Cerita Sex ML Sama Keponakan Tante

Video Rate:
0 / 5 ( 0votes )
1517 views

Sekitar 2 bulan lalu Om Rudy mengajak aku agar tinggal bersama mereka, dengan alasan daripada Ku harus kost di luar, lebih baik Ku tinggal di rumah om Ku saja karena di rumahnya ada kamar yang masih kosong, kata om Rudy memberi alasan.

Sebulan kemudian, tante Rini membawa keponakannya ke rumah. Nama keponakan tante Rini adalah Pipit, umurnya 15 tahun, ia sudah duduk di kelas 2 SMK Negeri. Pipit adalah seorang gadis yang cantik, cerdas, rajin dan baik hati pada semua orang. Suatu ketika, om Rudy dan tante Rini pergi menghadiri acara perpisahan siswa kelas II di sekolah tempat om mengajar.

Ia sempat mengajak Ku, namun Ku menolak dengan alasan AKu agak lelah, lalu tante Rini mengajak Pipit, namun Pipit juga menolak dengan alasan Pipit lagi ada tugas dari sekolah yang harus diselesaikan malam itu juga karena besok tugas itu sudah harus dikumpulkan. Sebelum om dan tante meninggalkan rumah, mereka tidak lupa berpesan agar kami berdua berhati-hati, karena sekarang banyak maling yang pura-pura datang sebagai tamu, namun ternyata sang tamu tiba-tiba merampok setelah melihat situasi yang memungkinkan. Setelah selesai berpesan, om dan tante pun pergi sambil menyuruh Ku menutup pintu.

Sejak kepergian om dan tante, rumah jadi hening, kini hanya ada suara TV, namun sengaja Ku kecilkan volumenya karena Pipit sedang belajar. Ku hanya duduk di ruang depan menonton sebuah sinetron yang ditayangkan salah satu stasiun TV swasta. Ku sempat menyaksikan adegan panas seorang lelaki paruh baya yang sedang asyik berselingkuh dengan seorang gadis yang ternyata teman sekantornya sendiri. Karena terlalu asyiknya Ku nonton TV, sehinggak AKu sangat kaget ketika sebuah tangan menepuk pundak Ku.

Setelah Ku lihat ternyata Pipit, ia tersenyum manis sambil menarik lenganku dengan manja menuju kamarnya. Ku jadi deg-degan setelah melihat penampilannya, ternyata ia hanya mengenakan celana pendek ketat warna coklat muda dengan kaos orangenya yang super ketat, sehinggak lekuk-lekuk tubuhnya tampak begitu jelas.

Sejenak Ku terpana melihat tubuhnya yang nyaris sempurna. Ku amati pinggangnya bagai gitar spanyol dengan paha yang kencang, mulus, dan bersih. Selain itu juga tampak buah dadanya sangat menantang. Sepertinya ukuran BH-nya 34B. Pemandangan itu sempat mengundang pikiran jahat Ku. Bagaimana rasanya kalau Ku menikmati tubuhnya yang nyaris sempurna itu. Namun Ku berusaha menyingkirkan pikiran itu karena Ku pikir bahwa dia adalah sepupu ipar Ku, tinggal serumah dengan Ku dan Ku pun menganggapnya sudah seperti adik kandung Ku sendiri.

“Ada apa sih? Kok kamu mengajak Ku masuk ke kamar kamu?” kataku agak bingung sambil berusaha melepaskan tangan Ku.
Sebenarnya bukan karena Ku menolak tetapi hanya karena grogi saja. Maklum Ku belum pernah masuk ke kamar Pipit sebelumnya.
“Kak, Pipit mau minta tolong nih!” katanya sambil menatapku manja.
“Kakak mau nggak membantu Ku menyelesaikan tugas ini, soalnya besok sudah harus dikumpul.” kata dia setengah merengek. 
“Oh, maksudnya kamu mau minta tolong agar Ku membantu kamu mengerjakan tugas itu? Okelah. Ku akan membantumu dengan senang hati, Ku kan sudah berjanji untuk selalu menolongmu.” kataku mantap.
“Asyik, makasih ya kak.” kata Pipit sambil menciumku.
Kontan Ku merasa tersengat aliran listrik karena meskipun umur sudah 25 tahun, Ku belum pernah mendapat ciuman seperti itu dari seorang gadis, apalagi ciuman itu datangnya dari gadis secantik Pipit.

