Saat itu aku masih duduk di kelas 3 SMP, dar jaman SD aku sudah di kenalkan dengan bau bau sex mulai sering baca majalah bokep, nonton film bokep dan dari semuany aku pinjam dari kakak kelasku, itu lah yang membuat aku ketagihan sampai sekarang.
Saya adalah anak ketiga kakak aku dua-duanya adalah cewek, waktu itu kakak aku dua-duanya sudah menikah sebab umur
Dan mereka kini tinggal bersama suaminya masing-masing. Jadi aku di rumah tinggal bersama ibu dan ayah. aku termasuk anak yang bongsor sebab untuk ukuran kelas 3 SMP badan aku sudah lebih tinggi dari ayah saya, terus juga tulang-tulang aku termasuk kekar dan besar.
Tetapi yang paling aku tak tahan adalah bentuk kontol aku kalau lagi tegang. Besar sekali. Pernah aku ukur bersama teman aku waktu itu kita sama-sama telanjang di kamar mandi kolam renang dan waktu di bandingkan dengan kontol teman-teman saya, kontol aku paling panjang dan besar dan pernah aku ukur waktu itu kira-kira panjangnya 17 Cm.
Yang paling aku tak tahan adalah kalau sedang di kelas aku suka memperhatikan Ibu Ina guru Bahasa Inggris. Kadang-kadang tanpa sadar kalau aku lihat itu ibu guru lagi duduk dan pahanya yang putih agak sedikit tersingkap kontolku langsung mengeras dan menonjol ke depan kalau sudah begitu aku berdoa moga-moga jangan di suruh maju ke depan kelas.
Saya punya teman dekat sekelas namanya Joko, kita punya hobi dan khayalan yang sama. Sering cerita tentang buku porno yang kita baca, dan kita juga sama-sama tergila-gila pada ibu guru Ina yang berasal dari tanah minang.
Kalau ibu guru Ina sedang menulis di papan, kita berdua tertawa cekikikan memperhatikan betis Ibu Ina yang indah, putih dan berisi dan pinggulnya juga cukup besar dan padat. Gilanya kita berdua suka menghayal menjadi kekMenik Ibu Ina dan melakukan hubungan seks seperti yang di buku-buku porno dengan Ibu Ina. Wah, kalau lagi menghayal berdua kontol kita sampai keras sekali.
Teman aku si joko pernah menyarankan saya. “Eh Bram, lu kalau mau tahu rasanya hubungan seks sama Ibu Ina gampang.., caranya lu di kamar mandi bayangin Ibu Ina…, terus lu kocok kontol lu pakai sabun”.
Sebab ingin tahu waktu itu aku coba. Wah memang nikmat mula-mula, kontol aku makin lama makin besar dan keras seperti batu, tetapi sudah aku kocok-kocok sampai sejam lebih kok tak keluar-keluar.
Akhirnya aku bosan sendiri dan capek sendiri lalu esok harinya aku cerita pada joko, ia bilang, “Wah tak normal loe…”, sejak itu beberapa kali aku coba pakai sabun tetapi tak pernah berhasil. Akhirnya aku jadi malas sendiri ngocok pakai sabun.
Nah, ini awal mula cerita saya. waktu itu pembantu rumah tangga aku keluar, terus ibu dapat lagi pembantu baru berasal dari Tasikmalaya, orang sunda, umurnya kira-kira 27 tahun. Orangnya memiliki kulit kuning langsat wajahnya cukup cantik apalagi kalau lagi tersenyum giginya putih terawat baik.
Waktu baru mulai kerja aku nguping wawancaranya sama ibu saya, bahwa ia adalah janda tetapi belum punya anak ia cerai dengan suaminya 3 tahun yang lalu, suaminya adalah orang kaya di kampungnya tetapi umurnya pada waktu kawin dengan Bi Menik sudah berusia 60 tahun dan ia menikah kira-kira 4 tahun, kini cerai sebab suaminya balik lagi pada istrinya yang tua.
Aku memanggil ia bibi Menik, ia pintar masak masakan kesukaanku seperti sop buntut wah nikmat sekali masakannya. Orangnya sopan dan ramah sekali. Hampir tak pernah marah kalau digoda, tak seperti mbok Laksmi pembantu aku yang sebelumnya, sudah tua tetapi cerewetnya minta ampun.
Bibi Menik sudah 3 bulan kerja di rumahku, nampaknya ia cukup betah sebab pekerjaannya juga tak terlalu banyak cuma melayani saya, ibu dan ayah saya.
Nah waktu itu adalah hari Jum’at, ingat betul saya, ibu aku dapat telepon dari Jakarta bahwa kakak aku yang nomor dua sudah masuk rumah sakit bersalin mau melahirkan anak yang pertama.
Mereka pergi dengan Sopir kantor ayah aku ke Jjakarta jum’at sore. Aku tak ikut soalnya sabtu besok aku ada pertandingan bola basket di sekolah. Jum’at malam aku sendirian di kamar kubaca buku porno sendirian di kamar. Wah cerita bagus sekali sambil membaca aku memegang kontolku…, wah keras sekali.
Kira-kira jam 9.00 malam, badanku terasa gerah habis baca buku begituan. Aku keluar kamar untuk mendinginkan otakku, kebetulan kamarku dan kamar Bi Menik tak terlalu jauh dan aku melihat pintunya agak sedikit terbuka.
Tiba-tiba timbul pikiran kotorku. Ah pingin tahu, gimana Bi Menik tidurnya. Kemudian aku berjingkat-jingkat mendatangi kamar tidur Bi Menik. Pelan-pelan aku dorong pintunya dan mengintip ke dalam, ternyata Bi Menik sedang tertidur dengan pulasnya.
