Cerita sex – Dalam sebuah percintaan kuakui diriku bukan type yang setia, Aku sudah memiliki pacar yang saat ini sedang kuliah di Amerika, sehingga kami jarang bertemu. Kami sudah berjalan kurang lebih tiga tahun dan aku mencintainya, namun darah mudah yang ada didalam diriku melibatkanku dalam beberapa hubungan one night stand dengan teman kuliah maupun teman dugem, bagiku semua itu hanya hubungan badan tanpa merubah perasaanku pada pacarku. Maka aku sudah tidak asing dengan tatapan nakal cowok-cowok di kampus jika aku memakai pakaian yang ketat tau agak seksi, terlebih ketika saat dugem, dimana aku memakai pakaian yang lebih terbuka.
Kisahku ini terjadi pada pertengahan tahun 2004 yang lalu yaitu libur akhir semester. Waktu itu teman kostku sudah banyak yang pulang, di kostku hanya tersisa seorang pria, dan dua wanita termasuk aku.
Yang dia tersebut tidak pulang karena ikut semester pendek, namun aku belum pulang karena waktu itu di rumahku tidak ada siapa-siapa karena orang tuaku sedang menghadiri pernikahan di kota lain dan kakakku satu-satunya sudah dua tabun yang lalu menikah dan ikut suaminya.
Jadi pemikiranku lebih baik kutunda saja kepulanganku hingga papa dan mamaku pulang 2-3 hari lagi, daripada kesepian dirumah mendingan kuisi waktuku untuk having fun bersama teman-teman kuliahku di bandung.
Malam itu aku ngedugem di salah satu tempat dugem di jalan Cihampelas. Teman-temanku mencekoki minuman sementara aku tidak kuat minum, mereka bilang untuk merayakan kenaikan IPK-ku.
Aku mabuk sehingga dalam perjalanan pulang dengan mobil Ocha aku numpang ke WC di rumah Risa waktu sampai di rumahnya karena tidak tahan mau muntah. Setelah muntak akupun masih pusing-pusing sehingga terpaksa aku minta RIsa untuk menginap di rumahnya semalam saja daripada pulang ke kost dalam keadaan sempoyongan, kan gak enak dilihat.
Singkat cerita akupun menginap di rumah Risa malam itu dan baru terbangun besoknya, hari Minggu jam sebelasan. Kepalaku masih agak berat.
“Lu orang sih, nyuruh gua minum terus, aduh kaya mau mati aja kemarin rasanya tau !” omelku pada Risa.
“Hihihi, gapap lah Na sekali-kali saja, kan kita baru selesai semester nih !” jawabnya tertawa kecil mengingat keadaanku kemarin.
Akhirnya usai makan sedikit, RIsa mengantarkanku pulang ke kostku di daerah Sukamekar. Kumasuki pintu gerbang kostku, suasananya sepi seperti beberapa hari terakhir. Di depan pos jaga aku berpapasan dengan Gungun, pegawai/penjaga kostku yang berusia dua puluhlimaan sedang ngobrol-ngobrol dengan dua orang pemuda yang kira-kira sebaya dengannya, aku tidak tahu siapa mungkin temannya yang penduduk sekitar sini.
Aku tersenyum kecil sebagai basa-basi dan mereka membalasnya. Terasa sekali mereka memandangi tubuhku yang masih memakai pakaian seksi semalam berupa sebuah rok putih sejengkal di atas lutut dan tank top berdada rendah yang memperlihatkan sedikit belahan dadaku.
Aku mempercepat langkahku ke tangga, di dekat tangga akupun berpapasan lagi dengan pegawai kostku yang lain, si Acep yang masih duduk di bangku SMA, dengan umur sekitar enam belasan, orangnya agak culun, berambut cepak dan begitu kerempeng, dia sering bertugas membelikan barang pesanan dan mengantar makanan untuk kami, para penghuni disini.
“Eh….Neng, baru pulang yah !” sapanya sambil cengengesan. Aku hanya menjawah iya saja lalu menaiki tangga, instingku mengatakan jika dia berusaha mengintik rokku yang pendek ketika aku naik, sempat terlihat sekliah olehku ketika aku sampai di lantai dua dan membelok.
Sampai di kamar, aku langsung membuka pakaianku dan masuk ke kamar mandi, langsung kubuka shower dan kuguyur tubuhku dengan air dingin, segar sekali rasanya, udara di luar waktu itu lagi panas ditambah lagi panas alkohol masih sedikit terasa dari dalam tubuhku.