Ku pun segera membantunya sambil sesekali mencuri padang padanya, namun sepertinya ia tidak menyadari kalau Ku memperhatikanya. Setelah kami mengerjakan tugas itu sekitar 30 menit, tiba-tiba Pipit berhenti mengerjakan tugas itu. Ia mengeluh sambil memegangi keningnya.

“Kak, Pipit pusing nih, boleh nggak kakak pijitin kepala Pipit?” katanya sambil merapatkan badannya ke dada Ku.
Sempat Ku merasakan gesekan dari payudaranya yang cukup kencang namun terasa lembut.
“Emang kenapa kok Pipit tiba-tiba pusing?” tanya Ku agak heran.
“Ayo kak, tolong pijatin dong, kepala Pipit pening!”
“Oke, dengan senang hati lagi.” kataku penuh antusias.

Ku lalu mulai menekan-nekan keningnya dengan tangan kiri Ku dan tangan kanan. Ku menahan lehernya agar badannya tidak bergoyang. Sesekali Ku juga mengelus pundaknya yang putih bersih.
“Kak, belakang leher Pipit juga kak, soalnya leher Pipit agak kaku nih.” katanya sambil menuntun tangan Ku pada lehernya.
Setelah Ku memijatnya sekitar lima menit, ia lalu berdiri sambil menarik tangan Ku.
“Kak, Pipit baring di ranjang aja ya? Biar pijitnya gampang.”
“Terserah Pipit ajalah.” kata Ku sambil mengikutinya dari belakang.

Lagi-lagi Ku terkesima melihat pinggulnya yang sungguh aduhai. Ia lalu berbaring telungkup di atas ranjang sambil menyuruh Ku memijat leher dan punggungnya. Sesekali Ku melihat dia menggerakkan tubuhnya, entah karena sakit atau karena geli. Ku tidak tahu pasti, yang jelas Ku juga sangat senang memijat punggungnya yang sangat seksi. Entah karena gerah atau bagaimana, tiba-tiba saja ia bangun.
“Kak, Pipit buka baju saja ya? Sekalian pakai balsem biar cepat sembuh.”
“Mungkin Pipit masuk angin.” katanya sambil melepaskan kaosnya, lalu kembali berbaring di depan Ku.

Ku terkesima melihat kulit tubuhnya yang kuning langsat. Dalam hati Ku berpikir alangkah bahagianya Ku kalau kelak mempunyai istri secantik Pipit. Ku terus memijatnya dengan lembut. Sesekali Ku memutar-mutar jari-jari Ku di tepi rusuknya. Setiap Ku meraba sisi rusuknya, ia kontan menggerakkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan. Kadang juga pinggulnya ditarik. Maklum, ia belum terbiasa disentuh laki-laki. Ku juga sudah mulai merasakan penis Ku mulai bergerak-gerak dan kini sudah semakin tegang. Tiba-tiba ia membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Ku.
“Kak, Pipit buka aja BH-nya ya kak? Soalnya gerah nih.”
“Terserah Pipit lah.” kata Ku.

Kini kami saling berhadap-hadapan, ia berbaring menatap ke arah pandangan Ku dan Ku berlutut di samping kanannya. Dia hanya tersenyum manja, Ku pun membalas senyumanya, nafas Ku sudah mulai tidak menentu. Sepertinya nafas Pipit juga sudah mulai tidak terkendali, Ku melihat bukitnya yang nampak berdiri kokoh dengan pucuk warna merah jambu kini sudah mulai turun naik. Ku sempat grogi dibuatnya, bagaimana tidak, selama ini Ku belum pernah melihat pemandangan seindah ini.

Di depan Ku kini tergeletak seorang gadis yang tubuhnya begitu memabukkan dengan desahan nafas yang membuat batang kejantanan Ku sudah berdenyut-denyut. Seakan-akan penis Ku mau lompat menerjang tubuh Pipit yang terbaring mengeliat-geliat, sungguh darah muda Ku mulai berdesir kencang. Kini Ku mulai merasakan detak jantung Ku sudah tidak beraturan lagi.