Lalu aku masuk ke dalam kamarnya. Kulihat Bi Menik tidur telentang, kakinya yang sebelah kiri agak ditekuk lututnya ke atas. Ia tidur menggunakan jarik kebaya tetapi tak terlalu ketat sehingga betisnya agak tersingkap sedikit. Aku perhatikan betisnya, kuning bersih dan lembut sekali. Kemudian aku coba mengintip ke dalam kebayanya, wah agak gelap hanya terlihat samar-samar celana dalam berwarna putih.
Aku menarik napas dan menelan ludah, kuperhatikan wajah Bi Menik kalau-kalau ia bangun tetapi ia masih tidur dengan lelap. Lalu aku memberanikan diri memegang ujung kain kebayanya yang dekat betisnya tersebut.
Sambil menahan napas aku angkat pelan-pelan kain kebaya tersebut ke atas lalu kusibak ke samping dan akhirnya terbukalah kain kebaya yang sebelah kiri dan tersingkap paha Bi Menik yang padat dan putih kekuning-kuningan.
Aku kagum sekali melihat pahanya Bi Menik padat, putih dan berisi tak ada bekas cacat sedikitpun. lalu aku pandang lagi wajah Bi Menik. Ah, ia masih lelap, aku memberanikan diri lagi membuka kain kebaya yang sebelah kanannya. Pelan-pelan aku tarik ke samping kanan dan akhirnya terbuka lagi.
Kini di hadapanku tampak kedua paha Bi Menik yang padat dan kuning langsat. Aku semakin berani dan pelan-pelan kain kebaya yang di ikat di perut Bi Menik aku buka perlahan-lahan, keringat dinginku keluar menahan ketegangan ini dan kontolku semakin keras sekali.
Akhirnya aku berhasil membuka ikatan itu, lalu kubuka ke kiri dan ke kanan. Kini terlihat Bi Menik tidur telentang dengan hanya di tutupi celana dalam saja. Aku benar-benar bernafsu sekali saat itu. Kulihat perut Bi Menik turun naik napasnya teratur. kulihat pusarnya bagus sekali, perutnya kecil kencang tak ada lemaknya sedikitpun, agak sedikit berotot kali memang tetapi pinggulnya agak melebar terutama yang di bagian pantatnya agak sedikit besar.
Bi Menik memakai celana nilon warna putih dan celana itu sepertinya agak sempit, mungkin ketarik ke belakang oleh pantatnya yang agak besar. Terlihat di bagian kemaluannya yang begitu ketat sehingga terbayang warna bulu-bulu memeknya yang halus tak terlalu banyak dan bentuk kemaluan Bi Menik yang agak sedikit menggunung seperti bukit kecil.
Pelan-pelan aku sentuh memek bagian atasnya, terasa empuk dan hangat, lalu pelan-pelan kucium tetapi belum sampai menempel kira-kira 1 milimeter di depan memek tersebut. Wah tak bau apa-apa, cuma agak terasa hangat saja hawanya. Kupandangi lagi memek yang menggunung indah itu, ingin rasanya aku remas tetapi aku takut ia bangun.
Kulihat ia masih tidur nyenyak sekali dan kulihat dadanya membusung naik turun. Ah, aku ingin tahu gimana sich bentuk toket dari Bi Menik. Pelan-pelan kubuka baju Bi Menik, tak terlalu sulit sebab ia hanya memakai peniti saja tiga biji dan satu persatu kubuka peniti tersebut lalu kugeser ke samping bajunya. Wah, terlihat dada sebelah kiri dan kubuka baju yang sebelah lagi. Kini Bi Menik betul-betul hampir telanjang tidur telentang di hadapanku.
Baru pertama kali dalam hidupku menyaksikan hal seperti ini. BH Bi Menik nampak sempit sekali menutupi buah dadanya yang padat dan berisi. Aku perhatikan buah dadanya, naik turun dan kulihat ternyata BH tersebut mempunyai kancing cantel dua buah di depannya tepat di tengah-tengah, di depan belahan dadanya, dengan agak gemetar aku buka pelan-pelan cantelannya satu lepas, dan ketika hendak membuka yang satunya lagi Bi Menik bergerak. Aku kaget sekali tetapi ia tak bangun kerena tidurnya yang begitu pulas,lalu aku memberanikan diri membuka cantelan yang satu lagi dan akhirnya terbuka.
Aduh, susunya indah sekali, besarnya hampir satu setengah kali bola tenis dengan warna putingnya agak merah muda. Bentuk susunya betul-betul bulat, menonjol ke depan. Aku pandangi terus kedua buah dada tersebut, indah sekali, apalagi Bi Menik memakai kalung tipis warna kunig emas dan liontinnya warna ungu itu tepat berada dekat buah dadanya. Serasi sekali.
Aku semakin bernafsu, jantungku bedegup kencang sekali. Ingin rasanya meremas buah dadanya tetapi takut Bi Menik terbangun dan apa yang harus kulakukan bila ia bangun. Aku mulai takut saat itu, akan tetetapi hawa nafsuku sudah memuncak saat itu. hingga lupa akan rasa maluku.
Kini Bi Menik sudah setengah telanjang tinggal celana dalamnya saja. Aku ingin tahu juga seperti apa sih memek perempuan. Terus terang aku seumur itu belum pernah melihat memek asli kecuali di foto.
Aku cari akal bagaimana caranya msupaya bisa melihat memek Bi Menik, tiba-tiba aku lihat di meja Bi Menik ada gunting kecil. Lalu kuambil gunting tesebut dan pelan-pelan aku masukan jari telunjukku ke samping celana Bi Menik di dekat selangkangannya, aku tarik pelan-pelan agar ia tak terbangun. Terlihat selangkangannya berwarna putih bersih.
Setelah agak tinggi aku tarik celana nilonnya aku masukan gunting dan pelan-pelan aku gunting celana dalamnya. Kira-kira 10 menit aku lakukan hal tersebut, akhirnya segitiga yang tepat di depan memek Bi Menik putus juga kugunting dan kusingkap calana dalamnya ke atas.
