“Tan, si Yeyen kemana ya? Tumben gak masuk sekolah.” Tanya Jenny kepada Intan yang sedang asik membantai sepiring siomay di meja kantin sekolah.
“Nggak tahu, tadi udah aqu coba telepon, HP-nya mati.”
“Perasaan kemaren nggak kenapa-napa tuh, apa kita tengok aja abis pulang nanti?” Vani ikut duduk di meja sambil membawa semangkuk bakso yang masih mengepul panas.
“Boleh, ntaran yah…” Perkataan Intan terpotong oleh suara tone HP-nya, ada SMS yang masuk.
“Eh panjang umur ni anak, baru aja diomongin, udah nge-SMS.” Ujar Intan setelah melihat nama Yeyen sebagai pengirim SMS tersebut.
“Apa katanya Tan?” Tanya Jenny penasaran.
Jantung Intan langsung berdetak kencang ketika membaca isi pesan yang baru saja diterimanya.
“Datang ke alamat dibawah ini sekarang juga! Atau teman lu yang punya HP ini bakal gua kirim ke neraka! Datang sendiri dan jangan lapor polisi atau beritahu siapapun, kalau mau temen lu selamat!” di bagian bawah SMS tersebut tercantum sebuah alamat yang tidak begitu jauh dari sekolah tersebut.
Intan menutup HP nya dengan raut muka khawatir, ini tidak mungkin hanya lelucon atau candaan, Yeyen bukan gadis yang bisa melancarkan lelucon kejam semacam ini. Artinya memang benar-benar ada yang menculik Yeyen, entah untuk alasan apa.
“Kenapa Tan, Yeyen bilang apa?” Jenny yang penasaran kembali mendesak Intan.
“Ah nggak, Yeyen bilang dia jenguk neneknya keluar kota jadi bolos sekolah, mungkin sampai besok.” Intan terpaksa berbohong karena tidak mau melibatkan teman-temannya, apalagi mengingat isi pesan yang ia terima tadi, ia tidak boleh memberitahukan situasi ini kepada siapa pun.
“Oh gitu doang, kirain kenapa.” Vani si genit kembali sibuk dengan mangkuk baksonya.
Intan termenung mencoba merencanakan langkah selanjutnya, tapi ia tahu bahwa ia tidak punya pilihan, ia harus mengikuti perintah pesan tadi, ia harus kabur dari sekolah sekarang juga. Intan yang setengah melamun tidak menyadari kilatan aneh pada mata Jenny yang menatapnya tajam.
Yeyen terikat erat di sebuah kursi, sehingga untuk sekedar menggeliat pun ia tidak mampu. Ia hendak berteriak namun mulutnya tersumbat sapu tangan yang dijejalkan kedalam mulutnya oleh para penculiknya. Saat itu dia sedang berada di sebuah ruangan yang cukup luas dari sebuah rumah yang cukup besar. Di sekelilingnya duduk dan berdiri pemuda-pemuda yang semuanya berjumlah 10 orang, sepertinya rata-rata berusia sekitar 25 tahun dan tampangnya tidak ada satupun yang beres.
Mereka semua tampak begitu jelek dan menyeramkan, beberapa di antaranya bahkan memiliki wajah penuh bekas luka atau tubuh yang dipenuhi tato. Beberapa jam yang lalu ketika ia dalam perjalanan kesekolah, tiba-tiba saja sebuah mobil berhenti melintang didepannya dan beberapa orang langsung turun dan menangkapnya.
Yeyen sudah mencoba melawan namun apalah artinya tenaga seorang gadis remaja sepertinya dibanding beberapa lelaki kekar yang menculikknya tersebut. Yeyen tahu apa rencana mereka karena mereka telah memberitahunya, ia berharap Intan tidak akan datang atau melapor pada polisi, biarlah ia saja yang menjadi korban, Yeyen sudah pasrah.
Harapan Yeyen tampaknya akan terkabul karena hingga jam 11 lebih tidak ada tanda-tanda kedatangan Intan. Para penculiknya pun kelihatan mulai tidak sabaran dan beberapa kali mendesis marah ketika melihat jam. Tiba-tiba semua yang ada di ruangan tersebut dikejutkan oleh suara pintu yang dibuka oleh seseorang, semua mata tertuju pada pintu itu, Yeyen sempat berharap itu adalah polisi, tetapi yang memasuki ruangan justru adalah Intan! Ia tidak sendirian karena dua orang pemuda yang dandanannya mirip dengan para penculiknya, menguntit dibelakangnya.