Selesai mandi, aku keluar dari kamar mandi tanpa mengenakkan apapun sambil megnelap rambutku dengan handuk. Kuambil celana dalam kuning dan kupakai.
Aku tidak menemukan baju barongku yang biasa kupakai tidur di gantungan pintu, baru ingat kalau baju itu sudah kutaruh di tempat cucian. Karena malas mencari baju lain di lemari, akupun lantas melempar diriku ke kasur. Biar saja tidur hanya dengan celana dalam, apalagi cuacanya lagi panas, kipas anginnya juga kumatikan.
Kututupi tubuhku dengan selimut dan kupeluk guling kesayanganku untuk melanjutkan tidurku yang masih belum puas ditambah masih sedikit pusing, maklumlah orang ga kuat minum di suruh minum banyak ya begini deh jadinya.
Entah beberapa lama aku tertidur lelap sekali sampai kurasakan ada rasa geli pada tubuhkum secara refleks tangaku menepis dan menggulingkan tubuhku ke arah lain. Namun perasaan itu datang lagi dengan lebih hebat, kali ini juga kurasakan pada paha dan dadaku seperti ada yang mengenyot.
Kali ini aku terbangun dan sentak terkaget sekali melihat ternyata benar-benar ada orang yang sedang mengenyot dadaku dan seseorang lainnya sedang menjilati pahaku. Spontan akupun menjerit, namun sebuah tangan membekap mulutku dari belakang.
Ketika aku meronta, gerakanku langsung terkunci oleh tangan-tangan yang memegangin kedua tangan dan kakiku. Aku mengedip-ngedipkan mata memperjelas pandanganku, aku makin terperanjat dengan keempat wajah menyeringai diatasku, wajah yang tak asing bagiku.
Yang dua adalah pegawai kostku, Gungun dan Acep dan dua orang temannya yang kutemui di bawah tadi. Aku tidak habis pikir bagaimana mereka bisa masuk sini, padahal pintu sudah kukunci, namun sekarang bukan waktunya memikirkan hal tersebut, sekarang harusnya memikirkan apa yang harus kulakukan menghadapi situasi ini.
“Halo Neng, maaf yah kita masik disini diam-diam abis ga tahan liat body Neng yang bahenol!” Kata Gungun.
“Emmphh…emmhhhh!” aku berusaha berteriak walau mulutku masih di bekap sambil meronta ketika Gungun meraba payudaraku.
“Udahlah Neng, ga usah ngelawan terus, disini lagi gak ada siapa-siapa kok!” sahut orang yang membekapku yang berambut agak bergelombang dan matanya besar.
Dalam keadaan makin kritis ini aku mulai berpikir ulang, aku pernah membaca berita tentang pembunuhan di kost, melawan mereka yang sedang kalap mungkin saja malah mencelakakanku, bukanlah lebih baik pasrah saja menuruti mereka.
Lagipula aku ini kan bukan perawan dan pria yang pernah main denganku bukan hanya pacarku, bedanya hanya mereka sama-sama WNI keturunan dan yang empat ini bukan. Yang, anggap saja tambah pengalaman seks lah, begitu pikirku positif.
Yang masih membuatku risau yaitu apakah sanggup melawan emapt orang sekaligus mengingat seumur hidup aku selalu bermain konvensional satu lawan satu. Mungkin sekaranglah waktunya bagiku untuk mencoba rasanya di gangbang.
Seiring dengan birahiku yang mulai naik, rontaanku pun berangsur-angsur berkurang berganti menjadi kepasrahan. Darahku berdesir dan bulu-buluku merinding ketika tangan-tangan itu menggerayangin tubuhku, cuuman dan jilatan juga menghujani tubuhku.
Salah seorang teman Gungun tadi menarik lepas celana dalamku. Keempat orang itu menelan ludah menyaksikan keindahan tubuhku yang sudah telanjang bulat, terutama Acep sepertinya ini baru pertama kali dia melihat tubuh wanita secara nyata.
“Anjrit, jembutnya lebat banget euy!” kata Gungun sambil merabai kemaluanku yang berbulu lebat tapi rapi, karena sering kucukur rapi tepiannya agar tidak keluar-keluar kalau memakai baju renangku yang seksi.