Kini aku betul-betul melihat kemaluan Bi Menik tanpa sehelai benangpun. Memeknya mempunyai bentuk yang rapat sekali sepertinya tak ada lubangnya, bulunya halus tipis dan di bagian samping bibir kemaluannya putih bersih agak sedikit gelembung tetapi belahannya betul-betul rapat. Wah, aku betul-betul sudah sangat bernafsu saat itu.
Aku bingung ingin rasanya memegang memeknya tetapi takut ia bangun. Ah, aku nekat sebab sudah tak tahan kemudian kubuka celana pendekku dan celana dalamku. Kontolku sudah berdiri tegak, besar seperti batu panjang dan keras. Lalu aku gosok-gosokkan kontolku dengan tanganku sendiri sambil melihat toket dan memek Bi Menik.
Aku merasakan kenikmatan yang mulai menjalari seluruh tubuhku. Kugosok lagi dengan keras sambil membayangkan kontolku sudah berada di dalam memek Bi Menik, tetapi tak bisa juga keluar. hingga saat ini sudah 15 menit aku gosok-gosok kontolku, akhirnya aku sudah tak tahan dan nekat. Pelan-pelan aku naik ke tempat tidur Bi Menik.
Aku ingat seminggu yang lalu Bi Menik pernah dibangunkan oleh ibu aku jam sepuluh malam waktu itu ibu aku mau minta tolong di kerokin. Nah, Bi Menik ini ketika di ketok-ketok pintunya sampai setengah jam baru bangun dan ia minta maaf, katanya ia kalau sudah tidur susah untuk di banguninya.
Ingat itu aku jadi agak berani mudah-mudahan malam ini ia susah bangun. Lalu dengan sedikit agak nekat kuangkat dan geser paha Bi Menik yang sebelah kanan agak melebar. Untung ia tak bangun, benar-benar nich Bi Menik dalam hatiku punya penyakit tidur yang gawat. Kugeser terus sampai maksimal sehingga kini ia benar-benar mengangkang posisinya.
Aku berlutut tepat di tengah-tengah selangkangannya. Pelan-pelan kutempelkan kontolku di memek Bi Menik tetapi lubangnya kok tak ada, aku agak bingung, pelan-pelan belahan dagingnya kubuka dengan jariku. Terlihat daging berwarna merah jambu lembut dan agak sedikit basah, tetapi tak kelihatan lubangnya, hanya daging berwarna merah muda dan ada yang agak sedikit menonjol seperti kacang merah bentuknya.
Aku berpikir mungkin ini yang dinamakan clitoris oleh kawan-kawanku. Aku buka terus sampai agak ke bawah dan mentok tak ada belahan lagi. Ternyata memang tak ada lubangnya. Aku bingung, tetapi aku sudah nafsu sekali. Lalu pelan-pelan kutempelkan kepala kontolku ke memek Bi Menik, ternyata ukuran kontolku itu sepertinya terlalu besar sehingga jangankan bisa masuk baru di bagian luarnya saja rasanya belahan memek Bi Menik sudah tak muat.
Tetapi apa yang kulakukan sudah kepalang basah, aku tempelkan kepala kontolku ke memek Bi Menik. Wah, tak bisa masuk hanya menempel saja tetapi aku bisa merasakan kelembutan daging bagian dalam memeknya, aku gosok pelan-pelan dan memek Bi Menik agak terbuka sedikit tetapi tetap saja kepala kontolku tak bisa masuk.
Aku benar-benar sudah lupa daratan dan gosokanku semakin kencang dan agak sedikit menekan ke dalam. Aku tak sadar kalau Bi Menik bisa bangun. Akhirnya benar juga ketika aku agak menekan sedikit Bi Menik bangun dan ia sepertinya masih belum sadar betul, tetapi beberapa detik kemudian ia baru sadar akan keadaan ini.
Ia menjerit, “Den Bram ngapain…, aduh den tak boleh den..”, pamali ia bilang, Lalu ia mendorong tubuhku ke samping dan cepat-cepat ia menutup buah dada dan kemaluannya.
Aku seperti di sambar petir saat itu, mukaku merah dan malu sekali saat itu, lalu kuambil celanaku dan lari terbirit-birit keluar dan langsung masuk ke dalam kamarku. Rasanya seperti mau kiamat saat itu, bagaimana ntar kalau Bi Menik mengadu ke orang tua saya. Wah mati saya.
Besok paginya aku bangun pagi-pagi lalu mandi dan langsung berangkat ke sekolah tanpa sarapan. Di sekolah aku lebih banyak diam dan melamun, bahkan ada teman aku yang mennggoda aku dengan mengolok saya, aku tarik kerah bajunya dan hampir aku pukul untung keburu di pisahkan oleh teman yang lain dan waktu pertandingan basket aku di keluarkan soalnya aku memukul salah satu pemain yang mendorong saya. Wah, benar-benar kacau pikiran aku saat itu. Biasanya aku pulang sekolah jam 12.30 tetapi aku tak langsung pulang, aku main dulu ke rumah teman aku sampai jam 5 sore baru aku pulang.
Sampai di rumah, Bi Menik sudah menunggu di depan rumah. Ia menyambutku, “Kok lama sekali pulangnya den…, Bi Menik sampe khawatir…, tadi ibu telepon dari Jakarta bilang bahwa mungkin pulang ke Bandungnya hari senin sore…, soalnya Mbak Rini (kakakku) masih belum melahirkan, diperkirakan mungkin hari minggu besok baru lahir”. Aku hanya tersenyum kecut, dalam hatiku Bi Menik tak marah padaku…, baik sekali dia. Aku langsung masuk kamar dan mandi sore lalu tiduran di kamar.
Jam 7.00 malam Bi Menik mengetuk kamarku, “Den…, Den…, makan malamnya sudah siap..”. Aku keluar dan santap malam, lalu setelah selesai aku nonton TV. Bi Menik membereskan meja makan.