“Kenapa kak?” katanya sambil tersenyum manja.
“Nggak, nggak papa kok.” kata Ku agak grogi.
“Sudahlah, ayo Kak pijatnya yang agak keras dikit.”
“Iya, iya” jawab Ku.
Ku lalu mulai mengelus-elus perutnya yang putih bersih itu, tanpa sengaja Ku menyenggol gundukan di dadanya. www.filmbokepjepang.net
“Ahh..” katanya sambil menggeliatkan tubuhnya. Ku dengan cepat memindahkan tangan, tetapi ia kembali menariknya
“Tidak apa-apa kak, terusin saja.” katanya.
Wah, benar-benar malam ini adalah malam yang sangat menyenangkan bagi Ku karena tidak pernah terlintas di dalam pikiran Ku akan mendapat kesempatan seperti ini. Kesempatan untuk mengelus-elus tubuh Pipit yang sangat merangsang.
“Ku tidak boleh melewatkan kesempatan sebaik ini,” kata Ku dalam hati.

Kini Pipit semakin merasakan sentuhan jari-jari Ku, Ku melihat dari desahan nafasnya dan dari tubuhnya yang sudah mulai hangat. Entah setan apa yang membuat Pipit lupa diri, dia tiba-tiba menarik wajah Ku, lalu mengusapnya dengan jari-jarinya yang lembut dan mulai mencium dan menggigit bibir Ku. Ku hanya pasrah dan terus terang Ku juga sebenarnya sangat menginginkanya, namun selama ini Ku pendam saja karena Ku menghargainya dan menganggapnya sebagai adik sendiri.

Tetapi saat ini pikiran itu telah sirna dari kepala Ku yang dialiri oleh gelora darah muda Ku yang menggelora. Ia terus mencium Ku dan kini ia melepaskan kaos yang Ku pakai lalu membuangnya di samping ranjang.
“Pipit, ada apa ini?” tanya Ku setengah tidak percaya dengan apa yang sedang ia lakukan.

Tetapi ia tidak memperdulikan kata-kata Ku lagi. Melihat gelagat Pipit yang sudah di luar batas kendali itu, Ku pun tidak mau tinggal diam. Ku mulai membalas ciumannya, melumat bibirnya dan menghisap lehernya yang putih bersih. Ku merasakan penis Ku semakin keras dan berdenyut-denyut. Pipit terus mencium bibir Ku dengan nafas tersengal-sengal. Ku pun tidak mau kalah, Ku mulai meremas-remas payudaranya yang masih kencang dan menantang. Kini Ku mulai mengisap pucuknya. 
“Achh..” ia menggeliat.

Ku melihat Pipit semakin menikmati perbuatannya. Sesekali ia menggerakkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan sambil mendesah nikmat. Pipit melihat penis sudah mendongkrak celana pendek Ku, ia lalu menyelipkan tangannya ke dalam CD Ku dan ia kini sudah menggenggam penis Ku yang berdiri tegak dengan otot-otot yang berwarna kebiruan. Ia lalu menarik celana pendek dan CD Ku dan kemudian melemparkannya ke lantai. Ia kembali menangkap penis Ku dan mengocoknya dengan jari-jarinya yang lembut.
“Aachh.. achh..” benar-benar nikmat rasanya. Ku merasakan penis Ku semakin tegang dan semakin panjang.
Ia terus mempermainkan milik Ku yang sudah berdenyut-denyut dan mulai mengeluarkan cairan bening.

 

Ku pun tidak mau ketinggalan. Ku lalu menyelipkan jari-jari Ku ke selangkangannya. Ku merasakan lubang kemaluannya sudah hangat dan sudah sangat basah dengan cairan warna bening mengkilat. Rupanya ia sudah benar-benar sangat terangsang dengan permainan kami. Dengan nafas yang tersengal-sengal, Ku lalu melorotkan celana Pipit lalu meremas-remas pahanya yang putih mulus dan masih kencang.

