimana dia meninggalkan kami berdua di cafe tersebut, namun semua kekhawatiran itu hanya ditanggapi dengan senyum tenang dan menawan yang merekah di kedua bibir Tante Lia. Dia pun meyakinkanku bahwa Rico tidak akan kembali ke cafe lagi. Dapat ditebak apa yang akan terjadi, jika lelaki normal yang telah dewasa berduaan di dalam kamar bersama wanita cantik dan matang, yang ada tentu kobaran nafsu yang menggelora. Dan benar saja, hubungan badan pun terjadi di antara kami.
Dibelainya rambutku, didekapnya tubuhku yang tak berbalut selembar kain pun. Dadaku dielus dan diciumi dengan penuh nafsu. Saling pagut dan raba pun tidak terelakkan lagi. Kemudian apa yang seharusnya hanya boleh dilakukan oleh suami-istri itu bersama Tante Lia dengan nafsu yang bergelora itu pun terjadi. Tidak hanya sekali, aku melakukannya saat malam itu. Tenaga Tante Lia yang sangat liar memacu gelora birahi cerita seks. Aku merasa begitu tersanjung, sekaligus banyak belajar dari Tante Lia. Sungguh aku merasakan ada pengalaman baru dan sangat mengesankan yang selama ini belum pernah kualami.
Kurasakan juga bagaimana gelora birahinya yang menggebu. Aku merasa tertantang untuk mengimbanginya. Dan ternyata aku berhasil memuasinya. Ini dikatakannya sendiri oleh Tante Lia. Setelah puas dengan permainan binal Tante Lia di atas ranjang, kembali kegundahan menyeriangi di benakku. Kepada Tante Lia kuwanti-wanti untuk tidak menceritakannya kepada Rico ataupun siapa saja. Namun dia hanya tersenyum tipis menghadapi kegundahanku.
“Kenapa mesti risau..? Rico adalah kekasih gelapku juga. Dalam waktu-waktu tertentu, dengan senang hati dia melayaniku..” kata Tante Lia.
Setelah itu, jadilah aku mulai ikut berpetualang sebagai pemuas nafsu seks, kukejar perasaan nikmat dan gairahku dengan Tante Celine, Tante Sonya, Tante Silvia, dan beberapa tante lainnya.
Aku pun seakan dimanjakan oleh mereka dengan limpahan uang yang datangnya bagaikan air yang mengalir. Namun aku memiliki langganan yang mengaku sangat terkesan dengan pelayananku. Dia seorang dokter di Jakarta. Perkenalanku terjadi saat di suatu sore tiba-tiba HP-ku berdering. Dengan dalih untuk dipijat tubuhnya, suara wanita itu menginginkan agar aku datang ke sebuah hotel di kawasan jantung kota Bandung. Aku pun meluncur ke hotel yang dimaksud.
Sore itu menjadi awal bagi permainan yang panas dengan sang dokter yang sedang mengikuti seminar di Bandung ini. Dokter yang berwajah cantik itu sangat ganas memperlakukanku, nafsu birahinya yang besar membuatku kewalahan. Tidak hanya di tempat tidur saja dia menginginkan permainan panas denganku. Itu semua dilakukan di sofa ruang tamu kamar hotel, di kamar mandi, ataupun di kaca rias kamar suite yang disewanya itu. Setelah puas, baru ia memberiku banyak uang, Dan rasanya itulah rekor bayaranku yang kuterima sebagai gigolo pemuas nafsu. Dia pun barjanji akan kembali lagi untuk memintaku untuk melayaninya.
Benar saja, beberapa bulan kemudian sang dokter itu kembali lagi ke Bandung, kali ini dia tidak sendiri, melainkan membawa 2 orang temannya yang mengaku Tante Lusi, dan Tante Nina. Setelah aku diminta melayani mereka bertiga, aku pun melakukannya dengan baik hingga mereka puas. Tidak hanya sekaligus kami bertiga bermain, melainkan aku melayaninya satu persatu. Keesokan paginya mereka pun kembali ke Jakarta.
Kali ini dalam benakku ada berbagai pertanyaan, “Ada apa di balik keanehan ini..?”