Selama ia membereskan meja, aku mencuri-curi pandang ke Bi Menik. Ah, ia ternyata cukup cantik juga, badannya sedang tak tinggi dan bisa di bilang langsing hanya ukuran dada dan pinggul bisa dibilang cukup besar, benar-benar seperti gitar. Setelah selesai aku panggil dia, Bibi…, bi…, tolong dong aku di bikinin roti bakar.., aku masih laper nich”.
“Baik den”, lalu ia membuatkan aku roti bakar dua tangkap dan menghidangkannya di depanku dan langsung mau pergi, tetapi aku segera memanggilnya, “Bi Menik jangan pergi dulu dong…”.
Ia jawab “Ada apa den…”.
“Ehmm, itu bi…, emm Bi Menik tadi cerita tak sama ibu soal semalam”.
Ia tersenyum, “Wah mana berani bibi cerita…, kan kasian den Bram…, lagian kali Bi Menik juga bisa kena marah”, wah lega hatiku.
“Bi Menik makMenik ya.., dan maaf ya yang tadi malam itu…, maaf celana bibi Menik rusak.., soalnya…, emm soalnya…”, aku tak tahu harus ngomong apa. Tetapi kelihatannya Bi Menik ini cukup bijaksana ia langsung menjawab, “Iya dech den Bi Menik ngerti kok itu namanya aden lagi puber…, ya khan..”, aku tertawa.
“Ah Bi Menik ini sok tahu ah..”, ia juga tersenyum terus bilang, “Den hati-hati kalau lagi puber…, jangan sampai terjerumus…”, Kembali aku tertawa…, “Terjerumus ke mana…, kalau ke tempat yang asyik sich aku tak nolak…”.
Bi Menik melotot, “Eh jangan den…, tak baik…”, Terus Bi Menik langsung menasehatiku
Ia bilang, “Maaf ya den Bram menurut bibi…, den Bram ini orangnya cukup ganteng…, pasti banyak teman-teman cewek den Bram yang naksir…, Bi Menik juga kalau masih sebaya den mungkin naksir juga sama den Bram hi.., hi.., hi.., nah, den Bram harus hati-hati.., jangan sampai terjebak…, terus di suruh kawin…, hayo mau ngMenik makan apa”.
Tiba-tiba ada semacam perasaan aneh dalam diriku aku tak tahu apa itu, lalu aku jadi agak sedikit berani dan kurang ajar sama Bi Menik.
Aku pandangi ia lalu aku bertanya, “Bi…, Bi Menik khan sudah pernah kawin khan…, gimana sich bi rasanya orang begituan..”.
Bi Menik nampak terbelalak matanya dan mukanya agak besemu merah lalu aku sambung lagi, “Jangan marah ya bi.., soalnya aku benar-benar pingin tahu katanya teman-temanku rasanya seperti di sorga betul tidak”.
Bi Menik diam sebentar, “Ah tak den selama Bi Menik kawin 4 tahun…, bibi tak ngerasa apa-apa..”.
“Maksudnya gimana bi…, masa bibi tak begituan sama suami Bi Menik..”.
“Eh maksud bibi…, iya begituan tapi.., tak sampai 1 menit sudah selesai..”.
Aku semakin penasaran, “Ah masa bi…, terus itunya suami bibi sampai masuk ke dalam tidak..”
“Ehh ngaco kamu…”, ia tertawa tersipu-sipu.
“Ehmm, tak kali ya…, soalnya baru di depan pintu sudah loyo…, hi hi…, eh sudah ah jangan ngomong begituan lagi..”, pamali ia bilang, “Lagian Bi Menik khan sudah cerai 3 tahun jadi sudah lupa rasanya..”,
sambil tersenyum ia mau beranjak bangun dan pergi.
“Ehh bi.., bi.., bi tunggu dong…, temenin aku dulu dong..”, terus ia bilang, “Eh sudah besar kok masih di temenin, bibi sudah cape nich”, tetapi setelah kubujuk-bujuk akhirnya ia mau menamiku nonton TV dan ngobrol ngalor-ngidul.
Tak terasa sudah jam 9.00 malam. Diluar mulai hujan deras sekali, dingin juga rasanya. Bi Menik pandai juga bercerita, cerita masa remajanya. Rupanya ia sempat juga mengeyam pendidikan sampai kelas 2 SMP.
Aku duduk di sofa panjang sedangkan Bi Menik duduk di karpet bawah lalu kupanggil dia, “Bi sini dech…, tolong liatin dong bagian pinggang belakangku kok agak nyeri..”.
Bi Menik datang dan pindah ke sofaku, “Mana den”.
“Ini nich”, aku tarik tangannya ke pinggang belakangku lalu ia ia bilang, “Tak ada apa-apa kok.
Saat itu tiba-tiba timbul lagi pikiran kotorku mengingat kejadian malam kemarin dan Bi Menik tak marah, kalau kini aku agak nakal sedikit pasti Bi Menik tak akan marah. Lalu aku bilang, “Ini Bi Menik, tetapi Bi Menik matanya merem ya…, soalnya aku malu keliatan bodongku”, ia tersenyum dan mengangguk, lalu memeramkan matanya.
Nah, ini aku pikir kesempatanku. Aku pegang kecang-kencang pergelangan tangan Bi Menik, lalu kubuka ritsluiting celanaku dan aku tarik ke bawah celana dalamku kontolku masih setengah besar belum terlalu tegang.
Lalu kutarik tangan Bi Menik dan meletakkan di atas kontolku…, ia bilang, “Eh apa ini..”, terus aku bilang,
“Eh awas jangan buka matanya ya..”, ia mengangguk dan bertanya lagi, “Apa sich ini kok hangat”.