Wajah Intan terlihat serius dan tenang, namun jelas terlihat tubuhnya yang masih tertutup seragam sekolah itu tampak gemetar karena ketaqutan. Intan tersentak kaget saat melihat Yeyen yang terikat tak berdaya, ia menjerit dan mencoba menghampiri Yeyen untuk melepaskannya, namun dua orang penculiknya menahan Intan dengan memegang kedua tangan Intan. Gadis cantik itu coba berontak tapi tenaganya bukan tandingan kedua orang itu.
“Lepasiinn! Siapa kalian?! Apa mau kalian, uang? Asal kalian lepasin kami, aqu pasti penuhin permintaan kalian.” Sadar keadaan kurang menguntungkan, Intan mencoba tawar menawar dengan penculiknya.
“He he, lu kira kita penculik? Lu mau tahu siapa kita?” Seorang pria separuh baya yang tampangnya amat menyeramkan dan penuh codet menghampiri Intan, sepertinya ia adalah pemimpin gerombolan ini, karena yang lain tampak amat taqut padanya.
“Lu masih inget orang yang namanya Nanang? Orang yang lu jeblosin ke penjara? Dia itu adik gue! Dan ini semua adalah temen-temennya.” Tandas si codet.
Intan : mengenang Masa lalu
Waktu telah menunjukkan pukul 10 malam lebih saat film yang diputar dibioskop tersebut akhirnya usai. Para penonton pun akhirnya berhamburan keluar melalui pintu keluar yang telah disediakan, diantara mereka ada 4 orang gadis cantik yang sepertinya masih berusia belasan tahun.
Layaknya para gadis yang sedang mekar-mekarnya, keempat gadis itu berbicara dengan ribut mengenai film yang baru saja mereka tonton.
“Ih sumpah Edward Cullen tuh cuaakeep banget, coba dia orang Indonesia…” Cetus salah satu dari mereka yang sepertinya agak genit.
“Kalau dia orang Indo namanya ganti, jadi Edi Cuplis.” Potong gadis yang agak tomboy.
“Ih tapi kalau beneran vampir, secakep apa juga aqu gak mau ah, ntar digigit lagi.” Sambut cewek yang feminin.
“Tapi menurut buku yang aqu baca, vampir tuh sebenernya Cuma boongan aja kok.” Sambung cewek yang berkacamata.
Keempat gadis ceriwis itu terus berbicara sambil menuruni tangga yang berujung sampai ke basement dari mall tempat bioskop itu berada. filmbokepjepang.net
“Van kenapa gak besok aja sih transfer uangnya? Udah malem nih, basement kan sepi kalau jam segini, kalau ada rampok gimana?”
“Ya maaf, abisnya aqu tadi lupa, malah nonton dulu. Kata mama ini penting, transfer uangnya mesti malem ini, soalnya Om Joko nungguin.”
“Tenang aja, kalau ada apa-apa kan ada Intan, ya nggak Tan?”
“Iya, tenang aja ah. Penaqut banget sih.” Cetus si tomboy yang berwajah cantik.
Keempat gadis itu kembali berjalan beriringan, tapi kali ini lebih merapat karena ternyata memang basement mall itu malam itu sepi sekali, bahkan satpam yang biasa berjaga dekat bilik ATM pun tidak kelihatan batang hidungnya.
“Van, cepetan dong.” Jenny si cewek berkacamata mulai tidak sabaran.
“Iya ah.” Vani si genit pun memasuki bilik ATM sementara ketiga temannya menunggu diluar.
Belum lama berlalu, Yeyen si cewek feminin yang lembut tiba-tiba melihat ada satu bayangan aneh di kegelapan. Karena penasaran ia memincingkan matanya untuk melihat lebih jelas dan iapun melihat ada sesosok bayangan yang sedang mengotak-atik pintu sebuah mobil mewah yang diparkir di basement tersebut.
“Tan, itu… kayaknya maling mobil deh Tan.” Bisik Yeyen pada Intan yang memang paling pemberani diantara mereka.
“Mana?”
“Itu… agak jauh emang.” Yeyen agak ragu-ragu untuk menunjuk, taqut si maling mobil bisa melihat gerakannya.
“Lu yakin Yen?”
“Kayaknya sih begitu.”
“Kalau gitu lu tunggu disini…”
“Eh eh, mau kemana Tan? Jangan nekat gitu dong.” jenny si kutu buku yang penaqut kini mulai khawatir melihat keberanian temannya.
“Gue Cuma mau nyari satpam dulu. Lu berdua tunggu dulu disini, awasi tu maling tapi jangan ketahuan.”
Belum sempat keduanya mencegah, Intan telah bergerak menuju tangga ke lantai atas.
“Aduuh gimana nih?”
“Tenang aja, kita pura-pura nggak tahu aja.”
Si maling mobil rupanya telah berhasil melumpuhkan alarm dan membuka pintu mobil, kini ia masuk dan mulai mengutak atik kunci starter mobil tersebut. Tapi tiba-tiba terdengar suara gemuruh langkah kaki diikuti bayangan beberapa orang berseragam security yang langsung mengepung mobil tersebut beserta si maling didalamnya.