Teman Gungun yang rambutnya gondrong sebahu menciumi payudaraku, digigit dan disedot-sedotnya putingku yang sensitif. Kuncian mereka terhadapku mengendur dan tangan yang membekap mulutku juga sudah lepas.
Kepalaku mengeleng-geleng ketika Gungun menciumku, namun dia lalu memegangi kepalaku sehinggga aku tak dapat lagi menghindari mulutnya. Rangsangan yang datang bertubi-tubi membuatku semakin horny dan mulutku pun membuka menerima serangan lidah Gungun, mau tak mau aku harus beradaptasi dengan bau mulutnya.
Kumainkan lidahku mengimbangi lidahnya yang menari-nari di mulutku. Ketika asyik berciuman dengan Gungun setidaknya ada dua jari yang bermain di Vaginaku, aku tidak tahu siapa itu karena kau biasa memejamkan mata kalau berciuman agar lebih mengahayati, selain itu tangan yang menggerayangiku ada empat pasang sehingga tidak semapt mengenalinya satu-satu.
Lama juga Gungun menciumku, itu dia lakukan sambil tangannya menjelajahi lekuk-lekuk tubuhku, hampir lima menit kira-kira, begitu mulutnya lepas aku akhirnya lega bisa kembali menghirup udara segar walau dengan nafas sudah memburu.
Ketika kubuka mata, kulihat di sebelah kananku teman Gungun yang matanya besar itu sedang mengenyoti payudaraku dengan rakusnya, dia sudah membuka pakaiannya, aku melihat penisnya yang sudah tegang itu menggantung di selangkanngannya, bentuknya panjang dengan kepalanya disunat.
Ihhhh…. geli sekaligus terangsang membayangkan aku harus mengulum dan dimasuki benda itu. Si Acep sedang menjilat dan meraba tubuh bagian sampingku (sekitar perut, paha dan dada), dia juga masih memakai kaos oblongnya tapi celananya sudah dibuka, penisnya yang juga bersunat lumayan juga untuk seuumuran dia.
Ternyata yang daritadi mengirek vaginaku adalah si pemudah gonddroong, kini dia bahkan mendekatkan wajahnya ke sana dan uhhh….lidahnya menyentuh bibir vaginaku dan terasa menggelitik nikmat tubuhku sampai menggeliat karena itu.
Aku bingun apa yang kualami saat itu termasuk perkosaan atau bukan, dibilang ya bisa juga karena awalnya mereka yang memaksa, namun dibilang tidak juga bisa karena toh aku juga mulai menikmatinya.
“Memeknya enak, wangi loh mmm….ssluurpp!” sahut si gondrong dibawah sana.
“Oh ya….nanti juga saya mau nyicipin yah, mangkanya cepet!” kata Gungun.
“Jangan lama-lama yah, nanti kita kebagiannya bau jigong lu” timpal si mata besar kini Acep sudah mencaplok payudaraku dengan mulutnya, walau kelihatan culun jilatannya membuat putingku makin menegang.
Gungun juga membuka pakaiannya hingga telanjang. Wah, anunya juga ga kalah gede dari kedua temannya, tinggal milik si gondrong saja yang belum kulihat karena dia masih sibuk menjilat vaginaku.
Aku harus mengakui enak sekali diperlakukan seperti ini, dalam seks satu lawan satu aku tidak pernah merasakan bagian-bagian sensitifku dimainkan dalam saat bersamaan.
“Uuhh-eeemmm…aaaah!” aku tak tahan untuk tidak mendesah ketika lidah si gondrong menyapu bibir vaginaku, bukan cuma itu, jarinya pun ikut keluar masuk di sana. Hal tersebut berlangsung sekitar lima menit lamanya, kemudian Gungun mengambil posisinya.
“Hayo sinim saya juga mau rasain, gantian dong!” katanya menyuruh si gondrong menyingkir. Langsung Gungun melumat bagian selangkangku itu dengan bernafsu, tangannya memegangi kedua pahaku sambil mengisap dan menjilat, mulutnya terbenam di kerimbunan bulu kemaluanku, gayanya seperti makan semangka saja.
Serangannya lebih mantap dari si gondrong yang cenderung monoton, lidah si Gungun sepertinya agak panjang sehingga ketika menyusup ke dalam vagina benda itu menyentuh klitorisu juga menjilati dinding kemaluanku, kontan akupun makin menggelinjang tak karuan.