Begitu tersentuh tangan Bi Menik, menaraku mulai berdiri dengan gagahnya dan mulai membesar cepat sekali. Rupanya Bi Menik curiga dan membuka mata. Eh, pamali ia bilang…, tetapi aku tahan terus tangannya dan aku pandangi mata Bi Menik…, ia tersenyum malu dan tersipu. Dengan lirih ia bilang,
“Jangan den tak sopan..”, tetapi aku bilang, “Tolong dong bi…, pingin banget dech..”
Kayaknya Bi Menik kMenikan padaku…, ia mengangguk dan bilang,
“Cepetan ya Den, sebentar saja jangan lama-lama dan tak boleh macam-macam…, ntar kalau orang tua aden tahu Bi Menik kena marah..”, dan ia bilang,
“Eeeh ih kok besar banget sich Den”.
“Iya”, jawabku singkat. Lalu tangan Bi Menik menggenggam kontolku dengan lembut ia menggosoknya dari ujung kepala sampai ke pangkal kontolku. Kira-kira 10 menit…, dengan agak serak ia bilang, “Sudah belum den..”
Saat itu aku merasa melayang dan entah bagaimana tiba-tiba keberanianku timbul, kupegang lengan Bi Menik terus naik ke bahu.., leher.., pelan-pelan turun ke dadanya.
Ia bilang, “Eh den mau apa…”, tetapi aku pura-pura tak mendengar tanganku terus turun dan sampai ke dadanya yang agak membusung ke depan. Bi Menik agak sedikit bergetar badannya, ia bilang dengan halus, “Jangan den…, jangan”, tetapi ia tak menepis tanganku.
Aku semakin berani, pelan-pelan kuremas dadanya kiri kanan bergantian. Nampak napas Bi Menik agak memburu. Aku semakin berani lagi…, teringat akan bentuk buah dadanya yang indah tadi malam…, maka dengan sedikit nekat tanganku mulai masuk ke BH-nya. Ah, toketnya terasa lembut sekali. Bi Menik bilang lagi dengan lirih, “Den jangan..”, aku tak peduli.
Lalu kubuka baju atas Bi Menik dan kubuka juga BH-nya. Mula-mula Bi Menik menolak untuk di buka tetapi dengan agak sedikit memaksa akhirnya ia pasrah dan terbukalah bagian atas badan Bi Menik. Toketnya munjung membusung ke depan, besar, putih dan bundar. Lalu mulai kuremas-remas, Bi Menik agak sedikit menggeliat, napasnya memburu.
Aku ingat akan buku porno yang kubaca, lalu aku coba mempraktekkan…, aku mencoba mencium puting toketnya lalu aku emut-emut seperti mengemut permen. Wah, sepertinya Bi Menik sangat menikmati permainanku, napasnya memburu dan agak sedikit terengah-engah.
Ketika kuhisap lagi putingnya, ia pegang kepalaku dan bilang, “Den.., sudah Den…, sudah.., ah Bi Menik tak tahan..”, katanya. Aku malah makin bersemangat, seluruh toketnya kujilati, aku kulum-kulum, aku emut-emut.
Bi Menik semakin gelisah dan tangannya yang tadi mengocok-ngocok kontolku kiri terhenti bergerak dan hanya meremas kontolku dengan kencang sekali, agak sakit juga rasanya tetapi aku biarkan saja. Supaya lebih nikmat akhirnya aku buka baju atas Bi Menik, kucium lehernya, bahunya yang putih dan kubuka seluruh celanaku sehingga Bi Menik bebas memegang kontolku dan telurku bergantian. Adegan ini cukup lama, berlangsung hampir sejam…, saat kulihat jam dinding sudah jam 10.30.
Lalu aku rebahkan Bi Menik di sofa panjangku.., mula-mula ia agak sedikit menolak tetapi kudorong dengan tegas dan lembut, ia akhirnya menurutiku, kini aku lebih leluasa lagi menciumi buah dadanya, pelan-pelan agak turun aku ciumm perut Bi Menik, Ia tampak agak kegelian, aku semakin terangsang, aku ingat-ingat apa lagi yang harus dilakukan seperti di buku-buku porno.
Akhirnya pelan-pelan kubuka kain kebaya Bi Menik.
Ia bilang, “Eh den jangan mau apa..”.
“Tak bi tenang saja dech”, aku bilang. Akhirnya kain yamg dikenakan Bi Menik terlepas dan aku buang jauh-jauh. Ia hanya memakai celana dalam saja.
Eh.., biarpun ia ini orang desa tetapi ternyata badannya bagus sekali seperti gitar dan sangat mulus. Betisnya indah, pahanya kencang sekali…, mungkin sering minum jamu kampung sehingga badannya terawat baik.
Aku cium perut Bi Menik lalu turun ke bawah dan turun ke bagian kemaluannya. Ia tampak mendorong kepalaku, “Jangan den..”, tetapi lagi-lagi aku paksa akhirnya ia diam. Setelah ia agak tenang aku mulai beraksi lagi.
Celana dalamnya kutarik turun. Wah, ini ia betul-betul melawan dan tak kuberi kesempatan, ia pegangi celananya itu…, tetapi aku terus berusaha…, adu tarik dan akhirnya setelah cukup lama ia menyerah juga, tetapi tangannya tetap menutupi kemaluannya.
Pelan-pelan aku cium tangannya sampai akhirnya mau minggir juga dan kucium kemaluannya. Bi Menik tampak mengelinjang dan ia bilang,
“Jangan Den…, jangan Den..”, tetapi aku menciumnya terus, akhirnya suaranya hilang, yang terdengar hanya napasnya saja yang terengah-engah. Di bagian tengah memeknya agak ke atas memek Bi Menik ada daging agak keras seperti kacang mungkin clitoris. Nah, clitorisnya ini aku jilat-jilat dan kadang-kadang aku emut-emut dengan bibirku.
Aku cium terus memek Bi Menik dan tahu-tahu aku merasakan sesuatu yang agak basah dan bau yang khas. Bi Menik tampak menggoyang-goyangkan kepalanya dan pantatnya mulai goyang-goyang juga. Cairan yang keluar dari memek Bi Menik makin banyak dan makin licin.