Ku tidak sanggup lagi menahan nafsu Ku yang sudah naik ke ubun-ubun Ku. Dengan sekali tarik, Ku berhasil melepaskan CD-nya Pipit. Kini ia benar-benar bugil. Ku sejenak terpana menyaksikan tubuhnya yang kini tanpa sehelai benang, dengan kulit kuning langsat, halus, bersih dan bentuk badan yang sangat seksi sungguh nyaris sempurna. Ku benar-benar tidak tahan melihat vaginanya yang ditumbuhi rambut tipis dan halus dengan bentuknya yang mungil berwarna coklat agak kemerah-merahan.

Kembali penis Ku berdenyut-denyut, seakan meronta-ronta ingin menerjang lubang nikmat Pipit yang masih terkatup rapat. Ku sangat gemas melihat liang kemaluannya dan kini Ku mulai mengusap-usap bibirnya dan meremas klitorisnya. Lubang nikmat Pipit sudah sangat basah. Ku melihat Pipit semakin terlelap dalam nafsunya. Ia hanya mengerang nikmat.

“Achh.. achh.. ohh.. ohh..” Ku terus menjilat klitorisnya. Ia hanya mendesah,
“Achh.. achh..” sambil menarik-narik pinggulnya.
“Kak, ayo masukin kak!” sambil menarik penis Ku menuju bibir kemaluannya.
“Oke Pit,” lalu Ku membuka kakinya.
Kemudian Ku melipat kakinya dan menyuruhnya supaya ia membuka pahanya agak lebar. Ku lalu menarik pantat Ku dan merapatkan pada selangkangannya. Ia dengan cekatan meraih batang kemaluan Ku lalu menempelkannya di bibir kemaluannya yang masih sangat rapat namun sudah basah dengan cairan lendirnya.

“Pelan-pelan ya kak, Pipit belum biasa.”
“Iyaaa,” kata Ku sambil mengecup bibirnya yang merekah basah. Ku kemudian mendorongnya pelan-pelan.
“Achhhh.. sakit kak.”
“Tahan Pit.”
Ku lalu kembali mendorongnya pelan-pelan dan kini batang Ku sudah bisa masuk setengahnya. Pipit hanya menggeliat dan menggigit bibirnya. Ku terus mendorongnya sambil memeluk tubuhnya. Sesekali Ku menyentaknya agak keras.

“Achhkk.. sakiittt kak, pelan dikit donk!” memang vaginanya masih sangat rapat, maklum ia masih perawan.
“Tahan ya Pit,” Ku mencoba menenangkannya sambil memegang pinggulnya erat-erat.
“Ahhkk..” Pipit meringis keras. Ia memukul dada Ku dengan keras sambil menarik pantatnya.
“Sakit kak, sakiiittttt..”
Ku merasakan batang kejantanan Ku menembus sesuatu yang kenyal dalam lubang kenikmatan Pipit. Rupanya batang Ku telah berhasil menembus selaput daranya. Dari liang sorga Pipit tampak mengalir darah segar.

Ku terus mengocok dan menggoyang-goyangkan pinggul maju mundur sambil menciumi bibirnya dan meremas-remas gunungnya yang sangat menantang itu. Sesekali Ku melihat dia merapatkan kedua pahanya sambil mengigit bibirnya. Benar-benar milik Pipit sungguh nikmat, Ku merasakan vaginanya semakin basah dan licin, namun tetap Ku merasakan kejantanan Ku terjepit dan kadang seperti dihisap oleh vaginanya Pipit. Kini Ku merasakan batang kemaluan Ku sudah berdenyut-denyut sepertinya ingin memuntahkan sesuatu, namun Ku tetap menahannya dengan mengurangi irama permainan Ku.

 

“Terus kak, terus..” ia menggeliat.
Ku melihat kedua kakinya mengejang. Gerakan Ku kembali Ku pacu, membuat payudaranya agak bergoyang dan sepertinya semakin membesar berwarna kemerah-merahan.
“Achh.. achh.. Kak cepat kak, cepat kak.” sambil menggeliat.