Ketiga orang lainnya tertawa-tawa dan berkomentar jorok melihat raksiku, mereka pun makin bersemangat mengerjaiku. Payudaraku sedikit nyeri ketika dipencet-pencet si mata besar dengan gemasnya.
Si Gondrong yang kini telah membuka bajunya berlutut di sebelahku memegangi penisnya untuk di sodorkan padaku.
“Diisep Neng, enak loh!” suruhnya sambil menggisikkan kepala penis itu ke wajah dan bibirku. Walau sebenarnya geli dengan kemaluannya yang hitam dengan kepala kemerahan itu, aku tertantang juga untuk mencobanya, maka kugenggam batang itu dengan tangan kiri dan kuawali dengan menyapukan lidah pada kepala penisnya.
Dia langsung mendesah keenakan karenanya. Entah kekuatan apa yang membuatku demikian liar, padahal sebelumnya dekat-dekat orang seperti mereka saja aku enggan, apalgi untuk ML.
Awalnya aku sangat tidak nyaman dengan aroma penisnya, tetapi mau tidak mau aku harus membiasakan diriku. Aku berusaha tidak menghirupnya dan kuemuti sambil sesekali mengocok dengan tangan, kesempatan itulah yang kupakai untuk mengambil udara segar.
Sementar rasa geli pada vaginaku kian menjalari tubuhku, rasanya seperti mau pipis. Tubuhku menggelinjang, aku tidak tahan lagi dan mencapai orgasme pertamau, dari vaginaku keluarlah lendir yang dijilatinya dengan lahap.
“Eh-eh, gantian dong, saya juga mau ngerasai pejunya si Neng!” kata si Acep Acep menggantikan posisi si Gungun, dia menjilati sisa-sisa cairan kemaluanku. Jilatannya tidak selihat Gungun, maklum karena dia masih hijau, baru pertama kalinya menikmati wanita.
Dia lebih suka menyentil-nyentil klitorisku dengan lidahnya yang memberi rasa geli. Sekarang Gungun berlutut di sebelah ku dan meraih tanganku digenggamkan ke penisnya. Keras dan hangat, begitulah kesan pertama begitu jari-jariku melingkari batang itu.
Mulailah aku mengocok penis itu dengan tangan kiriku dan yang kanan memegangi milik si gondrong sambil mengorahnya. Si mata besar masih menyusu dengan nikmatknya pada payudaraku, sepertinya dia ketagihan dengan payudaraku yang montok itu
Acep tidak lama menjilati vaginaku, posisinya digantikan oleh si mata besar yang tidak sabar menunggu giliran, karena paling kecil diapun mengalah pada temannya. Si mata besar mencium vaginaku dengan bernafsu dan terkesan terburu-buru.
Aku dibuatnya semakin bergairah melayani kedua penis yang menodongku, secara bergantian kukocok dan kuoral menirukan apa yang pernah kulihat di film porno di rumah temanku. Rasa jijikku pada penih hitam yang kepalanya seperti jamur itu perlahan-lahan sirna.
Gungun mengungkapkan ekspresi nikmatnya dengan meremas payudaraku yang digenggamnya, sedangkan si gondrong sambil menekan-nekan penisnya ke mulutku ketika gilirannya dioral seolah tidak rela melepaskannya.
Ditambah lagi Acep sedang asyik memainkan putingku, benda mungil berwarna merah kecoklatan itu dia plintir-plintir dengan jarinya sesekali juga ia jilati. Si mata besarpun tidak lama-lama menjilati vaginaku, dia lalu bangkit berlutut diantara kedua pahaku dan menempelkan kepala penisnya di bibir vaginaku.
Kuhentikan sejenak akitivitas terhadap dua penih dalam genggamanku untuk memperhatikan penis si mata besar mendesak memasuki vaginaku. Kutahan nafasku sambil menggigit bibir, proses penetrasi itu kuresapi dalam-dalam.
Setelah masuk sebagian dia menghentakkan pinggulnya sehingga penis itu menghujam sampai mentok, sponta kau pun menjerit kecil dan merapatkan pahaku. “Wahhh enak pisan, sempit oi!” katanya setelah berhasil membobol vaginaku.
Tanpa buang waktu lagi dia menggenjotku, penit iu keluar masuk vaginaku. Aku meneruskan kocokanku terhadap si gondrong dan Gungun, rasa nikmat yang menjalarin tubuhku semakin membuatku bersemangat mengocok kedua penis itu.