Ah, aku sudah tak tahan lagi rasanya…, lalu kubuka kaos bajuku dan aku kini sama-sama bugil dengan Bi Menik. Aku periksa lagi memek Bi Menik. Yah masih seperti tadi malam tak keliatan lubang apa-apa cuma daging-daging merah jambu mengkilat sebab basah.
Aku coba tusuk pakai jari tanganku dan ternyata ada juga lubangnya tetapi kecil sekali ketika kuraba dengan jari tanganku, rupanya lubang itu tertutup oleh lapisan daging. Aku pikir apa cukup ya lubang ini kalau di masukin kontolku. Aku penasaran lalu aku bangun dan belutut di pinggir sofa dan kontolku aku arahkan ke memek Bi Asi
Bi Menik nampak terkejut melihat aku telanjang bulat dan ia hendak mau bangun dan bilang, “Den jangan sampai ketelanjuran…, ya tak boleh..”.
Aku bilang, “Iya bi tenang saja…, aku cuma mau ngukur saja kok..”, dan ia percaya lalu rebahan lagi sambil bilang, “Janji ya den jangan di masukin punya aden ke liangnya Bi Menik”.
“Iya”, jawabku singkat.
Lalu aku ukur-ukur lagi lubang memek Bi Menik dengan kontolku ternyata memang kontolku ini tak normal kali sebab jangankan lubang yang di dalam memeknya yang seukuran jari telunjukku besarnya, bibir bagian luarnya saja tak muat, aku mulai berpikir,
“Wah, benar kata joko aku ini tak normal”. Lalus aku bilang ke Bi Menik, “Bi kok kayaknya lubangnya Bi Menik mampet ya…, tak ada lubangnya..”, Bi Menik mengangkat kepala.
“Tahu ya.., dulu juga kontol suami bibi rasanya tak pernah masuk sampai ke dalam”.
Aku pikir yang normal aku atau Bi Menik nich…, tetapi dasar sudah nafsu sekali…, tak ada lubang…, lubang apapun jadi deh aku pikir. Memek Bi Menik semakin basah aku pegang-pegang terus. Lalu kutarik Bi Menik bangun dan kuajak ke kamar orang tuaku.
Ia menolak, “Ech jangan den”.
“Tak apa-apa”, aku bilang, aku paksa ia ke kamar orang tuaku dan aku rebahkan ia di tempat tidur spring bed, kebetulan tempat tidur itu menghadap ke kaca jadi aku bisa melihat di kaca, lalu aku naik di atas tubuh Bi Menik, dan Bi Menik agak sedikit meronta, “Den kan janji ya tak sampai di gituin…”
.”Iya dech”, aku bilang.
Aku lalu turun dari tubuh Bi Menik dan berlutut di samping tempat tidur lalu kutarik kedua kaki Bi Menik sampai pantat Bi Menik tepat di pinggiran tempat tidur lalu aku ciumi lagi memek Bi Menik, ia kelihatannya senang diciumi lalu kupraktekkan apa yang aku baca di buku porno.
Aku masukkan lidahku di sela-sela memek Bi Menik. Terasa hangat dan basah, lalu aku mainkan lidahku. Aku jilat-jilat seluruh daging berwarna merah muda yang ada di dalam memek Bi Menik. Aku jilat terus dan kadang-kadang aku sedikit hisap-hisap bagian clitorisnya.
Bi Menik tampak kegelian dan menggoyang-goyangkan pantatnya ke atas seolah-olah hendak mengejar lidahku. Terasa semakin basah memek Bi Menik dan mungkin sudah banjir kali dan semakin banyak cairannya, semakin licin aku lalu bangun dan kudorong lagi Bi Menik ke tengah tempat tidur dan aku timpah lagi tubuhnya.
Aku ciumi lagi toket Bi Menik yang keras dan kenyal. Ia nampak mulai menikmati lagi dan agak sedikit mengerang-erang dan mengelus-elus rambut kepalaku. Pelan-pelan aku kangkangin paha Bi Menik, mula-mula ia agak melawan tetapi akhirnya pasrah dan kutaruh kontolku tepat di tengah-tengah memek Bi Menik.
Pelan-pelan aku dorong kontolku ke memek Bi Menik yang sudah mulai banjir dan licin. Aku merasa bahwa kini kepala kontolku sudah mulai terjepit oleh bibir memek Bi Menik tetapi tetap belum bisa masuk. Pelan-pelan aku tekan agak keras Bi Menik tampak agak menggelinjang dan bilang, “Aduh den jangan di toblos den…”, aku tak peduli aku tekan lagi tetapi susah juga rasanya untuk sampai ke dalam memek Bi Menik, tetapi belum mau tembus juga.
Aku tarik lagi sedikit ke belakang dan kudorong lagi tetap seperti tadi, tetapi aku tak menyerah kutarik dorong, tarik dorong sekitar 10 menit, dan waktu aku tarik-dorong itu terdengar bunyi,
“Ceprak.., ceprok.., ceprak..”, rupanya memek Bi Menik benar-benar banjir dan tiba-tiba aku mulai merasakan ada celah yang terbuka, aku makin semangat tarik dorong, tarik dorong.
Bi Menik nampak mulai merem-melek matanya, dan terlihat matanya membalik-balik ke belakang mulutnya mendesis-desis. Aku jadi semakin bernafsu, lalu aku kulum bibir Bi Menik. Ia menyambut ciumku dengan hot sekali.
Baru pertama kali ini aku berciuman jadi tak tahu caranya, tetapi aku pakai naluri saja aku hisap-hisap lidah Bi Menik. Wah, ia makin membinal dan celah di memek Bi Menik makin terasa agak melebar dan aku merasa kalau kutekan agak keras pasti kepala kontolku ini bisa masuk ke dalam memek Bi Menik, lalu aku mengambil ancang-ancang kebetulan kedua jari jempol kakiku bisa masuk di sela-sela tempat tidur sehingga aku punya pijakan untuk mendorong ke depan.
