Cinta Dan Luka
26 Desember 2000
“In vijftien minuten, zullen wij bij Parijs aankomen…”
Merinding bulu kuduk saya ketika tour guide mengumumkan dalam bahasa Belanda bahwa bus yang saya tumpangi akan tiba di tujuan dalam waktu 15 menit. Keletihan tubuh karena 8 jam duduk di bus dikalahkan oleh keinginan melihat kota yang begitu diagung-agungkan oleh para pecinta yang romantis: Paris!
Sebelumnya, sekalipun di dalam mimpi, saya tidak pernah membayangkan akan berada di sini. Krisis ekonomi di Indonesia yang meluluh-lantakkan karir dan kehidupan saya, ternyata membelokkan alur perjalanan hidup saya.
Saya mengalihkan pandangan saya keluar, terlihat beberapa pesawat di Charles de Gaulle airport. Tanpa saya sadari, mobil yang lalu lalang di highway A1 yang berawal dari Belgia ini bertambah banyak. Perhatian saya segera tertuju ke apartemen-apartemen yang kini berserakan di pinggiran highway. Tidak terlihat adanya perumahan, ciri khas kota metropolitan.
Steve, William, dan Agung teman kuliah saya yang berasal dari Singapore, Malaysia dan Indonesia juga terdiam menunggu tibanya bus tersebut di hotel yang akan didiami selama empat malam. filmbokepjepang.sex Kemacetan di jalan raya semakin bertambah, apalagi ketika bus keluar dari highway dan menuju jalanan yang lebih kecil. Dengan tidak sabaran saya memperhatikan jam tangan saya yang sudah menunjukkan pukul 16:45. Di ufuk barat, mentari musim dingin mulai menyembunyikan dirinya.
“Come on, lets go out for nice dinner…” Steve yang sekamar dengan saya mengajak makan malam. Memang, perut saya yang kosong sudah meminta sesuatu buat dicerna. Siraman air hangat sewaktu mandi menghilangkan keletihan tubuh saya dan mengantinya dengan perasaan lapar.
Berjalan kaki, kami menyusuri kota Paris. Kota ini begitu istimewa, keramaian dan kemacetan jalannya mengingatkan saya pada London. Tetapi design bangunan dengan ukiran dan patung-patungnya sangat mencolok dan berbeda. Hampir setiap bangunan mempunyai ciri khasnya masing-masing dan begitu indah.
Sebuah Chinese restaurant di Boulevard Montmarte menarik minat kami. Perut-perut yang keroncongan akhirnya berteriak kegirangan ketika nasi dan beberapa lauk menganjalnya. Memang perut Asia kami lebih menikmati nasi dibandingkan roti.
Dengan tambahan energy dari makanan, perjalanan menyusuri kota Paris dilanjutkan kembali. Di sepanjang jalan Boulevard Montmarte ini hadir toko yang banyak menjual parfum, pakaian dan makanan. Louis Vuitton, Giorgio Armani, Christian Dior, dsbnya seakan-akan berlomba memamerkan produk-produk terbarunya.
“Eh, Hard Rock Caf