Si Acep juga makin seru mengisapi payudaraku sampai basah kuyup oleh ludahnya juga oleh ludah orang-orang yang tadi mengisapnya. Tak lama kemudian, ketiak aku sedang mengulum penis Gungun, sesuatu yang basah dan hangat menerpa wajah dan leherku dari samping.
Ow, ternyata si Gondrong sudah keluar, kulupas sejenak penis Gungun dari mulutku, semprotan berikutnya makin membasahi wajahku begitu aku menegok menghadap todongan benda itu.
“Uhh….isepin yang Neng!” lenguhnya seraya menjejali mulutku dengan penisnya.
Dalam mulutku penis itu masih menyemburkan isinya dan itu kuhisapi tanpa memikirkan rasa jijik lagi walaupun baunya yang agak menyengat, mungkin karena saking terangsangnya sampai tidak sadar aku jadi seliat ini.
Sampai sejauh ini ponselku yang kutaruh di meja sana sudah berdering dan dua SMS sudah masuk, kubiarkan saja karena tanggung.
Aku dapat merasakan penis si gondrong menyusut dalam mulutku dan pemiliknya terengah-engah. “Yee, payah lu, belum nojos udah ngecrot !” ledek Gungun pada temannya.
“Enak pisah sih anjrit, sampe ga tahan!” balas si gondrong sekarang si mata besar mengajak ganti posisi, mereka lalu membalikkan tubuhku hingga telungkup.
Akhirnya ganti posisi juga pikirku, aku sudah gerah daritadi berabring telentang sambil dikerjai mereka, punggungku panas sekali rasanya dan benar saja keringatku sudah membasahi sprei dibawahku tadi.
Perutku diangkat dari belakang hingga posisiku seperti merangkak. Kutengokkan kepalaku ke belakang dan kulihat si mata besar kembali memasukkan penisnya ke vaginaku. Tusukan-tusukan kembali kurasakan, kali ini lebih cepat dan dalam.
Di depanku si Acep berlutut minta giliran merasakan mulutku. Akupun membuka mulut mempersilahakn batang itu memasukinya. Kuemut benda itu tanpa menghiraukan lagi baunya, tidak terlalu besar tapi cukup keras, namanya juga barang ABG.
Aku melirik ke atas melihat ank itu merem-melek menikmati kulumanku, lucu juga reaksinya yang amatiran itu.
“Gimana Cep, asyik ga diemot kontolnya?”
Si Acep udah gede euy!”Celoteh-celoteh yang ditujukan pada si Acep itulah yang semapt kudengan waktu itu.
Sambil terus mengoral Acep, akupun selalu menggoyang pantatku mengikuti genjotan si mata besar, terus terang rasanya enak sekali seperti diaduk-aduk. Payudaraku yang menggelayut sedang dipegang-pegang si gondrong yang sedang mengistirahatkan penisnya.
Tangan kananku menggenggam penis si Gungun dan mengocoknya pelan.
“Pelan-pelan saja kocomnya Neng, ga pengen cepet-cepet ngecrot sih!” demikian katanya.
Sibuk sekali aku jadinya dan udara sekitarku serasa masik panas karena dikerubuti empat orang ini, mana badannya lumayan bau lagi. Hanya birahi yang meninggilah yang mengalihkanku dari semua itu.
Sekitar lima belas menit menggenjotku, si mata besar sepertinya mau keluar, kelihatan dari sodokannya yang makin cepat.
“Anjingggggg..aaahhh!” lenguhnya panjang diiringi semprotan spermanya di dalam vagianku yang tak bisa kutolak. Sialan juga nih orang pikirku, sembarangan main buang di dalam, ga minta ijin omon dulu kek padahal gak pake kondom, untung waktu itu aku tidak dalam masa subur, kalo iya kan amit-amit aku harus hamil sama orang beginian.
Begitu penisnya lepas, aku merasa cairan hangat melelh membasahi paha atasku. Gungun langsung mengambil alih posisinya menusukkan penisnya padaku seolah dapat membaca apa yang ada dalam hati kecilku yang masih ingin digenjot karena belum mencapai klimaks alias tanggung.