Pelan-pelan aku hitung dalam hati sambil tarik dorong, tarik dorong satu…, dua tiga…, empat…, liiima. Aku tekan yang keras kontolku ke memek Bi Menik. Bibir Bi Menik yang masih ada di dalam mulutku tiba-tiba bersuara,
“Huhh…, ehmmh hu”, dan Bi Menik memundurkan pantatnya ke belakang…, ia memandang ke padaku dan menggelengkan kepala, “Jangan…, sakit..”, ia bilang. Akupun mengangguk. Lalu aku mulai kerja lagi.., tarik dorong.., belum masuk-masuk juga kepala kontolku…, tetapi akibat dorongan tadi kayaknya agak sedikit terbuka.
Aku cari akal, lalu kedua tanganku turun ke bawah dan kumasukkan ke belakang pinggang Bi Menik lalu turun sedikit kuremas-remas pantat Bi Menik yang besar, sepertinya ia tambah semakin terangsang dan aku pikir ini lah saatnya. Aku pegang pantat Bi Menik keras-keras dan kutahan sekuat tenaga dan kuhitung lagi, “satu, dua, tiga…, tekaannn…”.
Bi Menik tampak meronta-ronta tetapi aku tak peduli terus kutekan dan “Bless”, kontolku masuk kira-kira sepertiganya. Bi Menik meronta lagi, mungkin merasa sakit pada memeknya sebab kontolku ukurannya besar sekali sehingga aku juga merasa bahwa sepertinya lubang memek Bi Menik kecil sekali sampai-sampai kontolku tak bisa bergerak terjepit seperti mau dipress,
Rasanya kurang nikmat juga sehingga Bi Menik berusaha mendorong pinggulku ke atas tetapi aku lebih cepat lagi. kutarik tanganku dari pantat Bi Menik dan kupegang ke dua tangan Bi Menik dan kutarik ke atas kepalanya dan kutahan…, ia berusaha meronta…, dengan mengeser pantat ke kiri dan ke kanan tetapi aku tak mau lepas,
Aku ikuti arah pergerakan pantat Bi Menik.., ia ke kanan aku ke kanan Bi Menik ke kiri aku ke kiri ia mundur aku maju. Bi Menik agak merintih-rintih dan seperti orang makan cabai pedas, ia memang kuat pinggangnya, terus goyang kiri dan kanan. Aku terus tancap kontolku yang sudah masuk sepertiga ke memek Bi Menik,
Akibat gerakan bibi Menik ini mula-mula kontolku yang tak bisa bergerak akibat terjepit memek Bi Menik mulai bisa bergerak dan aku aku malah semakin terangsang sebab dengan gerakan kiri-kanan begitu kontolku terasa tergesek-gesek oleh memek Bi Menik. Lalu aku diamkan kontolku di dalam memek Bi Menik dan memang saat itu rasanya lubang Bi Menik sempit sekali dan kontolku terasa di sedot oleh memek Bi Menik.
Lama-lama gerakan Bi Menik agak melemah dan nafas agak terengah-engah dan agaknya ia mulai bisa menerima kehadiran kontolku di dalam memeknya dan sakitnya mulai hilang. Pelan-pelan aku mulai beraksi lagi kutarik sedikit kontolku keluar tetapi buru-buru kutekan lagi ke dalam agar tak lepas.
Terasa agak sempit tetapi nikmat sebab memek Bi Menik sudah basah sekali jadi agak licin dan lancar pergerakkan kontolku. Aku tarik sedikit dan tekan ke dalam.
Kira-kira 5 menit, aku melakukan hal itu aku benar-benar merasa nikmat sekali yang tak terhingga lalu dengan sangat bernafsu aku mulai menekan lagi kontolku agak masuk lebih dalam lagi. Aku tarik dulu keluar sedikit lalu aku tekan keras-keras ke dalam, Bi Menik menggelinjang dan bersuara,
“Aduh.., huhh.., hmm”, tetapi suara desahan itu malah makin merangsangku dan kutekan dengan keras lagi dan, “Blesss”, masuk lagi kontolku lebih dalam Bi Menik agak sedikit meronta mungkin agak sedikit nyeri, tetapi aku tak peduli kutekan lagi lebih keras lagi, cabut sedikit tekan lagi.
Bi Menik agak meronta-ronta, aku semakin nikmat sekali rasanya agak seperti mau pipis, aku semakin bersemangat dan dengan sekuat tanaga aku tekan tiba-tiba pantatku ke depan dan, “Bleesss”, kontolku amblas ke dalam memek Bi Menik.
Bi Menik agak sedikit menjerit dan berusaha mencabutnya dengan menggeser pantatnya ke kiri dan ke kanan lagi tetapi aku sudah samakin pintar, aku tekan terus dan kuikuti pergerakannya.
Setelah Bi Menik tak melawan lagi mulai aku cabut setengah dan kumasukkan lagi. begitu berulang-ulang, nampaknya Bi Menik mulai menikmati dan ia kelihatan mengejang dan lalu memelukku keras-keras dan mulutnya mendesis-desis.
Aku semakin bersemangat dan genjotanku semakin keras dan kencang dengan kedua kakiku kukangkangkan paha Bi Menik lalu aku genjot lagi kontolku keluar masuk.
Kira-kira 10 menit Bi Menik mengejang lagi dan memelukku lebih kencang lagi sepertinya ia orgasme lagi dan setelah itu ia kelihatan agak loyo, tetapi aku merasa ada sesuatu yang akan keluar dari kontolku.
Aku semakin keras mengocok kontolku di dalam memek Bi Menik dan kulihat dari kaca bagaimana kontolku keluar masuk memek Bi Menik, bila aku tekan tampak memek Bi Menik masuk ke dalam dan bila aku tarik keluar kelihatan bibir memeknya ikut keluar ke depan.