Keributan dan saling bentak pun terjadi hingga akhirnya salah satu dari satpam tersebut menyeret keluar si maling mobil dan menyeretnya ke ruang keamanan. Tidak lupa beberapa satpam yang lain menghadiahi bogem mentah pada si maling mobil.
“Aduh untunglah keburu.” Intan yang sedikit terengah-engah setelah berlarian turun naik tangga kini telah kembali.
“Aduuh ngeri banget, kok pake dipukulin segala sih?” Yeyen yang memang lembut hati tidak tega juga melihat adegan didepannya itu.
Salah satu satpam yang menangkap maling tersebut menghampiri ketiga gadis yang masih terbengong melihat perkembangan peristiwa tersebut.
“Aduh, terima kasih ya adek-adek, sudah membantu kami menjaga keamanan dan ketertiban disini. Memang akhir-akhir sering sekali terjadi kasus curanmor di mall-mall sekitar sini, hampir saja kami juga kecolongan.”
“Iya sama-sama Pak, sesama manusia kan harus tolong-menolong.” Kata Intan.
“Oh iya, adek-adek tolong tulis nama dan alamatnya masing-masing ya, siapa tahu nanti polisi butuh adek-adek sebagai saksi di pengadilan nanti.”
“Pengadilan…? Saksi…? Ih nggak mau…” jenny kembali ketaqutan dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Ih penaqut amat sih.” Dengan cepat Intan menuliskan nama dan alamatnya pada selembar kertas yang disodorkan pak satpam, Yeyen juga melaqukan hal yang sama.
“Terima kasih adek-adek.” Pak satpam memberi hormat dan langsung menuju tangga mengikuti rekan-rekannya yang tadi menyeret si maling mobil.
“Eh ada apaan sih ribut-ribut?” Vani yang baru keluar dari bilik ATM tampak kebingungan karena ketinggalan berita.
“Yey lu sendiri sih yang kelamaan di dalem, kirain udah mati digigit vampir.” Intan mencoba bercanda, untuk mengusir rasa tegang yang baru saja menguasainya.
“Hah, vampir?”
Intan mulai ingat kejadian yang terjadi beberapa bulan yang lalu
“Oh, jadi kalian kawanan pencuri mobil itu. Karena kawan kalian ketangkep, terus kalian ganti profesi jadi penculik buat minta tebusan?” Intan memberanikan diri bertanya.
“Tebusan? Ha ha ha, kita emang nyulik kalian berdua, tapi bukan buat minta tebusan, yang kita semua inginkan adalah ngebalasin dendam Nanang yang udah lu jeblosin ke penjara.”
“Kalian…mau bunuh kami?” Kini Intan mulai ketaqutan.
“Bunuh? Nggak lah, sayang banget kalau cewek-cewek cantik kayak kalian kami bunuh gitu aja. Kami justru mau ngasih enak sama kalian.”
Mendengar kalimat dan melihat wajah mesum si codet, Intan langsung sadar maksud para penculiknya, wajahnya langsung memucat, nasib yang lebih buruk dari kematian kini mulai mengintai dia dan Yeyen.
“Nggakk… tolong jangan… kalian mau uang kan… orang tua saya kaya, berapa pun yang kalian minta…”
“Berisik! Udah gue bilang, kita gak butuh duit! Sekarang cepet buka baju lu, atau gue kirim temen lu ke neraka.”
Intan melihat salah satu dari penculiknya kini berdiri dekat Yeyen yang masih terikat di kursi, dan mengacungkan pisau yang berkilat tajam ke leher Yeyen.
Intan tahu ini bukanlah ancaman kosong belaka, dari lagak para penculiknya udah jelas bunuh membunuh tidaklah tabu bagi mereka. Tapi walau bagaimanapun ia tidak rela diperkosa begitu saja tanpa perlawanan, sejenak ia bimbang.
“Ngelawan lu?! Ton,mampusin aja tuh anak.” Perintah si codet.
“Nggak jangan! Baik aqu nurut, tapi janji, abis ini lu lepasin kita berdua.” Intan panik dan tidak punya pilihan lain selain menuruti mereka.
“Iya iya, gue janji, sekarang cepet buka baju lu!” Perintah si codet.
Dengan masih sedikit ragu-ragu, Intan dengan perlahan mulai melucuti pakaian yang ia kenakan, mulai dari kancing teratas kemejanya, turun kebawah dan kemudian ia jatuhkan kelantai. Berikutnya ia membuka kancing rok seragamnya dan membiarkannya meluncur bebas ke lantai.
Bersambung Cerita Selanjutnya