Si ACep yang masih kuoral nampaknya makin menikmati saja, tanpa sadar dia memaju-mundurka pinggulnya seakan sedang menyetubuhi mulutku. Dia mengeluarkan spermanya dalam mulutku saat Gungun mengenjotku dengan ganasnya sehingga aku tidak bisa konsentrasi mengisap penis itu, maka cairan itupun melelh sebagian di pinggir bibirku.
Setelah Acep melepas penisnya yang telah kubersihkan dari mulutku, lengan Gungun mengangkat dadaku sehingga kini aku berlurut, Gungun tidak berhenti menggenjotku sambil menopang tubuhku dengan lengannya yang melingkari perutku.
Si mata besar sambil mengistirahatkan senjatanya menggerayangi payudaraku yang membusung dalam posisi itu. Si gondrong memintaku kembali mengoral penisnya yang sudah mulai bangkit lagi, sepertinya dia suka dengan pelayanan mulutku.
Kugenggam penisnya yang disodorkan padaku, ih…. masih lengket-lengket bekas spermanya tadi, sedikit jijik aku dibuatnya namun juga tak kuasa menolaknya. Serta merta kumasukkan benda itu kemulutku, kujilati sisa-sisa spermanya hingga bersih.
Di dalam mulutku benda itu semakin mengeras dan bergetar. “Pelan-pelan aja Neng, buat persiapan ngejos dibawah nanti!” katanya. Tak lama kemudian tubuhku kembali mengejang, seperti ada yang mau meledak di bawah sana.
Aku melepas kulumanku untuk melepaskan desahan yang tak bisa kutahan lagi, lendirku pun kembali keluar bersamaan dengan tubuhku. Orgasme kali ini terasa lebih panjang. Gungun masih menggenjot sampai 2-3 menit kemudian hingga akhirnya diapun menghujam penisnya lebih dalam dan mempererat pelukannya.
Dia Menggeram dan memuntahkan spermanya ke dalam vaginaku, hangat kurasakan di dalam sana. Kami break sebentar sekitar lima menitan. Saat itu Gungun dan Acep memperkenalkan dua orang itu kepadaku, yang gondrong namanya Amad dan yang matanya melotot itu namanya Ifud, memang benar keduanya adalah teman mereka yang tinggal di pemukiman penduduk tak jauh dari sini.
Gungun juga bercerita bagaimana mereka bisa masuk sini. Ternyata mereka iseng mengintipku waktu kelaur dari kamar mandi tanpa busana tadi lewat lubang angin diatas pintu kamarku dengan memakai bangku tinggi.
Tadinya sih hanya sekedar mau ngintip, tapi tak lama kemudian waktu Amad dan Ifud mau pulang mereka ingin ngintip yang terakhir kali dan menemukanku telah terlelap hanya dengan memakai celana dalam dan selimut yang tersingkap.
Situasi kost yang sedang sepi dan nafsu setan mendorong mereka berencana memperkosaku. Maka setelah yakin aku benar-benar tidur, Gungun mencongkel kaca nako yang tepat di sebelah pintu lalu meraih grendel sehingga mereka bisa masuk dan terjadilah seperti ini.
Aku sebenarnya marah mendengar semua itu, lancang sekali mereka berbuat begitu, ini kan pemerkosaan namanya, tapi mau marah gimana juga toh aku menikmatinya, salahku juga berpakaian mencolok di depan mereka.
Aku menatapi mereka satu-persatu yang memandangi tubuh telanjangku dengan tatapan kesal sekaligus berhasrat. Tidak tau mau omong apadeh, soalnya perasaanku benar-benar campur aduk sih. “Bentar yah, mau cuci muka dulu” kataku sambil bangkit dan melangkahkan kakiku dengan santai ke kamar mandi.
Di sana aku mencuci mukaku dari cipratan sperma agar aroma yang menyengat itu hilang. Keluar dari kamar mandi, kembali aku duduk di kasu dikelilingi mereka. Sudah tanggung untuk dihentikan, jadi kuikuti saja deh permainan mereka.
Kali ini si Acep yang masih hijau minta diajari cipokan.
“Boleh yah neng, soalnya saya pengen ngerasain dicium cewek itu kayak apa sih, apalagi cewek cakep kaya Neng” pintanya, mukaku memerah karena malu dan juga tersanjung akan pujiannya.
“Cium-cium !” teman-temannya yang lain menyorakinya “Sssttt…jangan keras-keras dong, ada yang tau gimana!” kataku memperingatkan sehingga mereka mengurangi volumenya.