Kira-kira 15 menit aku merasa kepala kontolkuku agak panas dan sret-sret, ada sesuatu keluar dari kontolku. Aku merasa nikmat sekali, aku tekan keras-keras kontolku di dalam memek Bi Menik dan Bi Menik yang tadi sudah lemas tampak bersemangat lagi dan ia menggoyangkan pantatnya ke kiri ke kanan, aku semakin kenikmatan dan tiba-tiba terasa lagi ada cairan keluar dari kontolku dan Bi Menik juga kelihatannya merasa nikmat juga, ia seperti mencari-cari sesuatu, pantatnya naik ke atas dan tiba-tiba ia mengejang dan memelukku keras sekali dan kedua pahanya melilit keras di pinggangku seperti orang main gulat.
Aku tak berkutik tak bisa bergerak dan terasa cairan dari dalam kontolku semakin banyak keluar. Bi Menik semakin menggila ia mengigit-gigit bahuku dan menjerit lirih,
“Den.., nikmat sekali den…”, aku peluk Bi Menik keras-keras dan kita berpelukan kurang lebih lima menit. Kontolku yang tadi keras seperti batu sudah mulai melembek dan Bi Menik nampak tergelak lunglai di sebelahku.
Aku lalu bangun dan kucabut kontolku dari memek Bi Menik dan kulihat memek Bi Menik. Aku pegang dan aku buka belahannya kini nampak ada lubangnya dan aku melihat di sprei dekat memek Bi Menik banyak sekali cairan dan agak berwarna sedikit merah jambu aku agak kaget dan bilang sama Bi Menik, “Bi…, bibi masih perawan ya…”, Bi Menik tersenyum manis dan menjawab,
“Iya den soalnya selama bibi nikah…, bibi belum pernah kemasukan…, sebab mantan suami bibi dulu orangnya loyo…, baru nempel sudah banjir dan lemas..”.
Aku menggumam, “Pantas susah banget masuknya..”, terus si Bi Menik menimpali, “Bukan susah…, tetapi emang kontolnya den bram yang kegedean…, bibi sampai hampir semaput rasanya..”.
Malam itu aku tidur berdua dengan Bi Menik di kamar ortu saya. Kita tidur telanjang bulat cuma di tutup pakai selimut.
Pagi-pagi jam 5 pagi sudah terbangun dan kontolku tiba-tiba mengeras lagi, tanpa permisi aku langsung naik lagi ke badan Bi Menik yang masih setengah tidur dan ia terbangun. Aku kangkangin lagi pahanya ke kiri dan ke kanan. Bi Menik diam saja pasrah hanya memandangi perbuatanku dengan sedikit senyum.
Lalu kontolku yang sudah mulai mengeras kutempelkan lagi di depan memek Bi Menik dan aku tekan-tekan, tetapi tak bisa masuk-masuk. Bi Menik tersenyum dan ia bilang sini Bi Menik bantu. Lalu tangannya ke bawah memegang kontolku dan membimbing kontolku tepat di muka lubang memek Bi Menik.., terasa hangat…, lubang itu dan mulai basah.
Ternyata kali ini tak sesulit tadi malam. Kepala kontolku dengan beberapa kali tusukan maju-mundur mulai bisa masuk ke dalam tetapi tetap saja terasa sempit walaupun memek Bi Menik mulai basah dan licin dan kelihatanya Bi Menik juga merasa bahwa kontolku luar biasa ukuranya.
Beberapa kali ia sedikit mengaduh, tetapi setelah memeknya betul-betul banjir dan kontolku bisa masuk seluruhnya ia mulai bisa menikmati dan pagi itu aku bersenggama dengan Bi Menik sampai jam 7.00 pagi. Bi Menik orgasme sampai 3 kali dan aku muncrat juga tetapi tak sebanyak tadi malam.
Seharian kita malas-malasan di tempat tidur dan sore hari kita bersenggama lagi sampai jam 10 malam. Senin pagi aku bangun dan bolos sekolah, sebab pagi itu sehabis mandi pagi dan sarapan aku rencananya mau berangkat sekolah tetapi tiba-tiba aku menjadi nafsu lagi melihat Bi Menik baru keluar dari kamar mandi yang cuma memakai handuk saja. Lalu kutarik Bi Menik ke kamarnya, kubuka handuknya, kuciumi toket, kuhisap-hisap puting, dan kurebahkan ia di tempat tidurnya lalu kusetubuhi lagi.
Wah, nikmat rasanya menyetubuhi Bi Menik yang baru mandi sebab bau badannya segar bau sabun dan aku bersetubuh dengan Bi Menik di kamarnya senin pagi itu sampai jam 9.00 pagi dan aku terpaksa membolos sekolah.
Sorenya orang tuaku pulang dari jakarta dan sejak saat itu aku kalau malam sering ke kamar Bi Menik dan melakukan hal itu lagi dan kelihatannya Bi Menik juga mulai ketagihan sepertiku. Ibuku aktif organisasi dharma wanita sehingga kami sering punya kesempatan berdua bersama Bi Menik dan selalu tak pernah menyia-nyiakan kesempatan itu.
Hubungan ini berlangsung kurang lebih 3 bulan, lama-lama ibuku mencium gelagat yang tak beres antara aku dan Bi Menik. Hari itu kira-kira sebulan lagi sebelum aku ujian akhir kelas 3 SMP aku lihat pagi-pagi ibuku ada di kamar Bi Menik dan Bi Menik nampak tertunduk, sepertinya agak sedikit menangis.
Aku tak berani campur tangan dan waktu aku pulang sekolah Bi Menik sudah tak di rumahku lagi. Ia sudah pulang kampung di antar oleh sopir ayahku. Aku sedih sekali saat itu.
Selamat tinggal Bi Menik, hanya itu yang bisa kuucapkan dalam hati.
Share !
inShare
Save