Ia merapatkan pahanya. Dia mulai menggerak-gerakkan tangannya mencari pegangan. Akhirnya ia memelukku dengan erat dan mengangkat kedua kakinya. Sambil menggigit bibirnya, ia memejamkan matanya. Ku merasakan kalau kini badannya sudah kaku dan hangat. Akhirnya Pipit memelukku erat-erat dan mengangkat pantatnya sambil berteriak.
“Achhhhh..” Ku merasakan badannya bergetar dan sepertinya ada sesuatu yang hangat menyentuh batang kejantanan Ku, rupanya Pipit sudah orgasme.

Ku semakin tidak kuat menahan denyutan dari buah kejantanan Ku, akibat kenikmatan yang diberikan Pipit sangat luar biasa, batang Ku semakin berdenyut-denyut dan kini Ku benar-benar tidak sanggup lagi menahannya. Lalu Ku mempercepat gerakan Ku dan mendorong penis Ku lebih dalam lagi sambil menarik tubuh Pipit dengan erat ke dalam pelukan Ku.

Ku merasakan kenikmatan yang sangat dahsyat itu. Kini semuanya mengaliri dan menggetarkan seluruh tubuh Ku mulai dari ubun-ubun sampai ujung kaki Ku.
Akhirnya,
“Crott.. crott.. croot..” Kejantanan Ku mengeluarkan cairan hangat dalam lubang kemaluan Pipit.

Ku sempat bingung dan takut karena telah menikmati tubuh Pipit secara tidak sah. Namun rasa nikmat itu lebih dahsyat sehingga pikiran itu segera sirna. Ku hanya tersenyum lalu mengecup bibir Pipit dan mengucapkan terima kasih pada Pipit. Tampak tubuh Pipit basah dengan keringatnya tetapi terlihat wajahnya berseri-seri karena puas. Pipit hanya merapatkan kedua tangannya ke sisi tubuhnya. Ketika Ku mencabut batang kejantanan Ku dari vaginanya ia hanya tersenyum saja. Astaga, Ku melihat di sprey Pipit terdapat bercak darah. Tetapi segera Pipit bangun dan menenangkan Ku.
“Tenang mas, nanti Ku cuci, tak akan ada yang mengetahuinya.”

katanya sambil meletakkan jarinya di kedua bibir Ku. Kami berdua lalu menuju ke kamar mandi. Di situ kami masih sempat melakukannya sekali lagi, lalu akhirnya kami kembali mandi dan kembali ke kamarnya Pipit. Setelah Ku mengambil baju dan celana, Ku pun menuju ruang tamu. Tidak lama kemudian keluarlah Pipit dari kamarnya lalu mengajak Ku makan malam berdua. Katanya, ia sengaja duluan makan karena tidak ingin bertemu dengan om dan tante malam ini. Mungkin Pipit malu dan takut kalau perbuatan kami ketahuan. Setelah makan, ia kembali ke kamarnya. Entah ia tidur atau belajar, Ku tidak tahu pasti.

Tidak lama kemudian, om dan tante datang. Mereka menceritakan keadaan pesta itu yang katanya cukup ramai dibanding tahun lalu karena tahun ini siswanya lulus 100 persen dengan nilai tertinggi di kota kami. Om menanyakan Pipit, tetapi Ku katakan mungkin ia sudah tidur sebab tadi setelah makan ia sempat mengatakan kepada Ku bahwa ia agak lelah. Om hanya mengangguk lalu menuju kamarnya, katanya ia juga sudah makan dan kini ia pun ingin istirahat.

Ku tersenyum puas dan kembali menonton sebentar, lalu masuk kamar Ku. Di dalam kamar, Ku tidak bisa tidur membayangkan kejadian yang baru saja terjadi beberapa jam yang lalu. Malam ini Ku sangat senang karena telah merasakan sesuatu yang tidak pernah Ku rasakan sebelumnya dan pengalaman yang sangat manis ini tentu tidak akan pernah Ku lupakan sepanjang hidup Ku.

Category: TANTE Tags: , , , ,
VIP579 SLOT258 SLOT161 FASTBET99 STARBET99 HOKIBET99 NEXIABET