Aku memejamkan mataku seperti kebiasaanku berciuman menunggu Acep menciumku, pertama-tama aku merasa bahuku dipegang lalu menempellah bibirnya dengan bibirku.
Teknik ciumannya benar-benar amatiran, kaku dan membosankan sekali, sehingga aku yang berinisiatif memainkan lidahku baru dia mulai bisa membalasnya, aku melingkarkan tangan memeluknya dan percumbuan kami makin panas.
Selama percumbuan itu juga aku merasakan tangan-tangan lain berkeliaran di sekujur tubuhku, mengelusi punggung, paha, payudara, dll.
Tidak jelas siapa yang melakukan karena kau memejamkan mata, yang jelas darahku mulai bergolak lagi akrena belaian ditambah komentar-komentar jorok mereka.
Ada seseorang memelukku dari belakang dan menjitali leherku, ooohhh….benar-benar sensasional, demikian rasanya pertam kali dikeroyok. Lama juga aku berciuman sambil digerayangi, nafasku sampai naik-turun ga karuan karenanya.
Setelah itu si Amad gondrong meminta jatahnya, dia berbaring telentang dan menyuruhku membenamkan penisnya pada vaginaku.
Akupun naik ke atas penisnya, benda itu kugenggam dan kueluskan pada kemaluanku dulu suapa nafsu si amad mendidih.
Kemudian abru aku mulai menjebloskannya perlahan-lahan. “Ahhhh….eggghhh !” desahku saat memasukkan penis itu, aku memejamkan mata dengan bibir membuka. Setelah terasa mentok, Akupun perlahan menaik-turunkan tubuhku.
Amad juga mendesah kenikmatan karena penisnya dihimpit dinding vaginaku. Gerak naik-turunku semakin cepat sehingga payudaraku ikut bergoncang-goncang.
Dengan aku yang memegang kendali, si Amad kelihatan kelabakan, dia mendesah-desah gak karuan. Kelihatan sekali pengalaman seksnya masih dibawahku.
Dia julurkan tangannya meraih payudara kiriku, sepertinya dia gemas melihat payudaraku yang juga naik-turun itu. Dua orang lainnya duduk menintin liveshow kami, Gungun sebelumnya telah turun ke bawah untuk memeriksa keadaan dan berjaga-jaga di pos jaga dekat gerbang.
Tak lama kemudian si Ifud mendekatiku dan berdidi di sebelah menyodorkan penisnya yang langsung kugenggam. jadilah aku bergaya woman on top sambil mengocoki penis Ifud.
Amad, ternyata tidaklah setangguh yang kukira, tampang boleh sangar kaya preman, tapi dia orgasme dalam waktu yang relatif singkat, isi penisnya tertumpah dalam vaginaku.
Aku paling senang ML di saat safe seperti ini, bebas dari rasa was-was walau pasanganku buang di dalam tanpa malu-malu lagi, kupanggil si Acep agar menuntaskan birahiku. Aku duduk di kasur membuka kedua pahaku seakan mempersilahkan anak itu menusuknya, aku harus membimbing penisnya memasuki vaginaku karena ini pertama kalinya bagi dia.
Setelah kepalanya menekan bibir vaginaku, kusuruh dia mendorong pantatnya, “Ohhhh….Yessss” desahku ketika penis perjaka itu menghujam ke dalam. Selanjutnya yang kurasakan adalah gesekan-gesekan antara penisnya dengan dinding kemaluanku.
Acep pun semakin menikmati persetubuhan pertamanya itu dengan makin cepat menusuk-nusukan penisnya hingga akhirnya kitapun orgasme bersama atas bimbinganku tentang mengatur tempo genjotan.
Sisa waktu sekitar sejam lebih kedepan aku terus disetubuhi mereka baik secara bergilir maupun barengan. Hingga akhirnya kami semua pun kelelahan bersimbah peluh. Wajahku sekali lagi belepotan sperman karena salah seorang membuangnya disana ketika orgasme.
Sejak itu mereka sering memintaku melakukan hal yang sama lagi, terutama Acep dan Gungun. Terkadang memintanya agak memaksa pula.
Memang sih awal-awalnya aku cukup menikmati, tapi lama-kelamaan kesal juga karena mereka makin gak tau diri, misalnya pernah satu malam Gungun mengetuk pintu untuk minta jatah lagi, sehingga mengganggu tidurku…